Liputan6.com, Jakarta - Memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia dianggap sudah pantas memiliki maskapai berbasis syariah.
Terlebih, saat ini Indonesia telah memiliki lembaga-lembaga perekonomian berbasis syariah di antaranya bank maupun lembaga pembiayaan.
Menurut Praktisi Penerbangan, M Suriawan Wakan, Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun dan mengoperasikan penerbangan berbasis syariah. Saat ini ekonomi syariah tumbuh di tanah air.
Advertisement
"Potensi itu didukung oleh fakta bahwa ekonomi syariah sedang tumbuh dengan baik, pada sisi lain marketnya terbuka lebar. Bahkan ada semacam captive market,” ujar Wakan saat ditemui di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (16/5/2019).
Baca Juga
Wakan menyebut, pembiayaan untuk membangun penerbangan syariah tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi partisipasi publik, lembaga-lembaga keuangan syariah dan institusi keagamaan, seperti Muhammadiyah, NU, MUI serta lainnya.
Dia pun prediksi modal awal yang dibutuhkan sekitar Rp 1 triliun. "Modal awal sekitar Rp1 triliun untuk membeli lima pesawat dan menyewa lima pesawat lainnya," ujar dia.
Hal ini diperuntukan sebagai salah satu syarat mengurus Air Operator Certificate (AOC) ke Ditjen Perhubungan Udara.
Dalam tempo singkat permodalan ini dapat dimobilisasi, tinggal bentuk dulu lembaga sebagai operator, lalu mobilisasi dana publik dengan mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dengan saham dimiliki publik, lanjut Wakan, sangat terbuka peluang untuk pegawai maskapai, termasuk pilot dan kru kabin menjadi bagian pemilik perusahaan.
Wakan menuturkan, eksistensi maskapai penerbangan syariah ini dibutuhkan, mengingat masih sangat besar celah kebutuhan muslim yang belum dapat dipenuhi oleh maskapai penerbangan eksisting di Indonesia.
Misalnya, kru kabin berbusana muslimah, penumpang perempuan menutup aurat sesuai syariah, serta pelayanan bernuansa Islami. "Seperti berdoa bersama sebelum dan setelah terbang, dan sebagainya," tutur dia.
Perusahaan penerbangan syariah ini wajib dikelola oleh kalangan profesional di bidang penerbangan dan keuangan. Tak hanya itu, maskapai syariah juga tidak boleh diintervensi oleh kepentingan apapun di luar koridor bisnis penerbangan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Namun, pria yang kini menjabat sebagai Executive General Manager PT Angkasa Pura II Kantor Cabang Utama Bandara Soekarno-Hatta ini mengingatkan, agar nantinya maskapai penerbangan syariah ini belajar dari kegagalan perusahaan penerbangan berbasis syariah di Malaysia yakni Rayani Air. Rayani Air ditutup karena persoalan profesionalitas dan manajerial.
"Penerbangan syariah di Indonesia harus menjadi perusahaan besar, sekaligus menjadi angin segar bagi rakyat karena mampu menawarkan penerbangan bertarif murah, "ujar Wakan.
Pada posisi ini, penerbangan syariah menjadi mitra tangguh bagi pemerintah karena mampu menyediakan penerbangan dengan tarif terjangkau daya beli masyarakat. (Pramita Tristiawati)
Advertisement