Sukses

Ekonomi Global Melambat Jika Perang Dagang AS-China Memanas

Indonesia akan terus mengantisipasi sejumlah kemungkinan yang akan terjadi akibat perang dagang tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, tarif impor barang China senilai USD 200 miliar akan meningkat menjadi 25 persen. Kondisi tersebut memunculkan anggapan perang dagang antara China dan AS memanas serta belum mendapat titik temu.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi ekonomi global yang saat ini melambat akan semakin lemah apabila perang dagang tak kunjung mereda. Meski demikian, belum dapat dihitung dampak secara keseluruhan terhadap pertumbuhan global.

"Orang kita belum tahu seperti apa persisnya ini semua. Kita tunggu saja dulu. Jangan ditebak-tebak deh. Yang jelas sekarang ini ekonomi dunia sedang melambat dan bisa melambat lagi kalau dia lakukan (Trump menaikkan tarif ke China)," ujar Menko Darmin di Shangrila, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Indonesia sendiri kata Menko Darmin, akan terus mengantisipasi sejumlah kemungkinan yang akan terjadi akibat perang dagang tersebut. Pemerintah akan terus mengupayakan ekspor tetap berjalan meski ekonomi global melemah.

"Kalau mereka bisa menyelesaikan perang dagang ini, semua akan lebih baik, dunia akan normal. Kalau tidak, ya akan ada tekanan bagi dunia, tidak hanya bagi Indonesia, yang sebetulnya sudah mulai dianggap lebih normal belakangan ini," jelasnya.

"Jadi, tergantung seperti apa nanti, katanya perwakilan China juga akan datang ke Washington. (Ekspor) kita tentu punya cara jalan kita sendiri, supaya kita bisa tetap mendorong ekspor," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Perang Dagang Terus Tekan Rupiah hingga Sentuh 14.355 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. Pelemahan ini seiring memanasnya tensi perang dagang.

Mengutip Bloomberg, Kamis (9/5/2019), rupiah dibuka di angka 14.306 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.295 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus melemah ke 13.351 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.306 per dolar AS hingga 14.355 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 0,26 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.338 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.305 per dolar AS.

"Rupiah masih kecenderungan melemah. Seperti biasa, trade war ini memang merugikan negara-negara emerging market," kata analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi dikutip dari Antara.

Berdasarkan keterangan Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) pada Rabu malam, tarif impor dinaikkan dari 10 persen menjadi 25 persen terhadap produk China ke AS senilai USD 200 miliar dan akan berlaku mulai 10 Mei 2019.

Menurut Dini, Presiden AS Donald Trump tidak ambil pusing jika perang dagang terus berlanjut dan bersikeras agar China tidak melakukan hal-hal yang dianggap bisa merugikan AS.

Selain itu pelemahan rupiah juga akan dipicu kekhawatiran tertekannya defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD), yang datanya akan dirilis oleh Bank Indonesia hari ini.

"CAD kita juga kan mengkhawatirkan, soalnya harga minyak dunia lagi menguat tajam. Itu yang bisa mengancam CAD," ujar Dini.

3 dari 3 halaman

Cuitan Presiden AS Donald Trump

Sebelumnya, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS imbas sentimen global. Salah satunya negosiasi perdagangan antara AS-China.

Cuitan Presiden AS Donald Trump pada akhir pekan lalu waktu setempat telah membuat pasar keuangan global tertekan. Hal ini juga berdampak terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa pekan ini.

"Statement Trump akan tetap berlakukan tarif terhadap produk China menjadi sentimen negatif ke pasar. Mata uang di Asia terkoreksi termasuk yuan melemah cukup signifikan, dan rupiah hingga ke posisi 14.300," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menuturkan, pelaku pasar masih mencermati perkembangan negosiasi perdagangan AS-China. Apalagi sebagian negosiator China juga akan tetap ke Washington, AS untuk melanjutkan perundingan. Josua mengatakan, sentimen eksternal ini lebih mendominasi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ketimbang sentimen internal, salah satunya rilis data ekonomi Indonesia.

"Pasar mencermati perang dagang AS-China. Pernyataan Trump perlu dikonfirmasikan lagi yang berencana menaikkan tarif impor produk China pada pekan ini," kata dia.

Tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2019 di kisaran 5,07 persen. Pertumbuhan ekonomi ini di bawah konsensus pasar. Akan tetapi, Josua menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai itu faktor musiman dan ada kenaikan tarif transportasi.

Konsumsi masyarakat akan meningkat seiring ada momen Lebaran dan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS).

Hal ini dapat dongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II dan III. Namun, Josua mengingatkan pemerintah untuk mengelola kepercayaan investor mengingat pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5,2 persen-5,3 persen pada 2019.

"Pemerintah perlu jaga ekspektasi investor atau dikelola ekspektasinya karena pertumbuhan ekonomi dalam APBN sekitar 5,2 persen-5,3 persen," tutur dia.

Josua memperkirakan, rupiah akan bergerak di kisaran 14.275-14.350 per dolar AS pada Selasa pekan ini. Ia menuturkan, pelemahan rupiah masih wajar mengingat aliran dana investor asing masih masuk ke Indonesia. Bank Indonesia (BI) pun akan berada di pasar untuk menstabilkan.

Video Terkini