Sukses

Perkuat Modal Inti BPR, OJK Bakal Terbitkan Aturan Merger

Dalam POJK tersebut diatur dan ditetapkan seluruh BPR wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 miliar paling lambat 31 Desember 2019.

Liputan6.com, Bandung - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengeluarkan peraturan OJK terkait penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Aturan ini ditargetkan bakal dirilis Juni 2019.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Ayahandayani mengatakan, aturan ini bertujuan untuk memperkuat kewajiban BPR dalam memperoleh modal inti minimum.

Sebab, selama ini kebanyakan BPR masih belum memenuhi modal inti sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum.

Dalam POJK tersebut diatur dan ditetapkan seluruh BPR wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 miliar paling lambat 31 Desember 2019, dan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar paling lambat 31 Desember 2024.

Ayahandayani mengatakan, penguatan dalam aturan tersebut bisa melalui akuisisi, konsolidasi, maupun merger. Dengan demikian, akan mempermudah BPR dalam memenuhi kewajiban aturan tersebut.

"Aturannya keluar Juni. Mereka memang harus perkuat internal. Kalau mereka sendiri-sendiri kan mereka wajib memenuhi ketentuan pengurusan, tapi kalau merger mereka akan lebih efisien dan lebih tidak lagi sendiri-sendiri," kata dia dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa, di Bandung, Jumat (3/5/2019).

OJK mencatat sebanyak 722 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tersebar di seluruh Indonesia belum memenuhi ketentuan modal inti.

Dari jumlah tersebut sebanyak 374 belum memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 3 miliar. Sementara sisanya sebanyak 348 BPR belum memenuhi sebesar Rp 6 miliar.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

BPR Banyak Terpusat di Jawa dan Bali

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga periode Januari 2019 telah mencapai sebanyak 1.597 BPR. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Ayahandayani mengatakan, dari 1.597 BPR tersebut sebanyak 69 persen atau 1.102 BPR penyebarannya masih berpusat di Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan sisanya 31 persen atau sebesar 495 berada di luar Jawa dan Bali.

"Kondisi ini sudah mulai baik. Dahulu di atas 80 persen di Jawa dan Bali, karena adanya kebijakan otoritas maka meluas di luar Jawa Bali," ujar dia dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, Jumat, 3 Mei 2019.

Ayahandayani mengatakan, berdasarkan klasifikasi modal inti dari sebaran BPR tersebut cenderung terkonsentrasi pada kelas BPRKU 1. Modal inti dari BPR ini kurang dari Rp 15 miliar atau paling sedikit sekitar Rp 6 miliar.

"BPRKU1 sebagian besar BPR ada di sana semua di bawah Rp 15 miliar. 722 BPR separuhnya masih memiliki modal inti di bawah Rp 6 miliar," ujar dia.

Di samping itu, perkembangan kinerja industri BPR juga menunjukan tren positif. Secara aset pada pada periode Januari tumbuh 7,69 persen secara year on year (yoy) atau sebesar Rp 135,5 miliar.

Kemudian dana pihak ketiga juga mengalami pertumbuhan sebesar 8,59 persen secara (yoy) atau sekitar Rp 92,5 miliar. Pertumbuhan ini juga diikuti kredit yang sebesar 10,19 persen secara (yoy) atau Rp 98,6 miliar.

"BPR tetap mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2013 sampai 2018 agak sedikit melandai karena ada persaingan di tahun 2017-2018," pungkasnya.

 

Â