Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis upah nominal harian buruh tani nasional pada April 2019 mengalami kenaikan tipis sebesar 0,15 persen dibanding Maret 2019. Kenaikan tersebut dari Rp 53.873Â menjadi Rp 53.952 per hari.Â
"Sementara upah riil buruh tani mengalami penurunan sebesar 0,66 persen dibanding Maret 2019, yaitu dari Rp 38.561 menjadi Rp 38.305," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Untuk diketahui, upah nominal merupakan rata-rata upah harian yang diterima buruh sedangkan upah riil menggambarkan daya beli dari pendapatan atau upah yang diterima buruh atau pekerja.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, upah nominal harian buruh bangunan (tukang bukan mandor) pada April 2019 juga mengalami kenaikan lebih tipis dari buruh tani yakni sebesar 0,03 persen dibandingkan upah Maret 2019, yaitu dari Rp 88.637,- menjadi Rp 88.664,- per hari.
"Upah riil harian buruh bangunan juga mengalami penurunan lebih besar sebesar 0,41 persen dari Rp 65.237 menjadi Rp 64.969," kata Suhariyanto.Â
Rata-rata upah nominal buruh potong rambut wanita per kepala pada April 2019 juga mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen yaitu dari Rp 27.577 pada Maret 2019 menjadi Rp27.585.Â
"Kenaikan ini justru bertolak belakang dengan upah riil yang turun sebesar 0,41 persen dari Rp 20.296 menjadi Rp 20.213," ujar dia.Â
Untuk rata-rata upah nominal pembantu rumah tangga pada April 2019 juga mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen yaitu dari Rp 407.992 per bulan menjadi Rp 408.685 bulan.
Namun, upah riil nya turun sebesar 0,27 persen yaitu dari Rp 300.281 per bulan menjadi Rp 299.469 per bulan.
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Nilai Tukar Petani Turun 0,49 Persen pada April 2019
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada April 2019 sebesar 102,23. Angka ini turun 0,49 persen dari bulan sebelumnya 102,73.
Penurunan NTP pada Maret 2019 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi petani.
"Penurunan NTP pada Maret 2019 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi petani," kata Kepala BPS Suharyanto di kantornya, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan yang digunakan oleh BPS.
NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi, sehingga semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat daya beli petani.
Â
Advertisement
Penurunan di Empat Subsektor
Sebelumnya, penurunan daya beli petani ini, terjadi pada empat subsektor pertanian. Antara lain, NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,21 persen, Subsektor Peternakan sebesar 0,34 persen, Subsektor Perikanan sebesar 0,41 persen, Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,48 persen.
"Adapun satu subsektor yang mengalami kenaikan NTP, yaitu Subsektor Tanaman Hortikultura dengan peningkatan sebesar 0,60 persen," ujar Suhariyanto.
Secara rinci, NTP Gorontalo pada April 2019 mengalami penurunan terbesar yakni 1,60 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Sulawesi Barat mengalami kenaikan tertinggi yakni 1,39 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya.
BPS juga mencatat terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,81 persen, dengan kenaikan indeks tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan. "Sedangkan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional April 2019 sebesar 111,13 atau relatif stabil dibandingkan NTUP bulan sebelumnya," tandas Suhariyanto.
Â