Liputan6.com, Sawahlunto Kementerian Pertanian (Kementan) mengimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) agar mempertahankan lahan pertaniannya. Apabila daerah tersebut dinilai lahan pertaniannya makin tergerus karena alih fungsi lahan, maka pemerintah akan meninjau ulang Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sarana dan prasarana pertanian.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, berdasarkan pemotretan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta hektare, dari 7,75 juta hektare pada 2013.
Baca Juga
"Data yang diterbitkan oleh BPN dan BPS ini menjadi acuan baru dalam perhitungan produksi beras nasional. Hal ini tentu saja berimbas pada alokasi subsidi berupa sarana dan prasarana produksi yang diberikan oleh pemerintah. Dan kalau daerah sudah dianggap sedikit memiliki lahan pertanian, berikutnya DAK yang akan ditinjau ulang," jelas Sarwo Edhy, Minggu (19/5).
Advertisement
Sarwo Edhy mengimabu, pelaku usaha dan masyarakat semestinya mematuhi ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Di dalam aturan tersebut disebutkan, LP2B dapat diubah hanya dengan dua alasan, yaitu bencana alam dan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum.
"Namun, perlu diingat perubahan lahan harus diikuti substitusi dengan lahan yang sama di lokasi lain guna menjaga stabilitas pangan," tambahnya.
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat adalah salah satu daerah yang terkena kebijakan penghapusan DAK sarana dan prasarana pertanian.
Untuk mengantisipasi alih fungsi lahan pertanian karena dijadikan kawasan lain seperti perumahan atau pembangunan lainnya, Pemerintah Kota Sawahlunto saat ini tengah melakukan kajian dan tengah mempersiapkan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang LP2B. Dalam kajian tersebut Pemerintah daerah setempat menggandeng tenaga ahli dari Universitas Andalas Padang.
"Meski ini akan memakan waktu, tenaga dan pemikiran, kajian ini harus sudah selesai pada 2020 nanti. Saat ini kita sudah terlambat 10 tahun, kalau tidak selesai hingga 2020. Sebab akan berdampak pada tidak turunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) pertanian ke daerah kita," kata Wakil Walikota Sawahlunto, Zohirin Sayuti.
Zohirin juga mengungkapkan, sanksi DAK pada 2018 dan 2019 ini sudah dialami. Dimana dana untuk membuat sarana dan prasarana pertanian sudah tidak dapat lagi.
"Jalan-jalan pertanian yang selama ini memakai DAK sekarang sudah tidak dibenarkan lagi. Sebelum adanya regulasi dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur terkait lahan pertanian yang ada," ujarnya.
Zohirin menilai, karena areal persawahan atau pertanian itu merupakan milik masyarakat, tentu akan sangat menguras waktu, tenaga dan juga pemikiran. Untuk itu, lanjutnya, pihaknya menggandeng Unand untuk melakukan perencanaan, pemetaan dan kajian lahan pertanian yang ada, sehingga akan didapat program yang terukur dan berdampak langsung dalam peningkatan ekonomi disektor pertanian.
"Tentu tidak mudah melakukan pendekatan terutama masyarakat yang berkeinginan melakukan alih fungsi lahan untuk dijadikan kawasan lain seperti perumahan atau tempat usaha lainnya. Tapi harus kita lakukan agar ketersediaan lahan pertanian senantiasa cukup untuk menopang kebutuhan padi ataupun pangan masyarakat Sawahlunto," tuturnya.
Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan, Himet menambahkan, areal persawahan di Sawahlunto sangatlah terbatas. Dari 1680 hektar areal persawahan di empat Kecamatan, 918 hektar di antaranya merupakan areal sawah tadah hujan. Sedangkan sawah irigasi hanya seluas 762 hektar.
"Lahan yang sangat terbatas inilah yang akan kita atur perlindungannya, sehingga tetap berfungsi sebagai lumbung beras untuk kebutuhan masyarakat kota. Ranperda ini juga memang sudah sesuai dengan yang diamanatkan Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan LP2B," ujar Hilmet.
Disinggung untuk cetak sawah baru, Sekretaris DKPP2 Henni Purwaningsih mengungkapkan, tidak mungkin dilakukan. Dikarenakan lahan dan geografis kota Sawahlunto yang tidak semuanya bisa menjadi areal persawahan.
"Harapannya adalah dengan aturan terkait alih fungsi lahan pertanian, paling tidak bisa mempertahankan jumlah luasan areal pertanian yang ada saat sekarang ini," pungkasnya.