Sukses

Neraca Dagang April Defisit USD 2,5 Miliar, Ini Respons Sri Mulyani

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 defisit sebesar USD 2,50 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 defisit sebesar USD 2,50 miliar.

Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas dan non migas masing-masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, apabila melihat dari komposisinya tentu ini menjadi kondisi yang perlu diperhatikan. Sebab, menurut dia, impor maupun ekspor Indonesia sama-sama menurun.

"Walaupun impor kontraksi, tetapi ekspor juga kontraksi lebih dalam. Jadi ini faktor dari ekspor yang sebetulnya mengalami pelemahan yang juga kita mesti waspada," kata dia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Sri Mulyani mengatakan, dari sisi impor, untuk bahan baku dan barang modal juga perlu diantisipasi terhadap pelaku industri yang menggunakan kompenen tersebut. Sebab ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

"Sebetulnya signal ini menggambarkan bahwa ekonomi dunia memang mengalami situasi yang tidak mudah.  Dan Indonesia kalau ingin tetap menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen berarti dari sisi komposisi pertumbuhannya itu terutama yang untuk industri manufaktur itu akan mengalami tekanan yang cukup dalam," ujar dia.

Di samping itu, Bendahara Negara Ini juga tengah mendalami penyebab defisitnya neraca perdagangan pada April 2019.

Terutama melihat apakah ada volume impor yang melambat terutama pada kuartal I  yang kemudian baru direalisasikan pada April.

"Mungkin mereka melakukan kalkulasi nanti sesudah Lebaran akan ada libur yang panjang lagi jadi semuanya ditumpukkan di bulan April. Jadi Januari-Maret slowdown sekarang di stok tinggikan karena nanti antisipasi. Tetapi saya akan lihat setiap komposisinya," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit pada April tersebut merupakan terbesar sejak Juli 2013. Menurut catatan BPS, defisit yang hampir sama pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar USD 2,33 miliar.

"Menurut data kami, yang sekarang ada, itu terbesar di Juli 2013 sekitar USD 2,33 miliar. Lalu April ini, sebesar USD 2,50 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Neraca Dagang

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada April 2019 sebesar USD 15,10 miliar atau naik 12,25 persen jika dibandingkan dengan Maret 2019. Dengan demikian, secara kumulatif impor Indonesia dari Januari hingga April tercatat sebesar USD 55 miliar.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, tiga negara besar pemasok barang impor sepanjang Januari hingga April adalah China, Jepang dan Thailand. Dari tiga negara tersebut China menempati urutan pertama dengan nilai barang impor mencapai USD 14,37 miliar. 

"Tiga negara pengimpor terbesar adalah Tiongkok (China), Jepang dan Thailand," ujar Suhariyanto saat memberi keterangan pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.

Suhariyanto mengatakan, Indonesia sejauh ini juga masih mengalami defisit perdagangan cukup besar terhadap China. Hingga April 2019, defisit perdagangan Indonesia terhadap negara tirai bambu tersebut sebesar USD 7,1 miliar. 

"Khusus April defisit dengan Tiongkok itu sebesar USD 1,9 miliar," ujar Suhariyanto. 

Defisit perdagangan dengan China utamanya dipicu oleh impor non migas. Menurut data BPS, sepanjang April 2019 China mengimpor barang non migas sebesar USD 0,73 miliar terbesar di antara 13 negara pemasok barang non migas ke Indonesia.Â