Sukses

Perang Dagang Memanas, Dana Asing Banyak Keluar RI?

Otoritas bursa tetap akan mengamati berbagai sentimen yang akan mempengaruhi kinerja indeks kedepannya.

Liputan6.com, Jakarta Memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China berdampak pada iklim investasi di bursa saham Indonesia. Salah satunya, keluarnya dana asing (capital outflow) dari pasar modal.

"Masih banyakan yang outflow. Tetapi normal, maksudnya masih bisa kita mentolerir outflow itu. Tapi memang masih banyak outflow, lebih banyak yang jual daripada yang beli," tutur Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo di Jakarta, Senin (20/5/2019).

Kendati begitu, dia menambahkan, otoritas bursa tetap akan mengamati berbagai sentimen yang akan mempengaruhi kinerja indeks kedepannya.

"Oh, kita tetap mewaspadai, tapi apakah ini menjadi kejadian luar biasa yang membuat kami melakukan tindakan luar biasa, saya rasa belum," jelas dia.

Dia pun menjelaskan, panasnya tensi perang dagang AS-China merupakan sentimen global yang tak dapat dihindari sehingga cukup menimbulkan kecemasan bagi investor.

"Tetap menimbulkan semacam kekhawatiran dan juga enggak bisa dihindari bahwa kenyatannya perang dagang masih menjadi headline dimana-mana. Kalau Amerika masih batuk-batuk, maka seluruh dunia kena, termasuk Indonesia. Jadi penyebabnya itu," kata dia.

2 dari 3 halaman

BEI Angkat Suara Soal IHSG yang Turun Tajam

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo angkat bicara terkait penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tajam terjadi belakangan.

Seperti diketahui, IHSG menunjukkan penurunan sebesar 6,16 persen ke level 5.826,87 dari 6.209,12 pada penutupan pekan lalu.

"Kita tahu ada beberapa hal yang terjadi di domestik. Kalau kita lihat dari perusahaan tercatat pada kuartal-I itu memang lebih rendah dari pada perkiraan analis, jadi analis ini banyak yang melakukan downgrade. Tentunya ini butuh waktu untuk tercermin di harga," terangnya di Gedung BEI, Senin (20/5/2019).

Selain itu, dia menambahkan bahwa situasi politik hingga kisruh panasnya perang dagang turut berdampak besar pada kinerja IHSG di bursa saham.

"Kedua, kita tahu lah ada data-data makro yang kurang preferable. Ketiga, situasi politik meskipun enggak parah-parah banget tapi tetap menimbulkan semacam kekhawatiran dan juga enggak bisa dihindari bahwa kenyatannya perang dagang masih menjadi headline dimana-mana," ucapnya.

Kendati demikian, dia mengatakan otoritas bursa akan menyikapinya secara seksama. Lantaran, menurutnya market (pasar) tidak seharusnya dikekang dengan kepanikan yang berlebih.

"Tentunya kami worry, tapi apakah ini menjadi kejadian yang luar biasa, saya rasa enggak. Jadi menurut saya business as usual no reason to get panic. Enggak ada alasan untuk panil saat ini," kata dia.

3 dari 3 halaman

BI Catat Aliran Dana Investor Asing Keluar dari RI Tembus Rp 11,3 Triliun

Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memberi dampak buruk pada kondisi pasar keuangan Indonesia.

Tercatat banyak dana asing yang keluar (outflow) sehingga dapat mengganggu kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menuturkan, dampak ketegangan perang dagang terasa di seluruh negara, termasuk Indonesia.

"Yang pertama dampaknya terjadi kita lihat tadi, modal asing yang keluar terutama portofolio outflow kalau menurut data settlement, antara 13-16 Mei terjadi aliran modal asing yang keluar dari Indonesia nett jual Rp 11,3 triliun," kata dia saat ditemui di Mesjid Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat (17/5/2019).

Aliran dana investor asing yang keluar tersebut terdiri dari Rp 7,6 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 4,1 triliun di pasar saham.

"Ini dua-duanya umumnya adalah investor jangka pendek atau sifatnya trader, biasanya mereka masuk, termasuk juga di awal tahun ini, dalam dua minggu ini keluar karena merespon ketidakpastian pasar keuangan di global," ujar dia.

Ketegangan perang dagang, lanjutnya, memicu peningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global, sehingga menimbulkan dampak peralihan modal yang semula masuk ke emerging market (negara berkembang) termasuk Indonesia, malah kembali pulang ke negara-negara maju.

"Dan tentu saja, itu juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah," dia menambahkan.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Â