Sukses

Pengusaha Pastikan Harga Produk Makanan Tak Naik Selama Ramadan

Produsen makanan dan minuman memastikan tidak akan menaikkan harga produknya selama Ramadan dan Lebaran.

Liputan6.com, Jakarta - Produsen makanan dan minuman memastikan tidak akan menaikkan harga produknya selama Ramadan dan Lebaran.

Meski pada periode tersebut permintaan akan makanan dan minuman cenderung mengalami kenaikan.

Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil menengah (UKM) Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Irwan S Widjaja mengatakan, pihaknya telah antisipasi terkait lonjakan permintaan. Salah satunya dengan menyiapkan stok bahan baku lebih banyak dari biasa jelang Ramadan.

"Karena hampir setiap tahun kita sudah menyiapkan stok bahan baku hampir jauh-jauh hari. Biasanya (stok) kita tingkatkan 1-2 kali," ujar dia di Jakarta, Senin (6/5/2019).‎

Selain itu, lanjut dia, produsen makanan dan minuman juga biasanya meningkatkan produksinya jelang Ramadan hingga pekan ke-3 jalannya bulan puasa. Hal ini guna memenuhi permintaan selama Ramadan dan sebagai stok Lebaran.

"Menjelang puasa kapasitas produksi kita tingkatkan. Karena kalau puasa itu, durasi kerja sama tetapi jam kerjanya tidak maksimal karena puasa. Kita tambah dari dua shif menjadi tiga shift untuk memenuhi permintaan di lapangan," kata dia.

Dengan langkah-langkah tersebut, Irwan memastikan tidak ada lonjakan harga produk makanan dan minuman selama Ramadan, meski permintaannya meningkat.

"Kita berusaha untuk tidak melakukan kenaikan harga, untuk stabilkan harga," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Penjualan Makanan Bakal Naik 10 Persen Selama Ramadan

Sebelumnya, penjualan produk makanan dan minuman diprediksi naik 10 persen selama Ramadan. Angka tersebut cenderung stagnan bahkan lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya.

Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil menengah (UKM) Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Irwan S Widjaja mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, selama Ramadan terjadi lonjakan penjualan makanan dan minuman mencapai 12 persen. Namun, pada 2019 diperkirakan hanya sekitar 10 persen.

"Tahun sebelumnya naik rata-rata sebesar 9 persen-12 persen. Tahun ini kita prediksi paling tidak sampai 10 persen," ujar dia dalam Kongres Nasional Assessment Center Indonesia (KNACI) ke-5 di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Dia mengungkapkan, stagnannya pertumbuhan penjualan ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu karena perubahan pola konsumsi masyarakat dengan hadirnya layanan ojek online. Adanya layanan seperti ini masyarakat mulai beralih untuk membeli makanan dan minuman di restoran.

"Penjualan ada kemungkinan mengalami kenaikan, tapi tidak bisa diprediksi. Karena dulu pola belanja dari konsumen mereka beli makanan olahan untuk disimpan. Tetapi sekarang banyak beli makanan jadi karena sekarang sudah ada layanan seperti Go-Food dan Grab Food, itu ada sedikit peralihan ke sana," kata dia.

Namun demikian, Irwan menyatakan kenaikan penjualan pada tiap jenis makanan berbeda-beda. Untuk jenis makanan instan dan frozen food diperkirakan mengalami paling tinggi.

Hal ini juga didorong oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, khususnya di perkotaan yang cenderung membutuhkan produk makanan yang cepat saji dan siap santap.‎

"Tetapi ada puluhan ribu jenis makanan, ada yang kenaikannya biasa, ada yang kenaikannya tinggi seperti makanan yang ready to eat seperti chicken nugget atau frozen food lain. Kemudian yang instan-instan seperti mie instan. Kenapa? Karena gaya hidup sekarang berbeda seperti dulu. Sekarang orang terkejar waktu," tandas dia.‎

 

3 dari 3 halaman

Bulog Akui Harga Telur Ayam Sulit Dikendalikan

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyebut ada beberapa komoditas pangan yang dianggap harganya sulit untuk dikendalikan pada saat Ramadhan dan Lebaran. Salah satunya yakni harga telur ayam.

"Saya bilang kemungkinan agak susah telur ya telur ayam," kata Buwas saat ditemui di Jakarta, Minggu, 5 Mei 2019.

Meski sulit dikendalikan namun pihaknya telah memiliki sejumlah cara untuk menekan harga telur ditingkat pasar. Salah satunya dengan menggandeng para peternak ayam petelur untuk lakukan operasi pasar.

"Kita sudah berusaha karena peternak-peternak ayam petelur sudah siap juga sebetulnya. Kita sudah kerja sama kepada para peternak dengan petelur ayam dan perusahan besar petelur sudah siap. Kita sudah membeli untuk operasi pasar," katanya.

Di samping itu, Mantan Kepala BIN ini juga memastikan bahwa ketersedian stok bahan komoditas pangan lainnya terjamin. "Gula aman. daging ayam stok banyak, daging kerbau kita banyak," ujar pemimpin Bulog.

Sebelumnya, Buwas juga memastikan memastikan ketersediaan beras selama bulan Ramadan aman, bahkan hingga akhir tahun stok beras masih stabil.

"Kalau beras saya jamin Insya Allah sampai akhir tahun ini tidak akan ada impor, gitu loh. Nanti saya buktikan," kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan

Dia menyebut, hingga saat ini tercatat sudah ada 2,1 juta ton beras di gudang Bulog. Tidak menutup kemungkinan stok beras terus bertambah bila petani di sejumlah daerah di Tanah Air memanen padi.

"Ya pasti lah. Sampai sekarang beras kita enggak keluar tapi menyerap terus jadi nambah-nambah," ujarnya.

Â