Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam waktu dekat ini banyak mengembangkan proyek pembangunan jalur transportasi baru di wilayah Jakarta Raya dan sekitarnya.
Seperti pemanjangan rute Trans Jakarta, pengembangan ruas tol baru, proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek, Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Hingga Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pembangunan jalur transportasi baru tersebut akan bersifat jangka panjang demi pengembangan kawasan ekonomi baru di sekitar.
Advertisement
"Dampaknya ada tapi jangka panjang, karena infrastruktur perlu ditunjang dengan pembangunan pusat-pusat ekonomi baru disertai perluasan kawasan industri di Jawa Barat. Baru multiplier effectnya signifikan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (19/5/2019).
Baca Juga
Seperti diketahui, pemerintah bersama badan usaha memang tengah gencar mengembangkan jalur transportasi baru di kawasan Jabodetabek dan sekitarnya.
Seperti beberapa pengerjaan proyek ruas tol tambahan, semisal Tol Depok-Antasari (Desari), Cinere-Jagorawi (Cijago), hingga Tol Layang Jakarta-Cikampek II (Japek Elevated).
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Proyek Transportasi di Jakarta
Sementara LRT Jabodebek merupakan megaproyek dengan panjang lintasan 44 km dan telah mulai dikerjakan sejak 2015. Pembangunan moda transportasi massa yang menelan dana hingga Rp 22,8 triliun ini ditargetkan dapat beroperasi pada 2021.
Untuk MRT Jakarta Fase I yang menghubungkan Bundaran HI hingga Lebak Bulus kini telah beroperasi normal dengan besaran tarif maksimal Rp 14.000.
Sedangkan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang sudah groundbreaking sejak awal 2016 ditargetkan rampung 2020, untuk kemudian bisa beroperasi pada 2021.
Lebih lanjut, Bhima memperkirakan, pertumbuhan pusat ekonomi di sekitar jalur transportasi baru tersebut akan bersifat jangka panjang. Dengan catatan, pemerintah daerah (pemda) juga mau bantu mendorong masuknya investasi ke dalam kawasan itu.
"Tergantung skalanya, tapi bisa mencapai 10 tahun. Ini tugas pemda juga untuk menarik investasi masuk, perizinan yang dipermudah, dan berikan aneka insentif," pungkas dia.
Advertisement
Proyek Transportasi Massal Tak Boleh Terhalang Batas Administratif
Sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah menyelesaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam rancangan tersebut akan tertuang sejumlah target makro ekonomi pemerintah yang hendak dicapai dalam kurun lima tahun ke depan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu yang akan menjadi fokus dalam RPJMN tersebut adalah mengenai transportasi publik perkotaan. Di mana, dalam hal ini pemerintah menginginkan agar transportasi massal dapat terkoneksi dengan wilayah-wilayah penyanggah Ibu Kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek).
"Pertama soal transportasi RPJMN 2020-2024 paling penting aspek perkotaan. Karena mayoritas penduduk sudah tinggal diperkotaan," kata Bambang di Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Bambang mengatakan ke depan pelayanan transportasi perkotaan tidak bisa terkotak oleh batas administratif. Akan tetapi, harus dilakukan secara terpadu dengan berbasis interaksi dan mobilitas dari penduduk dalam satu wilayah maupun lintas wilayah.
Bambang mencontohkan seperti halnya yang terjadi terhadap pembangunan Moda Raya Terpadu atau MRT. Pada fase pertama, transportasi modern ini hanya berujung dan sampai di Stasiun Lebak Bulus. Padahal mayoritas pengguna kebanyakan masyarakat berasal dari Tanggerang Selatan.
Bambang mengakui pemerintah sendiri menyadari kenapa pembangunan tersebut hanya sampai di Lebak Bulus. Sebab, apabila diteruskan hingga ke Tanggerang, terkendala dengan batas administratif perkotaan. Sementara, anggaran pembiayaan sendiri melalui pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kenapa MRT pertama berhenti di Lebak bulus? Saya kira belum ada jawaban teknis, dan tidak ada. Yang pake MRT banyak dari Ciputat, Serpong. Kenapa berhenti di Lebak Bulus? Itu simpel karena kita mengelola transportasi terkotak berdasarkan wilayah administratif," kata Bambang.
Â
Â
Â
Jalan Layang
Kemudian batas administratif lain juga terlihat dari pembangunan jalan layang untuk transportasi Transjakarta. Di mana jalan layang yang digunakan Transjakarta hanya dibangun dari Mampang sampai Cileduk Jakarta.
"Jalan layang Mampang sampai Cileduk berhentinya di Cileduk Jakarta bukan tanggerang. Memang tertib adminitrasi. Kenapa tidak selesaikan benar-benar," kata Bambang.
Oleh sebab itu, kata Bambang, fokus ke depan pemerintah, adalah ingin membentuk kelembagaan badan atau otoritas transportasi perkotaan dengan ruang lingkup metropolitan. Sehingga tidak ada lagi terkotak-kotakan oleh batas administratif.
"Itu lebih kepada otoritas untuk satu jenis public service misalnya transport authority yang mencakup wilayah metropolitan sehingga semua pemerintah kota di situ terlibat dan mereka masing-masing punya andil baik secara finansial maupun andil dalam pengambilan keputusan," jelas Bambang.
Dia pun berharap, rencana pembentukan kelembagaan atau badan ini dapat segera berjalan secepatnya. "Kita ingin menjadikan DKI sebagai pilot atau studi kasjs pertama pembentukan otoritas untuk transportation. Ya mudah-mudahan tahun ini ada sesuatu lah yang bisa kita hasilkan," pungkasnya.
Â
Advertisement