Sukses

Menteri PUPR: Pemindahan Ibu Kota Direncanakan Sejak Tahun Lalu

Pemerintah masih belum menentukan titik pasti di mana lokasi ibu kota baru.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta telah diinisiasi pemerintah sejak satu tahun lalu.

"Jadi ini bukan ujug-ujug. ini direncanakan setahun yang lalu. Cuma kita silent saja untuk persiapan-persiapan," ujar Basuki di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Dalam hal ini, ia menyampaikan, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro ditugaskan sebagai pihak pengkaji, sementara Menteri PUPR diberi wewenangan selaku perancang desain.

Adapun wacana pemindahan ibu kota ini pertama kali disuarakan pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden pada Senin kemarin. Berdasarkan hasil kajian Bappenas, ada tiga opsi penentuan lokasi ibu kota baru.

"Pertama, tetap berada di Jakarta. Misalnya di kawasan Monas yang harus dijadikan government area. Kedua, di sekitar Jakarta dengan jarak 60 km. Ketiga di luar jawa. Kemarin pada saat ratas pak Presiden (Jokowi) memutuskan di luar Jawa," terangnya.

"Ini akan dikaji terus untuk nanti dibahas pada ratas-ratas selanjutnya untuk lalu difinalkan," dia menambahkan.

Dia pun menyatakan, pemerintah masih belum menentukan titik pasti di mana lokasi ibu kota baru tersebut. "Nah, itu yang belum ada," pungkas Basuki.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Bentuk Badan Otoritas

Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengusulkan pendirian badan otoritas yang bertanggung jawab mengelola pembangunan dan pemindahan ibu kota Indonesia.

"Bertanggung jawab langsung kepada Bapak Presiden di mana nanti badan ini mengelola dana investasi pembangunan ibu kota baru, serta melakukan kerja sama baik dengan BUMN maupun swasta, dan mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga," kata Bambang dikutip dari Antara, Senin, 29 April 2019.

Menurut Bambang, institusi tersebut nantinya juga mempersiapkan dan membangun infrastruktur, pola tata ruang, serta fasilitas di wilayah tersebut. Tugas lainnya yakni badan otoritas akan mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas publiknya.

Badan tersebut diperlukan dalam proses pembangunan ibu kota baru karena proyek tersebut berukuran besar dan bersifat multi-tahun.

"Sehingga usulan kami memang semacam badan otorita. Tapi bentuk akhirnya apa, itu terserah kepada keputusan politiknya juga, keputusan terbaik dari sisi administrasi. Tapi, memang diperlukan suatu unit yang full time, permanen dan solid," jelas Kepala Bappenas saat jumpa pers.

Dalam rapat terbatas, Bambang menjelaskan sejumlah kriteria wilayah yang dapat menjadi ibu kota baru seperti ketersediaan sumber daya air, minim resiko bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kebakaran hutan dan lahan serta gunung berapi.

Selain itu, wilayah itu juga telah memiliki infrastruktur awal kota kelas menengah seperti bandara, jaringan komunikasi, akses jalan, jaringan listrik dan berlokasi tidak jauh dari pantai.

Dalam hal aspek sosial, kriteria masyarakat setempat juga harus terbuka kepada pendatang untuk meminimalisasi konflik sosial.

 

3 dari 3 halaman

Jokowi Setuju Pindah Ibu Kota ke Luar Jawa

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Ini disampaikan Jokowi saat menanggapi laporan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengenai tiga lokasi alternatif ibu kota baru Indonesia.

Bambang dalam laporannya menyebut tiga lokasi alternatif tersebut yakni pertama tetap di Jakarta, kedua di sekitar Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Ketiga di luar Pulau Jawa.

"Kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak," ucap Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 April 2019.

Jokowi memiliki pertimbangan tersendiri sehingga menolak ibu kota tetap di Jakarta atau dipindahkan di sekitar Pulau Jawa. Jakarta atau Pulau Jawa disebut sebagai kawasan rawan macet dan banjir.

"Ada pencemaran yang berat juga. Ini di Pulau Jawa, sungai-sungai di Pulau Jawa merupakan 10 sungai yang paling tercemar di dunia," ujarnya.

Selain itu, degradasi sosial di Jakarta atau Pulau Jawa semakin tajam. Sementara lahan di Pulau Jawa semakin sempit akibat peralihan fungsi.

"Dan informasi yang saya terima, sebanyak 40 ribu hektare lahan yang sangat produktif beralih fungsi di Jawa, setiap tahunnya. Dari sawah ke properti," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Â