Liputan6.com, New York - Harga minyak naik tipis menyambut akhir pekan ini seiring data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat.
Hal tersebut mendorong sentimen permintaan dan kerugian produksi akibat sanksi yang dilanda Iran dan Venezuela sehingga memperketat pasar.
Akan tetapi, harga minyak cenderung melemah selama sepekan. Hal itu dipicu lonjakan persediaan minyak mentah AS.
Advertisement
Harga minyak Brent ditutup ke posisi USD 70,85 per barel, naik 10 sen. Selama sepekan, harga minyak acuan ini merosot 2,6 persen.
Baca Juga
Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik 13 sen ke posisi USD 61,94 per barel. Selama sepekan, harga minyak WTI susut tiga persen, dan alami penurunan mingguan berturut-turut.
Laporan pekerjaan AS menunjukkan pertumbuhan yang melonjak pada April 2019. Kemudian tingkat pengangguran turun ke level terendah lebih dari 49 tahun di kisaran 3,6 persen. Ini meningkatkan harapan kalau permintaan minyak mentah akan tetap kuat.
"Jika lebih banyak orang akan bekerja, mereka harus mengemudi dan mengambil transportasi untuk sampai ke sana. Ini indikasi bagus yang bisa kita harapkan untuk melihat permintaan bensin, minyak meningkat hingga musim panas," ujar Phil Streiblle, Analis RJO Futures, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (4/5/2019).
Ia menuturkan, bursa saham AS menguat dan dolar AS melemah mendukung harga minyak berjangka. Harga minyak cenderung mengikuti pergerakan wall street atau bursa saham AS.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Akan tetapi, keuntungan di pasar minyak dibatasi oleh laporan yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS melonjak ke level tertinggi sejak September 2017 dan produksi mencapai rekor 12,3 juta barel per hari pada pekan lalu.
Ekspor minyak mentah AS menembus 3 juta barel per hari pada November untuk pertama kalinya dan mencapai puncak 3,6 juta barel per hari pada awal tahun ini.
Hitungan rig pada pekan ini menunjukkan perusahaan energi menambahkan rig pengeboran minyak mentah untuk pertama kalinya dalam tiga minggu. Hal itu berdasarkan data perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes.
Selain itu, sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela, pengurangan pasokan yang dipimpin oleh OPEC dan sekutunya yang dikenal OPEC+ membantu perketat pasar dan mendukung harga.
Rusia, bagian dari OPEC+ memangkas produksi minyak sebanyak 10 persen selama beberapa hari karena ekspornya mengalami gangguan akibat kontaminasi minyak mentah dalam pipa besar ke Eropa dan di pelabuhan utama pengiriman. Hal itu berdasarkan sumber Reuters.
Di sisi lain produksi Arab Saudi bisa sedikit lebih tinggi pada Juni untuk memenuhi permintaan domestik untuk pembangkit listrik. Meski pun output akan tetap dalam kuota pasokan.
Berdasarkan sumber, eksportir minyak mentah utama dunia itu diperkirakan produksi sekitar 10 juta barel per hari pada Mei. Angka ini sedikit lebih tinggi pada April. Akan tetapi masih di bawah kuota 10,3 juta barel per hari.
Advertisement