Sukses

Aksi Rusuh 22 Mei, Pengusaha Jakarta Rugi Rp 1,5 Triliun

Unjuk rasa yang berlangsung dalam dua hari terakhir membuat ibu kota tidak kondusif.

Liputan6.com, Jakarta - Aksi unjuk rasa 22 Mei berdampak besar terhadap perekonomian di Jakarta. Setidaknya akibat aksi ini, total kerugian yang diterima oleh pengusaha di ibu kota mencapai Rp 1,5 triliun.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, unjuk rasa yang berlangsung dalam dua hari terakhir membuat ibu kota tidak kondusif. Hal ini sangat berdampak pada aktivitas bisnis dan perdagangan di DKI Jakarta.

"Unjuk rasa yang terjadi dua hari terakhir tanggal 21 dan 22 Mei 2019 membuat kondisi Jakarta tidak nyaman dan sangat mengganggu psikologi pasar," ujar dia di Jakarta, Kamis (23/5/2019).

 

Dari pengamatan dia lakukan pada 22 Mei kemarin, pusat perdagangan Pasar Tanah Abang tutup sejak pagi hari dan Thamrin City sebagian besar tutup. Padahal di Ramadan seperti ini pusat perdagangan seperti Tanah Abang pengunjungnya naik seratus persen dan banyak pembeli secara grosiran dari daerah.

Dia menjelaskan, rata-rata pengunjung Pasar Tanah Abang di hari biasa mencapai 150 ribu orang dengan omzet sekitar Rp 4 juta-Rp 5 juta per hari dan saat Ramadan bisa mencapai 250 ribu orang, dengan omzet mencapai Rp 10 juta-Rp 15 juta per hari.

"Jumlah kios yang ada di Tanah Abang Blok A, Blok B, Pusat Grosir Metro Tanah Abang (PGMTA) dan jembatan mencapai 11 ribu kios. Dengan tutupnya toko maka kerugian per hari dengan omzet rata-rata sebesar Rp 15 juta per kios selama bulan Ramadan bisa mencapai Rp 165 miliar," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Selanjutnya

Sementara di pusat perdagangan lainnya seperti di kawasan Glodok dan Mangga Dua seperti Glodok City, Pasar HWI, Glodok Jaya, Glodok Mangga Besar, WTC Mangga Dua, ITC Harco Mas, Mangga Dua Mall, Plaza Harco Electronic, Mangga Dua Square, Electronic City, ITC Mangga Dua pada pagi hari sebagian besar masih sempat buka, namun menjelang pukul 14.00 WIB kemarin hampir semua toko tutup.

"Praktis para pedagang mengalami kerugian omzet yang tidak sedikit akibat sepinya pengunjung dan kekhawatiran yang dirasakan," kata dia.

Pusat perdagangan wilayah Jakarta Timur seperti Jatinegara Plaza dan wilayah Jakarta Barat seperti Ciputra Mall, Citra Mall, Central Park, Puri Indah Mall, Roxi Square, Mall Taman Anggrek juga mengalami hal yang sama.

Sedangkan pusat perbelanjaan seperti Kelapa Gading Mall, Mall Artha Gading, Mall Kelapa Gading , Mall Kelapa Gading Square, Mall Sport Kelapa Gading.

Untuk wilayah Jakarta Selatan, lanjut dia, meski pusat perbelanjaan seperti Plaza Senayan, Senayan City dan Pondok Indah Mall tetap buka, namun mengalami penurunan pengunjung hingga 70 persen. Ini lantaran masyarakat enggan keluar rumah karena merasa khawatir melihat situasi yang tidak kondusif.

"Melihat kenyataan di atas maka omzet pedagang dan perputaran uang disektor perdagangan di Jakarta mengalami kerugian yang tidak sedikit. Dengan jumlah kios sekitar 80 ribu kios kita perkirakan bisa mencapai lebih kurang Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun. Belum termasuk kerugian di sektor bisnis lainnya seperti pemilik cafe, restoran, transaksi perbankan dan pelaku usaha lainnya yang meliburkan karyawannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," tandas dia.

3 dari 4 halaman

Terdampak Aksi 22 Mei, Industri Tekstil Tengah Hitung Kerugian

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan bahwa industri tekstil tengah menghitung kerugian materil akibat aksi massa yang terjadi pada 21-22 Mei 2019. Pengiriman barang atau produk tekstil sempat terhambat karena ada aksi massa tersebut.

"Pasti ada (dampak), ya kerugian materil karena tidak bisa kirim barang. Kami belum menghitung berapa," kata Ade seperti dikutip dari Antara, Kamis (23/5/2019).

Dampak dari terhambatnya pengiriman barang tersebut adalah stok yang menumpuk di gudang, mengingat pengiriman barang dilakukan industri setiap hari.

Namun, kondisi tersebut diyakini hanya bersifat sementara, sehingga kerugian tidak akan terjadi berkepanjangan.

Ade berharap situasi semakin tertib dan aman, sehingga aktivitas industri dan perdagangan dapat kembali normal usai aksi 22 Mei.

Industri tekstil dan pakaian jadi merupakan salah satu unggulan industri nasional yang pertumbuhannya paling tinggi hingga mencapai 18,98 persen pada kuartal I 2019.

Jumlah itu naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu di angka 7,46 persen dan juga meningkat dari perolehan selama 2018 sebesar 8,73 persen.

4 dari 4 halaman

Aksi 22 Mei Belum Pengaruhi Ekonomi Nasional

Kericuhan pada aksi damai yang berlangsung selama dua hari di Jakarta menjadi sorotan banyak pihak. Sejumlah fasilitas perkantoran dan pertokoan di ibu kota terpaksa terhenti sementara dengan alasan keselamatan.

Namun kondisi yang terjadi di Jakarta dinilai masih belum mempengaruhi kegiatan ekonomi secara nasional.

Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita memandang, apa yang terjadi ini masih bersifat kondusif. Kalaupun ada pengaruhnya, hanya untuk kegiatan ekonomi di Jakarta saja.

"Pengaruh tentu ada, walau sampai hari ini belum terlalu signifikan. Setidaknya, untuk ekonomi riil, kawasan yang terpapar aksi-aksi tentu terganggu. Tapi secara nasional, masih belum berpengaruh besar," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (23/5/2019).

Ronny memandang, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dinilai masih bisa mengendalikan situasi.

Apa yang terjadi selama dua hari ini masih kental dengan isu politik. "Sampai hari ini, pemerintah masih terbilang berhasil menganalisasi masalah ini di ranah politik, jadi secara ekonomi masih belum terimbas signifikan," tegas dia.

Meski dua hari ini rupiah mengalami pelemahan, Ronny berpandangan hal ini bukan semata-mata karena aksi kerusuhan di dalam negeri, melainkan lebih karena faktor perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

"Jadi kondisi rupiah terbaru, lebih banyak karena faktor perang dagang lah, ketimbang faktor tanah abang," pungkas pria yang juga sebagai Staf Ahli Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.