Sukses

Ditarget Kelar 2020, Proyek PLTU Batang Masih Sesuai Jadwal

Kemajuan proyek PLTU Batang saat ini sudah mencapai 65 persen.

Liputan6.com, Jakarta PT Adaro Power memastikan jika proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang 2x1.000 Mega Watt (MW) masih berjalan sesuai jadwal. Perkiraannya, proyek selesai di akhir 2020.

Wakil Presiden Direktur Adaro Power Dharma Djojonegoro mengatakan, kemajuan proyek PLTU Batang saat ini sudah mencapai 65 persen.  "Sekarang sudah 65 persen, masih berjalan semua target akhir tahun depan," kata Dharma, di Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Menurut Dharma, proyek PLTU akan Beroperasi komersial pada akhir 2020. Dengan proses bertahap 1x1.000 MW terlebih dahulu. Enam bulan ke depan akan menyusul unit berikutnya 1x1.000 MW.

"Itu semua 1x1.000 MW dulu, enam bulan ke depan baru 1x1.000 MW lagi," ujarnya.

Pembangunan Proyek PLTU Batang 2x1.000 MW memerlukan dana sebesar US$ 4,2 miliar.  Operator pembangunan PLTU tersebut adalah PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), yaitu perusahaan patungan yang didirikan tiga perusahaan: Electric Power Development Co., Ltd (J-Power), PT Adaro Power, dan Itochu Corporation (Itochu).

Adaro Power memiliki porsi 34 persen dalam proyek tersebut. "Ini proyek terbesar US$ 4,2 miliar. Kita 34 persen," tandasnya.

2 dari 3 halaman

Gaet Kejaksaan Agung, Pembebasan Lahan Pembangkit Jadi Lebih Cepat

Sejak tiga tahun lalu,  PT PLN (Persero) telah menggandeng Kejaksaan Agung untuk mengawal  proyek kelistrikan di Tanah Air. Kerja sama ini sudah menuai hasil dengan tuntasnya pembebasan lahan di sejumlah proyek pembangkit yang sebelumnya mangkrak bertahun-tahun. 

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mencontohkan, pembebasan lahan di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)  Batang, Jawa Tengah yang tidak tuntas selama 6 tahun, bisa diselesaikan PLN hanya dalam 5 bulan. 

"Kemudian pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP)  Sarula di Medan.  Selama 7 tahun pembebasan lahan, selesai 6 bulan. Nah itu contoh-contoh konkrit dan sangat hemat luar biasa," terang Sofyan usai menghadiri acara penandatanganan kesepakatan bersama tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara antara PLN dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/4/2018).

Sofyan mengakui pembebasan lahan merupakan salah satu pekerjaan yang rumit dalam proyek infrastruktur melistrikan. Hal ini dikarenakan adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil untung besar dengan tiba-tiba menaikkan harga lahan berkali-kali lipat.

Padahal proyek yang dibangun PLN adalah infrastruktur umum yang hasilnya akan dinikmati masyarakat. 

"Sekarang misalnya harga pasar tanah di situ Rp 500 ribu per meter, lalu dia minta Rp 4 juta, prospeknya gini tanah saya gini. Mereka mau harga tinggi, itu peran kejaksaan di situ. Kami hanya titip uang saja, kejaksaan yang bergerak," tutur Sofyan. 

 

3 dari 3 halaman

Proyek Lain

Tak hanya pembebasan lahan,  Kejaksaan Agung juga mengawal semua kegiatan PLN, mulai dari proyek pembangkit hingga pembangunan transmisi bahkan hingga pembelian bahan bakar pembangkit. 

"Seluruh kegiatan PLN termasuk anak usaha dikawal Kejaksaan Agung, " ungkapnya. 

Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan MoU yang ditandatangani PLN dan Kejaksaan Agung pada hari ini bukan yang pertama kalinya, namun kelanjutan dari MoU yang sudah dijalin sebelumnya. 

"Makna dan tujuannya adalah supaya program atau proyek strategis pemerintah termasuk masalah kelistrikan ini bisa berjalan dengan baik," terangnya. 

Apalagi PLN mengemban tugas berat yang harus diselesaikan dalam lima tahun yaitu membangun pembangkit 35 ribu MW serta jaringan distribusi dan transmisi listrik.

"Ini tentunya satu pekerjaan luar biasa. Kejaksanaan menilai tugas berat ini tidak hanya semata tanggung jawab PLN saja, tapi Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum, wajib hukumnya untuk mengawal dan mengamankan menjaga keberhasilannya," dia menandaskan.