Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan akan mulai menekan impor minyak dan gas (migas) dengan menggunakan migas olahan dalam negeri guna memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.
"Mulai bulan depan, migas terutama avtur dan solar, kita tidak akan impor. Kita mau pakai produk kita di dalam dan diolah di sini," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dikutip dari Antara, Jumat (10/5/2019).Â
Advertisement
Baca Juga
Darmin mengakui salah satu penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan pada Kuartal I 2019 sebesar 2,6 persen terhadap PDB adalah impor migas. Oleh karena itu, lanjut dia, penggunaan migas produksi dalam negeri ini akan mampu mengurangi baik ekspor maupun impor migas dalam waktu dekat.
"Pertamina sepertinya sudah bisa mengolah crude oil menjadi avtur dan solar sesuai kebutuhan dalam negeri dari segi jumlah maupun kualitas," katanya.
Ia menambahkan upaya ini dilakukan sejalan dengan kebijakan lain untuk meningkatkan ekspor nonmigas yang selama ini belum sepenuhnya membantu penguatan neraca perdagangan.
"Ini akan menolong transaksi berjalan, di samping upaya-upaya mendorong ekspor. Jadi oke memburuk sedikit triwulan I, tapi triwulan berikutnya tidak," ujar Darmin.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I Surplus USD 2,4 Miliar
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan jika defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I 2019 tercatat membaik dibandingkan tahun lalu, sehingga hal ini dapat menopang ketahanan sektor eksternal perekonomian Indonesia.
Dilansir dari laman Bank Indonesia, defisit neraca transaksi berjalan kuartal I 2019 tercatat sebesar USD 7 miliar (2,6 persen dari PDB), sedangkan tahun lalu mencapai USD 9,2 miliar (3,6 persen dari PDB).
Penurunan defisit neraca transaksi berjalan ini didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas.Â
BACA JUGA
Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih signifikan dibandingkan penurunan ekspor. Ini tentunya sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor dalam beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018.
Sementara itu, defisit neraca jasa mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan (travel), seiring dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun di tengah impor jasa pengangkutan barang (freight) yang juga menurun akibat pola musimannya.
Advertisement
Transaksi Modal dan Finansial Surplus
BI menyatakan jika saat ini transaksi modal dan finansial pada kuartal pertama 2019 mencatat surplus yang cukup tinggi yaitu sebesar USD 10,1 miliar. Angka ini disebabkan tingginya aliran investasi langsung yang masuk.
Selain itu, ini juga sebagai salah satu bukti jika para investor telah begitu optimistis akan prospek perekonomian Indonesia.
Tingginya pemasukan dari aliran investasi langsung ini disebabkan dari berkurangnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global. Namun ternyata, surplus tahun ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya karena adanya pembayaran obligasi global pemerintah yang jatuh tempo.
Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I 2019 mencatat surplus sebesar USD 2,4 miliar.
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 menjadi sebesar USD 124,5. Jumlah ini setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Perkuat Koordinasi
Kinerja NPI diperkirakan akan membaik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. Untuk itu, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% dari PDB pada 2019.
BI juga akan senantiasa mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI, seperti pertumbuhan ekonomi global yang melambat, masih adanya ketidakpastian di pasar keuangan global, serta volume perdagangan dunia dan harga komoditas global yang cenderung menurun.
Tidak hanya itu saja, BI juga akan terus memperkuat kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural.
Advertisement