Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari prediksi. Ekonomi Indonesia pada triwulan I 2019 tumbuh hanya 5,07 persen (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 5,18 persen (yoy), meskipun meningkat dibandingkan triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan rendahnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi kondisi ekonomi global yang menurun.
"Menurunnya pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas yang lebih rendah telah berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekspor Indonesia, yang kemudian berpengaruh pada konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan yang melambat," kata dia di kantornya, Kamis (16/5/2019).
Advertisement
Selain itu, berlangsungnya pemilihan umum (pemilu) 2019 ternyata tidak memberi dampak yang amat signifikan terhadap angka pertumbuhan ekonomi.
"Pengaruh belanja terkait kegiatan Pemilu 2019 terhadap konsumsi lebih rendah dari prakiraan," ungkapnya.
Namun demikian, dia berujar, secara spasial perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional terutama dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan di Jawa, Kalimantan, dan Papua, sedangkan kawasan lain meningkat.
"Ke depan, upaya untuk mendorong permintaan domestik dari sisi investasi khususnya swasta perlu ditingkatkan untuk memitigasi dampak negatif dari belum pulihnya kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi dunia," ujarnya.
Secara keseluruhan, dia menyatakan Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4 persen.
"Bank Indonesia akan menempuh bauran kebijakan dengan Pemerintah, dan otoritas terkait guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber; Merdeka.com
Begini Kondisi Ekonomi Global Hasil Pantauan BI dalam Sebulan Terakhir
Bank Indonesia (BI) menilai pemulihan ekonomi global lebih rendah dari prediksi di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang kembali meningkat. Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS), Eropa dan China juga masih melambat.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan menurun dipicu stimulus fiskal yang terbatas, pendapatan dan keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat, serta permasalahan struktur pasar tenaga kerja yang terus mengemuka.
"Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat melemahnya ekspor,"Â jelas dia di kantornya, Kamis (16/5/2019).
Selain itu, belum selesainya permasalahan di sektor keuangan, serta berlanjutnya tantangan struktural berupa aging population turut membuat ekonomi di Eropa kian melambat.
Selanjutnya, ekonomi China juga diperkirakan belum menguat, meskipun telah ditempuh stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastuktur.
Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun.
"Kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik," ujarnya.
Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan China sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respon kebijakan moneter global mulai melonggar.
"Kedua perkembangan ekonomi global yang kurang menguntungkan tersebut memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
BI: Kondisi Global Pengaruhi Neraca Perdagangan RI
Neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 tercatat defisit USDÂ 2,50 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut bersumber dari defisit neraca perdagangan nonmigas dan neraca perdagangan migas.
Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar USD 2,56 miliar. Defisit neraca perdagangan nonmigas pada April 2019 tercatat sebesar USD 1,01 miliar, setelah pada Maret 2019 mencatat surplus USD 1,05 miliar.
Baca Juga
"Bank Indonesia memandang perkembangan neraca perdagangan April 2019 banyak dipengaruhi pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun, yang pada gilirannya menurunkan kinerja ekspor Indonesia," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, Kamis (16/5/2019).
Kondisi tersebut dipengaruhi penurunan ekspor nonmigas dari USD 12,98 miliar pada Maret 2019 menjadi USD 11,86 miliar. Penurunan ekspor nonmigas terutama terjadi pada komponen perhiasan/permata, lemak dan minyak hewani/nabati, serta bahan bakar mineral.
Sementara itu, impor nonmigas tercatat sebesar USD 12,86 miliar, meningkat USD 0,93 miliar (mtm) dibandingkan dengan impor pada bulan sebelumnya.
Peningkatan impor nonmigas terutama terjadi pada komponen mesin dan peralatan listrik, kapal laut dan bangunan terapung, dan pupuk.
Defisit neraca perdagangan migas pada April 2019 tercatat sebesar USD 1,49 miliar, meningkat dibandingkan dengan defisit pada bulan sebelumnya sebesar USD 0,38 miliar.
Defisit tersebut dipengaruhi peningkatan impor migas dari USD 1,52 miliar pada Maret 2019 menjadi USD 2,24 miliar pada April 2019.
Peningkatan terjadi pada seluruh komponen, yakni hasil minyak, minyak mentah, dan gas, seiring dengan peningkatan baik harga impor maupun volume impor minyak dan gas.
Sementara itu, ekspor migas tercatat menurun dari USD 1,14 miliar pada Maret 2019 menjadi USD 0,74 miliar pada April 2019. Penurunan ekspor migas terutama terjadi pada komponen hasil minyak dan gas, sejalan dengan menurunnya volume ekspor kedua komponen tersebut.
"Sementara itu, impor tetap diperlukan guna memenuhi pemintaan domestik. Ke depan, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus berkoordinasi mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik sehingga tetap dapat memperkuat stabilitas eksternal, termasuk prospek kinerja neraca perdagangan," dia menandaskan.
Â