Sukses

Sri Mulyani Ungkap Dana Pemindahan Ibu Kota ke Luar Jawa

Sri Mulyani mengatakan anggaran pemindahan Ibu Kota tunggu kajian Bappenas dan Kementerian PUPR

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK berencana memindahkan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa. Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) pun telah memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan ini sekitar Rp 323 triliun sampai Rp 466 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran pemindahan Ibu Kota masih menunggu kajian pasti dari Bappenas dan Kementerian PUPR. Hal ini untuk memastikan anggaran yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan negara lain yang melakukan pemindahan Ibu Kota.

"Isu tersebut kita akan lihat dulu karena perencanannya secara matang kan belum. Sementara untuk undang-undang APBN 2020 kan sekarang ini sedang direncanakan. Jadi nanti kita lihat Bappenas, Menteri PUPR sudah melihat dari pengalaman negara lain di dunia, ada modus-modus atau cara-cara di dalam pembiayaan yang berbeda," ujarnya di Kantor Pusat Pajak, Jakarta, Selasa (30/4).

"Jadi untuk saat ini kita akan menunggu sampai perncanaan itu matang, dan kalo perencanaan itu matang berarti estimasi dari anggarannya akan jauh lebih akurat, baru kita pikirkan bagaimana teknis untuk pembiayaannya," sambungnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, perancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 masih akan tetap berjalan pada Mei mendatang. Walaupun saat ini belum dapat dipastikan apakah anggaran pemindahan Ibu Kota akan dimasukkan ke dalam postur tersebut.

"Secara siklus APBN 2020 harus sudah kita siapkan dan bulan Mei nanti juga sudah mulai akan membahas awal dgn DPR terkait rancangan APBN 2020," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Jokowi Ungkap 3 Kandidat Ibu Kota Baru Pengganti Jakarta

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa. Namun, hingga saat ini pemerintah belum menentukan lokasi ibu kota baru.

Usai makan siang bersama karyawan PT KMK Global Sports I di Kelurahan Talagasari, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Selasa (30/4/2019), Jokowi menyebut ada tiga kandidat lokasi calon ibu kota. Yaitu Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.

"Bisa di Sumatera tapi kok nanti yang timur jauh. Di Sulawesi agak tengah tapi di barat juga kurang. Di Kalimantan kok di tengah-tengah. Kira-kira itu lah," ucap Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengakui pemerintah belum memutuskan satu dari tiga kandidat ibu kota tersebut. Jokowi mengatakan, perlu kajian mendalam baik dari sisi lingkungan maupun ketersediaan air sebelum mengambil keputusan.

"Kita harus cek dong secara detail. Meskipun 3 tahun ini kita bekerja ke sana bagaimana mengenai lingkungan, daya dukung lingkungan, air seperti apa, mengenai kebencanaan banjir, gempa bumi seperti apa," ujar Jokowi.

3 dari 4 halaman

Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Jakarta?

Setelah isu pemindahan ibu kota negara mencuat, Jakarta disebut-sebut akan sepi penduduk. Hal itu karena selama ini Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan bisnis di Indonesia.

Dengan adanya pembangunan infrastruktur transportasi seperti MRT, Jakarta diharapkan akan bertransformasi menjadi kota modern. Namun jika ibu kota negara dipindah, apakah harapan tersebut akan terwujud?

"Kita akan tetap dukung apa yang sudah dibangun di Jakarta. Kita pindahkan ibu kota bukan buat menyaingi Jakarta, kok. Lihat contoh Washington DC, apakah DC menyaingi New York? Pusat bisnis tersibuk, kan, tetap New York. Karena DC tidak didesain jadi seramai New York. Jadi, Jakarta tetap akan dikembangkan," ungkap Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Menurut Bambang, Jakarta tetap harus dibangun karena Indonesia butuh urbanisasi. Urbanisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Tiap 1 persen urbanisasi, lanjut Bambang, akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dunia rata-rata sebesar 3 persen. Namun di Indonesia, imbas tiap 1 persen urbanisasi hanya memberi kontribusi 1,4 persen pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini lantaran masih buruknya layanan dasar dan infrastruktur perkotaan.

Sementara, pemindahan ibu kota negara dirancang untuk fokus membangun ekosistem pemerintahan serta beberapa bisnis pendukung. Ini dilakukan demi mencapai pemerataan ekonomi dan pembangunan yang Indonesia-sentris.

4 dari 4 halaman

Pindah Ibu Kota Telan Biaya Rp 400 Triliun, Dari Mana Uangnya?

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah di luar pulau Jawa menyita perhatian. Berbagai aspek tentu harus diperhatikan agar proses pemindahan berjalan lancar, termasuk segi pembiayaan.

Pemindahan ibu kota negara menelan biaya yang tidak sedikit. Ada dua skema pemindahan yang diusulkan Bappenas, yaitu skema rightsizing dan tidak. Dengan skema rightsizing, biaya yang diperlukan sekitar Rp 323 triliun dan untuk skema non-rightsizing sekitar Rp 466 triliun.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan, sumber dana pemindahan ibu kota berasal dari APBN, BUMN, perusahaan swasta dan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Adapun untuk APBN akan kita minimalkan hanya untuk membiayai infrastruktur dasar. Kami upayakan agar tidak memberatkan APBN," ujarnya di Gedung Bappenas, Senin (30/4/2019).

Sementara untuk rinciannya, APBN nantinya dialokasikan untuk membangun infrastruktur dasar seperti fasilitas kantor pemerintahan dan parlemen. Dana dari BUMN akan digunakan untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial.

Sementara dari skema KPBU, dana akan digunakan untuk beberapa infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Untuk perusahaan swasta, murni dialokasikan untuk properti perumahan dan fasilitas sosial.

Rencana pemindahan ibu kota negara sendiri sudah disetujui Presiden Joko Widodo. Jokowi memilih ibu kota negara ditempatkan di luar Jawa demi pemerataan ekonomi.