Liputan6.com, Jakarta - DPR menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Anggaran yang dimiliki pemerintah juga dinilai cukup untuk merealisasikan rencana tersebut.
Anggota Komisi XI, Misbakhun mengatakan, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta sangat baik untuk menerapkan penyebaran pembangunan di Indonesia. Selama ini pembanguna‎n hanya fokus di Jawa saja.
"Akibatnya di luar jawa mengalami ketidak seimbangan tentang pembangunan. Untuk itu ide pemindahan ibu kota sangat bagus dan ide ini sudah dirintis Presiden Soekarno," kata Misbakhun, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Advertisement
Misbakhun mengungkapkan, untuk anggaran rencana pembangunan ibu kota negara baru pengganti Jakarta, perlu dibicarakan dengan Badan Anggaran DPR. Hal tersebut menyangkut waktu pembangunan, fasilitas dan unit pendukung yang akan dibangun.
Selain itu juga pembagian tugas pembangunan ibu kota negara baru, antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta.
"Ini yang harus dihitung detail totalnya berapa tahun jumlah tersebut akan dialokasikan," tutur dia.
Misbakhun juga yakin pemeritah memiliki kesanggupan dari segi anggaran untuk merealisasikan pembangunan ibu kota baru.‎ Jika pemerintah serius, maka akan dibahas dalam rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.
"Tentunya ini adalah proyek yang besar prestisius, daya dukungnya juga dipersiapkan saya yakin anggaran negara akan tersedia," imbuhnya.
Menurut Misbakhun, ‎negara sebesar Indonesia pantas memiliki ibu kota yang lebih baik, sebab akan menjadi simbol negara yang berdaulat.
‎"Negara besar Indonesia bagi saya pantas mempunyai ibu kota yang bagus, sebagai simbol bagi pencapaian yang selama ini diraih oleh Indonesia sebagai negara yang berdaulat" tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ibu Kota Baru Cocok Pindah ke Kalimantan, Ini Pertimbangannya
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan bahwa kota di Kalimantan menjadi lokasi yang cocok jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar-benar menginisiasi rencana pemindahan ibu kota.
Ali menjelaskan ada beberapa alasan yang membuat kota di Kalimantan cocok sebagai lokasi ibu kota baru.Â
Indonesia akan memiliki kota pemerintahan dan kota bisnis yang terpisah seperti Amerika Serikat (AS) dan China apabila ibu kota negara jadi berpindah. Namun, ia menyoroti biaya yang harus dikeluarkan jika pemerintah hendak berpindah rumah.
"Jakarta pasti tetap sebagai kota bisnis. Yang harus dipikirkan masalah biaya yang sangat tinggi dan pembentukannya harus terencana dengan baik. Jangan seperti Jonggol yang berhenti di tengah jalan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Selasa (30/4/2019).
Secara perhitungan, ia melanjutkan, Kalimantan menjadi tempat yang cukup realistis untuk ditempati pemerintah di luar Jakarta. Berbagai indikator seperti faktor geografis jadi pertimbangan.
"Kalimantan dari geografis cukup bagus karena ada di tengah-tengah (Indonesia) sekaligus untuk pemerataan di kawasan timur. Kondisinya juga tidak rawan gempa karena tidak dilalui patahan," jelas dia.
Ali pun berpendapat, jika Pemerintah RI benar ingin menggeser ibu kota ke luar Jawa, pembangunan kota mandiri baru atau pengembangan kota kecil bisa jadi pilihan terbaik.
"Kota Mandiri baru, itu lebih bisa terencana dengan baik. Atau minimal kota kecil yang masih memiliki potensi besar untuk dimekarkan," tutur dia.
Advertisement
Pemindahan Ibu Kota Butuh Biaya Rp 466 Triliun
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40 ribu hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp 466 triliun.
"Kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi di mana skenario satu diperkirakan sekali lagi akan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau USD 33 miliar, " kata Bambang dikutip dari Antara, Senin (29/4/2019).
Luas lahan 40 ribu hektare dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa yang terdiri dari seluruh aparatur sipil negara yang bekerja di kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri turut migrasi ke ibu kota baru.
"Dengan penduduk 1,5 juta di mana pemerintahan akan membutuhkan 5 persen lahan, ekonomi 15 persen, sirkulasi infrastruktur 20 persen, permukiman 40 persen dan ruang terbuka hijau 20 persen. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40 ribu hektare untuk membuat ibu kota baru, itu skenario yang pertama," jelas Bambang.
Sementara untuk skenario kedua dengan keperluan luas lahan yang lebih kecil, yakni 30.000 hektare, dikalkulasi membutuhkan biaya Rp323 triliun atau 23 miliar dolar AS.
Untuk skenario kedua, jumlah orang yang bermigrasi yakni 870.000 jiwa terdiri dari aparatur sipil negara kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif, aparat TNI dan Polri, dan pelaku ekonomi.