Liputan6.com, Jakarta Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan hingga saat ini sebanyak 1.237 Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah diterbitkan. Namun angka tersebut baru separuh dari jumlah PNS yang seharusnya mendapatkan sanksi ini.
Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, pada 6 Maret 2019, BKN telah melayangkan imbauan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) agar melaksanakan penjatuhan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) bagi PNS terkena tindak pidana korupsi (Tipikor) dan telah berkekuatan hukum tetap (BHT). Penjatuhan sanksi pemberhentian ini paling lambat 30 April 2019 dan melaporkan pelaksanaannya kepada Kepala BKN dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Baca Juga
"Imbauan tenggat waktu ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor B/50 /M.SM.00.00/2019 tanggal 28 Februari 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjatuhan PTDH oleh PPK," ujar dia di Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Advertisement
Namun sampai hari ini baru 1.237 SK PTDH yang diterbitkan atau sekitar 53 persen dari total 2.357 SK PTDH yang seharusnya diterbitkan PPK, meliputi 58 PNS Pusat dan 1.179 PNS Daerah.
Pemberitahuan tenggat waktu ini merupakan progres tindak lanjut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BKN, Kementerian PANRB, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tanggal 13 September 2018 dengan Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 tentang Penegakan Hukum terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan.
"Pemberitahuan disampaikan kepada seluruh PPK instansi pusat dan daerah," kata dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kendala yang Dihadapi
Menurut Ridwan, ada sejumlah kendala yang menyebabkan belum menyeluruhnya penuntasan penerbitan SK PTDH sampai dengan tenggat waktu yang ditentukan hari ini. Antara lain, pertama, kesulitan instansi mendapat putusan pengadilan PNS Tipikor BHT dan tidak adanya kewajiban pihak pengadilan meneruskan putusan ke instansi. Dalam hal ini instansi yang dituntut bergerak proaktif mengajukan permintaan data ke pengadilan.
Kedua, beberapa instansi menunggu terbitnya putusan MK soal gugatan Pasal 87 ayat (4) huruf b dalam UU 5/2014 tentang ASN yang kerap dijadikan dalil penundaan melakukan pemberhentian.
Ketiga, terjadinya proses mutasi PNS Tipikor BHT sebelum mekanisme pemberhentian dilakukan oleh instansi asal, sehingga tidak masuk daftar pemblokiran data kepegawaian oleh BKN dan adanya PNS Tipikor BHT yang berstatus meninggal dunia sebelum dilakukan pemberhentian. Keempat, ditemukannya data sejumlah PPK belum memulai proses penerbitan PTDH.
"Kepada PPK yang tidak melaksanakan penerbitan SK pemberhentian PTDH PNS Tipikor BHT sampai dengan tanggal 30 April 2019 akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," tandas dia.
Â
Advertisement
Pemerintah Proses 990 Laporan PNS yang Tak Netral di Pilpres 2019
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menyebutkan, banyak laporan masuk terkait penyimpangan netralitas PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) pada penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Keterlibatan ASN (secara politik) memang banyak laporan masuk. Ini bukan perorangan ya, tapi secara umum," ungkap dia di Gedung Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Menindaki hal ini, ia melanjutkan, Kementerian PANRB akan menyelesaikannya secara komprehensif bersama seluruh instansi pemerintah, baik kementerian dan lembaga, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
"Tak hanya diselesaikan oleh Kementerian PANRB dan BKN, tapi semua kementerian dan lembaga dan pemerintahan provinsi-daerah akan kita rakor kan. Kemudian kita akan lihat skalanya seperti apa, indikasinya seperti apa," paparnya.
Keputusan ini diambil lantaran pemerintah harus melihat latar belakang serta dasar hukum atas kasus ini, sehingga tidak sembarang menghakimi.
"Kementerian PANRB adalah corong semua kementerian dan lembaga. Semua keputusan tentu harus didiskusikan terlebih dahulu oleh seluruh kementerian dan lembaga," tegas dia.