Sukses

Ibu Kota Negara Pindah, Layanan Pemerintahan Menurun?

Pemerintah berencana memindahkan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta. Dari berbagai opsi yang ditawarkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih bakal memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.

Pemindahan ibu kota negara ini nampaknya tidaklah mudah, meski beberapa negara terbukti sukses memindahkannya, seperti Amerika Serikat (AS) dari New York ke Washington DC dan Australia dari Sydney ke Canberra.

Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct), Ronny P Sasmita menilai, sebelum pemindahan ibu kota negara, pemerintah harus memastikan pelayanan pemerintahan tidak menurun.

Saat ini, pusat ekonomi memang berada di Pulau Jawa. Jika pusat pemerintahan dipindahkan ke luar Pulau Jawa, dia khawatir pelayanan pemerintahan justru akan menurun.

"Sebagai orang di Pulau Jawa yang kue ekonominya besar, lantas ibu kotanya ada di luar Jawa, gimana kira-kira. Kue ekonomi besar otomatis aktifitas ekonominya tinggi, lalu segala urusan sama pemerintah malah ada di Kalimantan, kira-kira makin sulit apa makin mudah," kata Ronny saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (5/5/2019).

Jika melihat dari AS dan Australia yang sukses memindahkan ibu kota negara, ada satu hal dasar yang harus juga diperhatikan pemerintah Indonesia, yaitu dalam geografis.

New York ke Washington DC dan Sydney ke Canberra semuanya lokasinya tidak terlalu jauh. Dia juga menilai, aspek infrastruktur di Kalimantan juga belum terlalu lengkap. Memang dari sisi lahan, masih tersedia cukup luas.

Dengan kata lain, pemerintah harus membangun infrastruktur mulai dari nol jika memang akan pindah ke Kalimantan. Lebih masuk akal, dia menyebutkan, ibu kota negara dipindahkan di kota lain yang masih berada di Pulau Jawa.

"Kalau ditanya idealnya secara geografis dan ekonomi, ya Yogya. Itu ditengah banget, mewakili ukuran kue ekonomi per pulau. Jawa terbesar, maka layak di Jawa Ibu Kotanya, opsi tengahnya Jogya," pungkas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Bappenas Lakukan Kajian Pemindahan Ibu Kota 1,5 Tahun

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa. Namun, hingga saat ini pemerintah belum mengungkap lokasi ibu kota baru.

Staf khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika, menegaskan, rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa bukan hanya keinginan pemerintah semata. Rencana tersebut merupakan hasil dari penyerapan aspirasi berbagai pihak.

"Rencana pemindahan ibu kota tak boleh jadi agenda elite saja, tidak boleh jadi hasrat kelompok tertentu saja, tetapi ini merupakan pantulan dari aspirasi semua pihak, bukan hanya pemerintah saja," kata dia, di Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019.

Pihak-pihak yang turut terlibat memberikan aspirasi tersebut mulai dari para akademisi hingga para penggerak ekonomi. Dengan demikian, rencana pemindahan ibu kota dapat mengakomodasi kepentingan nasional.

Dengan demikian, pemindahan ibu kota ke luar pulau Jawa dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, dalam bentuk pemerataan pembangunan dan ekonomi.

"Terutama membangun di daerah-daerah yang masih tertinggal. Hingga saat ini, pemerintah sudah memiliki bahan-bahan untuk mengimplikasikan keputusan pemindahan ibu kota," ungkap dia.

Erani pun menegaskan, Presiden Joko Widodo sesungguhnya telah memerintahkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk melakukan kajian sejak 1,5 tahun lalu.

"Presiden memberikan tugas kepada Bappenas untuk melakukan kajian terkait pemindahan Ibu Kota kurang lebih sudah 1,5 tahun. Jadi ini bukan rencana dadakan," katanya.

"Setelah kurang lebih 1,5 tahun Bappenas sekarang sudah memiliki kajian yang memadai," tandas Erani. 

 

3 dari 3 halaman

Kata JK

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kallla (JK) mengaku, masih mengkaji rencana pemindahan Ibu Kota di luar Jawa. Menurut JK, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi agar rencana pemindahan Ibu Kota bisa terealisasi.

"Belum diputuskan di mananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya. Sudah disepakati syaratnya, yang diajukan Bappenas itu. Syaratnya berat memang, memilihnya tidak mudah," kata JK, di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa, 30 April 2019.

Seperti dilandasir dari Antara, JK mengatakan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya lokasi yang strategis berada di tengah Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, dan memiliki risiko kecil terhadap bencana alam.

Selain itu, daerah tersebut juga harus memiliki luas lahan kosong minimal 60.000 hektare.

"Boleh di Kalimantan, boleh di Sulawesi. Contohnya yang memenuhi di tengah itu Sulawesi, tapi tidak ada lahan kosong yang siap. Ada lagi yang siap, ada bahaya patahan-patahan di situ," ungkap JK.