Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia jatuh sekitar 5 persen dipicu ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS)- China yang mengurangi permintaan. Perdagangan kali ini, menempatkan patokan minyak mentah di jalur penurunan harian dan mingguan terbesar dalam enam bulan.
Melansir laman Reuters, Jumat (24/5/2019), harga minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan internasional, ditutup turun USD 3,23, atau 4,6 persen menjadi USD 67,76 per barel.
Baca Juga
Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 3,51, atau 5,7 persen menjadi USD 57,91 per barel. Sebelumnya, kontrak minyak mentah ini sempat menyentuh USD 57,33 per barel, terendah sejak 13 Maret.
Advertisement
Itu adalah penurunan harian berturut-turut kedua untuk patokan minyak mentah tersebut. WTI turun 2,5 persen pada hari Rabu setelah data pemerintah menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik di minggu lalu, mencapai level tertinggi sejak Juli 2017.
Harga minyak bergerak turun di pasar global karena dipicu kekhawatiran jika konflik perdagangan China-AS dapat berubah menjadi perang dingin teknologi antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Perang perdagangan menjadi hal yang dinilai mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan prediksi permintaan minyak dunia. Pelaku pasar juga menunjuk melemahnya data AS dan stok minyak mentah AS yang berlebihan ikut memberi dampak ke harga minyak.
"Sekali lagi, kami melihat efek dari kekhawatiran tentang masalah perdagangan pada permintaan," kata Gene McGillian, Wakil Presiden Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
Indikator kesehatan ekonomi untuk Amerika Serikat, Eropa dan Jepang menunjukkan pertumbuhan yang kurang kuat dari harapan.
Perusahaan data IHS Markit menunjukkan data PMI manufaktur AS turun ke 50,6 pada awal Mei. Ini merupakan level terendah sejak September 2009, di mana pada April tercatat sebesar 52,6. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan di sektor manufaktur, yang menyumbang sekitar 12 persen terhadap ekonomi AS.
Iran
Di sisi lain, menurut beberapa analis, ketegangan AS-Iran berkurang. "Pemerintah tampaknya mengurangi retorika presiden tentang Iran," kata John Kilduff, Mitra di Again Capital di New York.
Dia menilai, pasar minyak telah membangun premi risiko terkait sanksi AS terhadap Iran, dan risiko itu sekarang terlihat menurun,.
Adapun upaya mengatasi faktor-faktor yang membuat harga minyak turun, adalah dengan memangkas pasokan yang dipimpin Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Bank Prancis BNP Paribas mengatakan bila inventaris tinggi berarti bahwa OPEC kemungkinan akan mempertahankan pengurangan pasokan secara sukarela di luar batas waktu akhir Juni.
Menurut Again's Kilduff, risiko geopolitik global masih cukup untuk memberikan landasan bagi harga minyak.
"Selain itu, serangan pesawat tak berawak ke Arab Saudi awal pekan ini meminta perhatian pada gejolak Timur Tengah yang sedang berlangsung yang dapat mencegah harga minyak kembali ke posisi terendah Februari," jelas Kilduff.
Advertisement
Harga Minyak Terpangkas 2 Persen karena Stok AS Membengkak
Harga minyak anjlok hampir 2 persen pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunan harga minyak tersebut karena kenaikan tak terduga persediaan minyak mentah AS.
Selain itu, kekhawatiran investor bahwa perang dagang antara AS dengan China dapat mengurangi permintaan minyak mentah dalam jangka panjang juga ikut membebani harga minyak.
Mengutip Reuters, Kamis (23/5/2019), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup pada USD 70,99 per barel, turun USD 1,19 atau 1,7 persen. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berakhir turun USD 1,71 atau 2,7 persen ke level USD 61,42 per barel.
BACA JUGA
Administrasi Informasi Energi AS melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS membengkak sebesar 4,7 juta barel dalam minggu terakhir ke level tertinggi sejak Juli 2017 sebesar 476,8 juta barel. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan terjadi penurunan 599.000 barel.
"Ini sangat ekstrem dan kemungkinan ini akan menuju untuk bearish," kata Bob Yawger, analis Mizuho, New York.
Stok bensin juga mencatat kenaikan mengejutkan yaitu melonjak 3,7 juta barel dibandingkan dengan ekspektasi analis akan terjadi penurunan 816.000 barel.
"Penyuling berjalan pada kecepatan yang tenang untuk sepanjang tahun ini," kata John Kilduff, analis Again Capital LLC di New York.