Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga periode Januari 2019 telah mencapai sebanyak 1.597 BPR. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Ayahandayani mengatakan, dari 1.597 BPR tersebut sebanyak 69 persen atau 1.102 BPR penyebarannya masih berpusat di Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan sisanya 31 persen atau sebesar 495 berada di luar Jawa dan Bali.
"Kondisi ini sudah mulai baik. Dahulu di atas 80 persen di Jawa dan Bali, karena adanya kebijakan otoritas maka meluas di luar Jawa Bali," ujar dia dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, Jumat (3/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ayahandayani mengatakan, berdasarkan klasifikasi modal inti dari sebaran BPR tersebut cenderung terkonsentrasi pada kelas BPRKU 1. Modal inti dari BPR ini kurang dari Rp 15 miliar atau paling sedikit sekitar Rp 6 miliar.
"BPRKU1 sebagian besar BPR ada di sana semua di bawah Rp 15 miliar. 722 BPR separuhnya masih memiliki modal inti di bawah Rp 6 miliar," ujar dia.
Di samping itu, perkembangan kinerja industri BPR juga menunjukan tren positif. Secara aset pada pada periode Januari tumbuh 7,69 persen secara year on year (yoy) atau sebesar Rp 135,5 miliar.
Kemudian dana pihak ketiga juga mengalami pertumbuhan sebesar 8,59 persen secara (yoy) atau sekitar Rp 92,5 miliar. Pertumbuhan ini juga diikuti kredit yang sebesar 10,19 persen secara (yoy) atau Rp 98,6 miliar.
"BPR tetap mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2013 sampai 2018 agak sedikit melandai karena ada persaingan di tahun 2017-2018" pungkasnya.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
OJK Cabut Izin Usaha BPR Sinarem
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sinarenam Permai Jatiasih. BPR ini beralamat di Komplek Grand Bekasi Centre Blok A Nomor 15, Jalan Cut Meutia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Pencabutan izin usaha BPR Sinarenam Permai Jatiasih dikeluarkan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) NomorKEP-186/D.03/2018 pada 8 November 2018.
"Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih, terhitung sejak 8 November2018," jelas Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Sarwono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 8 November 2018.
Sebelumnya, sesuai dengan POJK Nomor 19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 56/SEOJK.03/2017 yaitu tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, BPR Sinarenam Permai Jatiasih sejak 25 Juli 2018.
BPR ini telah ditetapkan menjadi status Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) karena rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang kurang dari 0 persen.
Penetapan status BDPK tersebut disebabkan lemahnya pengelolaan manajemen BPR yang tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan asas perbankan yang sehat.
Status tersebut ditetapkan dengan tujuan agar pengurus atau pemegang saham melakukan upaya penyehatan.
Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, upaya penyehatan yang dilakukan pengurus atau pemegang saham untuk keluar dari status BDPK dan BPR dapat beroperasi secara normal dengan rasio KPMM paling kurang sebesar 8 persen, tidak terealisasi.
"Mempertimbangkan kondisi keuangan BPR yang semakin memburuk dan pernyataan ketidaksediaan dari Pemegang Saham dalam menyehatkan BPR tersebut serta menunjuk Pasal 38POJK di atas, maka OJK mencabut izin usaha BPR tersebut setelah memperoleh pemberitahuan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," jelas Sarwono.
Dengan pencabutan izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih, selanjutnya LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
"OJK menghimbau nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Sinarenam Permai Jatiasih agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku," dia menandaskan.
Â
Advertisement
OJK Ungkap Kasus Pidana BPR MAMS di Bekasi
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Komisaris PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Multi Artha Mas Sejahtera (MAMS), berinisial H dengan nilai Rp 6,280 miliar. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.
Diketahui, OJK sebagai otoritas pengatur dan pengawas lembaga jasa keuangan telah mencabut izin usaha BPR Multi Artha Mas Sejahtera yang berada di Kota Bekasi.
Pencabutan izin ini dikeluarkan melalui keputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor 16/KDK.03/2016 tanggal 21 Desember 2016 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Multi Artha Mas Sejahtera.
Kepala Dapartemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Rokhmad Sunanto mengungkap motif yang dilakukan Komisaris BPR MAMS tersebut yakni dengan membuat catatan palsu pada pembukuan pelaporan keuangan.
Dengan sengaja, BPR MAMS tidak melakukan pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan kegiatan usaha, transaksi ke rekenig perusahaan tersebut.
"Tahun 2013 komisaris BPR ini memang sudah punya niat jahat membuat atau membuka rekening pribadi di BCA. Tujuannya dengan adanya rekening itu, dia memerintahkan direktur oprasional untuk memindahkan keuangan dari BPR ke rekening pribadi supaya bunganya lebih besar," ujar dia saat konferensi pers di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Jakarta, Selasa, 21 Agustus 2018.
Rokhmad mengatakan, dalam melakukan penyidikan OJK tidak serta merta langsung melakukan tindakan. Terlebih ada beberapa tahapan yang dilakukan, yakni dengan cara melakukan pembinaan terlebih dahulu.
"Loh kok ini ada pentransferan, ini enggak boleh harus menggunakan rekening perusahaan tapi justru malah ke rekening pribadi. OJK melakukan penyidikan ada tahapannya," ujar dia.
"Begitu ada kekeliruan dilakukan pembinaan dulu. Tujuannya jangan sampai ada proses hukum ke bank ini supaya tidak ada pengaruh keperekonomian negara," tutur dia.
Rokhmad melanjutkan, dalam kasus ini, OJK sebetulnya sudah menemukan langkah-langkah dalam melakukan penindakan.
Â
Â