Sukses

Ada Kekhawatiran Resesi Ekonomi Global, Ini Kata Ekonom

Arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) lebih akomodatif pada 2019 dengan memberi sinyal akan menahan suku bunga acuan.

Liputan6.com, Jakarta - Chief Economist and Invesment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan mengomentari isu resesi ekonomi yang tengah merebak. Diketahui, isu ini muncul di tengah perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Di tengah perlambatan ekonomi Amerika Serikat tersebut, terlihat ada inversi imbal hasil, dengan imbal hasil obligasi jangka panjang pernah berada di level Iebih rendah daripada imbal hasil obligasi jangka pendek.

Hal ini membuat pelaku pasar khawatir akan terjadi resesi dalam 12 sampai 24 bulan ke depan. 

Katarina mengatakan, masih terlalu dini jika mengkhawatirkan akan terjadi resesi ekonomi. Sebab kondisi perekonomian global saat ini berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya.

"Terlalu dini untuk mengatakan resesi akan terjadi, karena kondisi saat ini berbeda dengan sebelumnya," ucap Katarina Setiawan dalam acara Market Update di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Dia menjelaskan, arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) lebih akomodatif pada 2019 dengan memberi sinyal akan menahan suku bunga acuan. 

"The Fed beranjak menjadi dovish, sementara pada periode sebelumnya The Fed terus menaikkan suku bunga," ujar Katarina.

Selain itu, periode inversi imbal hasil kali ini hanya terjadi selama 7 hari. Hal ini tentu berbeda dengan periode resesi sebelumnya. Menurut dia akan terjadi resesi ekonomi bila inversi imbal hasil lebih dari 4 bulan.

"Ini bukan sinyal yang kuat (akan terjadi resesi ekonomi. Karena tahun ini periode inversi imbal hasil hanya 7 hari. Pada periode-periode sebelumnya inversi terjadi selama lebih dari 4 bulan," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

BI Berpeluang Turunkan Suku Bunga Acuan

Sebelumnya, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Management Indonesia, Ezra Nazula, mengatakan pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve/The Fed pada 2019  tidak akan seagresif pada tahun lalu. Hal ini membuka ruang pemangkasan suku bunga BI.

Dia menuturkan, pemangkasan suku bunga atau stimulus moneter dapat mendukung peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu, tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mulai mereda, dan stabilitas rupiah semakin terlihat. 

"Narasi dovish The Fed di akhir bulan Maret membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pemangkasan suku bunga Iebih cepat dari perkiraan, selama data-data ekonomi dalam negeri seperti inflasi, deflsit neraca berjalan, serta nilai tukar Rupiah cenderung stabil dan suportif," kata dia, di Gedung Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Pemangkasan suku bunga diperkirakan menguntungkan obligasi bertenor pendek dan tenor panjang.

Obligasi tenor pendek yang cenderung Iebih sensitif terhadap perubahan suku bunga, akan bergerak Iebih dulu dengan besaran penurunan imbal hasil yang dipengaruhi seberapa besar ekspektasi penurunan suku bunga acuan. 

"Penurunan imbal hasil tenor pendek ini akan diikuti penurunan imbal hasil obligasi tenor panjang. 

Berbicara mengenai pemilu, Ezra melihat pemilu yang berlangsung kondusif akan dukung pasar obligasi. Hilangnya ketidakpastian politik dapat mendorong dana masuk. baik daari investor domestik maupun global. Sejauh ini, target obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun masih berada di kisaran 7,0 persen hingga 7,5 persen. 

"Target ini masih bisa direvisi turun jika Bl melakukan pemangkasan suku bunga," imbuhnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Berpotensi Turunkan Suku Bunga Acuan pada Semester II

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan mengatakan pihaknya prediksi pemangkasan suku bunga BI belum akan terjadi pada semester pertama 2019.

"Tapi ini kayaknya tidak akan terjadi di semester pertama ini, mungkin bisa di semester kedua. Bisa juga mundur ke tahun depan," ungkapnya.

Bank Indonesia, kata Katarina, tentu akan memperhatikan kebijakan The Fed ke depan, sebelum memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan.

"Sekarang 6 persen BI 7-days Repo Rate. Kalau the Fed turunkan suku bunga ada ruang bagi BI untuk turunkan juga suku bunga," tandasnya.

Â