Sukses

Dibantu NASA, LDII Bangun PLTS di Ponpes Wali Barokah

LDII akan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Ponpes Wali Barokah.

Liputan6.com, Surabaya - Ketua DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Prasetyo Sunaryo mengatakan, pihaknya akan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dengan instalasi berukuran 40 meter x 41 meter, di pondok pesantren (ponpes) Wali Barokah, Kediri, Jawa Timur. 

Dia menuturkan, selama ini pondok pesantren masih tergantung kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam membantu penerangan di lingkungan pondok. Akibatnya beban biaya yang ditanggung terus meningkat seiring dengan besarnya pemakaian listrik. 

"Berkaca dari hal tersebut DPP LDII melakukan terobosan berupa pembangunan PLTS sendiri. Sebagai tahap awal dibangun di Ponpes Wali Barokah kota Kediri," kata Prasetyo Sunaryo, seperti ditulis Sabtu (18/5/2019). 

Pengembangan PLTS yang terbesar di Indonesia untuk ponpes ini, menurut Prasetyo, bentuk pemanfaatan dan penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT) sesuai dengan rencana jangka panjang organisasi. 

"Ponpes yang menggunakan sebesar PLTS ini yang pertama di Indonesia. Ini wujud paradigma khusus tidak cukup dengan cara pandang perbandingan harga saja. Pendayagunaan EBT komparasinya bukan terhadap harga BBM, tetapi harus terhadap pengandaian apabila terjadi kelangkaan energi BBM. Ini yang menjadi pemahaman organisasi yang kita terapkan," tambah Prasetyo.

"Khusus energi matahari, karena Indonesia sebagai negara tropis tidak ada musim salju, sehingga energi matahari tersedia sepanjang tahun. Dari perspektif religious, penggunaan energi matahari merupakan manifestasi kesyukuran ke Allah yang mengkarunia Indonesia dengan sinar matahari yang tak ternilai harganya," imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Hemat Biaya

Pimpinan Ponpes Wali Barokah KH Soenarto  mengaku pihaknya ingin mensyukuri anugerah Allah berupa sinar matahari, untuk menjadi energi listrik untuk menerangi pondoknya. Sehingga terjadi penghematan biaya pengelolaan pondok secara signifikan. 

"Untuk ke depannya ada pemikiran menjadikan ponpes ini, sebagai wisata religi dan edukasi teknologi PLTS. Sehingga menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penerapan energi baru terbarukan," kata pria asal Klaten tersebut.

Menurut pakar PLTS, aplikator PLTS di Ponpes Wali Barokah, Horisworo, dengan pertimbangan untuk memberikan manfaat yang lama,  dana yang terkumpul secara gotong royong warga LDII tersebut dibelikan panel surya (Solar Cell) yang premium grade buatan Kanada.

"Maka harganya, termasuk peralatan penunjangnya mencapai Rp 10,1 miliar. Tapi potensi umat yang besar ini harus diwujudkan dengan membeli yang premium grade buatan Kanada. Sayang bila hanya beli buatan Cina yang harganya lebih murah. Tapi yang perlu dipahami mahalnya itu di depan saja. Dengan adanya garansi 25 tahun dari produsennya, maka yang dari Kanada ini jatuhnya malah lebih efisien," kata Horisworo saat memberikan pemaparkan di lokasi PLTS ponpes tersebut.

3 dari 3 halaman

Bantuan NASA

Pakar PLTS, aplikator PLTS di Ponpes Wali Barokah, Horisworo menyampaikan PLTS tersebut  akan menghasilkan 1 juta Watt maksimalnya. 

Saat ini, belum dioptimalkan seluruhnya, karena kebutuhan ponpes dengan 5.000 santri tersebut sudah terpenuhi dan masih ada banyak kelebihan. Penerangan di ponpes yang terletak di tengah Kota Kediri tersebut, juga sangat bagus. 

Hal ini membuat santri lebih nyaman belajar dan beraktivitas serta kondisi tersebut di dapat dengan efisien karena memanfaatkan PLTS.  

"Prinsipnya ponpes Walibarokah sudah mempraktekkan dan berinvestasi jangka panjang dalam bidang EBT. Pembangunan dan pengembangan ponpes adalah sebuah keniscayaan, dan kami sudah menabung, sudah berinvestasi untuk mandiri energi, memanfaatkan karunia Allah," kata Horisworo. 

"Maka kami serius membangunnya, sampai untuk penentuan titik dimana intensitas sinar matahari terbesar, kami minta bantuan satelit NASA. Ya di gedung inilah yang intensitas sinar matahari tertinggi (Dibandingkan beberapa gedung di ponpes tersebut),” ucap pria asal Banyumas tersebut.

Horisworo mengatakan, saat ini warga Kota Bandung, juga sudah merencanakan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Bio Masa (PLTBM) dengan memanfaatkan sampah harian dari warga ponpes yang jumlahnya ribuan orang.

"Dari sampah atau suatu yang dibuang bisa kita manfaatkan menjadi energi. Dengan berbekal pengalaman telah membuat PLTMB di Bandung, saya punya keinginan bisa menghadirkannya di ponpes ini. Potensi dari sampah disini sangat besar, dan bisa makin mengokohkan kemandirian energi ponpes ini. Tinggal menunggu bagaimana musyawarah pimpinan pondok," kata Horisworo.

Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan energi listrik secara mandiri juga dikembangkan pembangkit lisrik berskala kecil, Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) di pabrik teh Jamus di Ngawi. 

Pabrik teh peninggalan Belanda pada 1928 seluas 478 ha itu, semula digarap menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kayu bakar. Kini semuanya menggunakan listrik secara mandiri PLTMH. PLTMH dirancang oleh Horisworo pada 2000.  

Menurut Purwanto Wahyu, Pimpinan Perkebunan Jamus, untuk satu unitnya mampu menghasilkan 100 kwh dengan investasi awal sebesar Rp 1,7 miliar.

Kemudian setelah itu dibangun satu unit lagi dengan biaya Rp 900 juta dengan menghasilkan 100 kwh dan setahun kemudian disusul pembangunan lagi yang melewati tanah masyarakat dengan menghasilkan 50 kwh.