Liputan6.com, Jakarta PT Pelindo II (Persero) tengah menjalankan misi menerapkan sistem jaringan pelabuhan terintegrasi atau yang disebut Trilogi Maritim. Konsep ini diyakini bisa menurunkan biaya logistik nasional.
Ini juga sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan biaya logistik sebesar 4,9 persen dalam tiga tahun ke depan.
Baca Juga
Ada beberapa tantangan untuk menurunkan biaya logistik nasional. Mulai dari belum optimalnya jaringan pelayaran, belum adanya standarisasi pelabuhan, serta masih tingginya inefisiensi transportasi darat.
Advertisement
Dengan Trilogi Maritim, hambatan-hambatan itu bisa ditekan. “Tahun 2018, biaya logistik nasional sebesar 23,6 persen dari total produk domestik bruto. Kami yakin dengan Trilogi Maritim biaya logistik turun menjadi 18,7 persen pada tahun 2022,” kata Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Elvyn G. Masassya, Jumat (17/5/2019).
Konsep Trilogi Maritim mencakup tiga pilar, yaitu standarisasi pelabuhan, aliansi pelayaran dan industri yang terakses baik dengan pelabuhan. Dalam hal standarisasi pelabuhan, perlu ada kualitas standar, baik fisik maupun teknologi yang digunakan.
“Sejak 2016 kami melakukan standarisasi pelabuhan dengan menitikberatkan pengembangan fisik serta digitalisasi, sehingga layanan dan operasional lebih cepat dan mudah. IPC terus melakukan transformasi untuk menjadi trade facilitator,” ujarnya.
Tanjung Priok Jadi Pelabuhan Hub Terbesar di Asia Tenggara
Elvyn menyinggung kesiapan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan hub terbesar di Asia Tenggara.
“IPC telah membuka layanan pelayaran langsung (direct call services) ke Amerika, Eropa, Australia dan Intra Asia. IPC terus mengembangkan layanan direct call dari Tanjung Priok, dan yang terbaru adalah melalui penguatan kerja sama dengan Pelabuhan Ningbo, Cina, akhir April lalu," tambahnya.
Dengan layanan direct call, ekspor atau impor tak perlu lagi mampir ke Singapura. Tanpa transhipment di Singapura, kata Elvyn, biaya jasa kepelabuhanan dan jasa tambang (freight cost) terpangkas hingga 40 persen.
Advertisement
Pelindo II Cetak Untung Rp 2,4 Triliun Sepanjang 2018
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC mencetak peningkatan laba bersih menjadi Rp 2,43 triliun sepanjang 2018, dari Rp 2,21 triliun di tahun sebelumnya. Sementara pendapatan usaha Rp 11,44 triliun, naik dari Rp 10,65 triliun pada tahun 2017.
Angka EBITDA meningkat menjadi Rp 4,17 triliun dari Rp 4,03 triliun di tahun sebelumnya. Secara keseluruhan total aset perseroan mencapai Rp 51,43 triliun di akhir 2018, dari Rp 47,22 triliun pada 2017.
BACA JUGA
Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya menjelaskan, memasuki Era Baru Pelabuhan, IPC berkomitmen untuk mendukung program pemerintah guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa melalui perbaikan infrastruktur dan suprastruktur serta digitalisasi pelabuhan.
“IPC menunjukkan peningkatan kinerja terjadi di berbagai lini baik dari sisi keuangan dan sisi operasional yang merupakan imbas atas berbagai upaya IPC untuk peningkatan kualitas pelayanan dan kualitas operasional dalam rangka menuju visi menjadi pengelola pelabuhan berkelas dunia yang unggul dalam operasional dan pelayanan," kata Elvyn dalam keterangannya, Selasa (19/3/2019).
Sejalan dengan kinerja keuangan di tahun 2018, kinerja operasional IPC juga mengalami peningkatan. IPC mencatatkan throughput peti kemas sebesar 7,64 juta TEUs yang menjadi salah satu pencapaian tertinggi aktifitas IPC dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.
Arus peti kemas ini meningkat 10,24 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,92 juta TEUs. Arus non peti kemas di tahun 2018 sebesar 61,97 juta Ton atau meningkat 8,55 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 57,09 juta Ton.
Arus kapal di tahun 2018 sebesar 224,3 juta GT atau meningkat 10,95 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 202,15 juta GT. Arus penumpang di tahun 2018 sebesar 714,93 ribu orang atau meningkat 39,25 persrn dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 612,68 ribu orang.
Kami melakukan transformasi di sisi operasional yang disebut dengan radical change pola operasional dari yang sebelumnya manual menuju digital. Digital bukan hanya dalam konteks pelayanan di terminal tapi melingkupi seluruh kegiatan pelabuhan secara korporasi, baik dari sisi laut maupun darat," tambah