Sukses

Jurus Pemerintah Atasi Defisit Neraca Dagang Migas

Pemerintah berencana mengubah status minyak bagian Pertamina dari sumur luar negeri yang sebelumnya dikategorikan impor

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengubah pencatatan status minyak mentah yang didapat PT Pertamina (Persero), dari sumur minyak‎ yang dikelolanya di luar negeri. Hal ini untuk menghindari defisit neraca migas.

Wakil Menteri Energi Sumer Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan kajian untuk merubah status minyak bagian Pertamina, dari sumur luar negeri yang sebelumnya dikategorikan impor menjadi devisa masuk.

"Sedang merumusan bagaimana volume entitlement Pertamina luar negeri yang masuk dicatat sebagai devisa bukan impor," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/5/2019).

‎Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Darmin Nasution mengungkapkan, salah satu penyebab defisit neraca perdagangan adalah produksi migas Pertamina dari luar negeri kemudian dibawa ke dalam negeri, dicatat sebagai barang impor

"Itulah yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar,” kata Darmin.

Saat ini Pertamina telah memiliki sejumlah blok migas di 12 negara. Di Aljazair memiliki hak partisipasi di Blok Menzel Lejmet North (MLN), El Merk (EMK), dan Ourhoud (OHD). Di Irak, perseroan memegang saham di Lapangan West Qurna 1. Sementara di Malaysia, perseroan memegang kepemilikan saham di Blok K, Blok Kikeh, Blok SNP, Blok SK309 dan Blok SK311.

Selanjutnya, pasca akuisisi perusahaan migas Perancis, Maurel&Prom, perseroan memiliki aset migas yang tersebar di Gabon, Nigeria, Tanzania, Namibia, Kolombia, Kanada, Myanmar, Italia, dan negara lainnya. Namun, aset utamanya yang telah berproduksi yakni di Gabon, Nigeria, dan Tanzania.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Pemerintah Kaji Kebijakan Perbaiki Defisit Neraca Perdagangan Migas

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengkaji sejumlah langkah kebijakan terkait pencatatan impor minyak hasil ekplorasi Pertamina yang masuk ke Indonesia. Langkah tersebut dibahas dalam rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian teknis.

"Sebetulnya, defisit migas kita tidak terlalu lebar. Masyarakat perlu tahu bahwa hasil eksplorasi minyak yang dilakukan Pertamina di luar negeri dan di bawa ke dalam negeri tercatat sebagai barang impor. Itulah yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

Dalam rapat koordinasi mengenai Neraca Perdagangan Migas ini, Pemerintah merumuskan sejumlah bauran kebijakan antara, merumuskan kebijakan ESDM per Mei 2019, terkait dengan pemanfaatan crude oil hasil eksplorasi di dalam negeri yang biasanya diekspor, sekarang sebagian diolah di dalam negeri untuk pasar dalam negeri.

"Crude oil hasil eksplorasi bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri yang selama ini diekspor, sebagian diolah di kilang Pertamina di dalam negeri. Hal ini akan mengurangi impor crude oil yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi BBM, seperti solar dan avtur," jelas Menko Darmin.

Ke depan, pemerintah juga menginginkan pencatatan impor atas importasi crude oil hasil eksplorasi dari investasi pertamina di luar negeri tetap dicatat.

Pencatatan atas importasi crude oil hasil investasi dari Pertamina di luar negeri tetap dicatat di Neraca Perdagangan, di samping itu hasil investasi dari Pertamina di luar negeri juga akan di catat sebagai pendapatan primer di neraca pembayaran.

"Kedua pencatatan tersebut sesuai dengan standar International Merchandise Trade Statistic (IMTS) dan standar Balance of Payment Manual IMF," katanya.

Dengan pencatatan hasil investasi Pertamina tersebut, maka pendapatan primer di Neraca pembayaran akan meningkat sehingga dapat mengurangi defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit).

Turut hadir dalam rakor ini antara lain Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir.

Kemudian Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian Monty Giriana, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Wiwiek Sisto Widayat, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti.

 

3 dari 4 halaman

Kendalikan Defisit Perdagangan, KEIN Dorong Pemerintah Genjot Ekspor

Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta menyoroti, defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi pada April 2019.

Dia menuturkan, defisit sebesar USD 2,50 miliar tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, lantaran menjadi terbesar dibandingkan tahun-tahun lalu.

"Apa yang sebabkan defisit di April capai USD 2,50 miliar ini merupakan defisit terdalam dalam jangka waktu 6 tahun terakhir," kata Arif dalam acara press briefing, di Jakarta, Jumat (17/5/2019).

Arif mengatakan, dengan memburuknya posisi neraca perdagangan Indonesia otomatis akan berimbas pada terkoreksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan mencapai sebesar 5,3 persen.

"Di tahun 2019 kita akan tumbuh 5,3 persen dari asumsi makro APBN 2019. Maka target nilai ekspor kita harus minimal capai Rp 3.408 triliun," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi RI harus ada tindak lanjut dalam upaya pengendalian terhadap defisit neraca perdagangan. Paling tidak pemerintah dapat melakukan refleksi dari arah kebijakan moneter, fiskal hingga kepada sektor riil.

Dia menambahkan, dalam upaya pengendalian defisit neraca perdagangan dapat dilakukan juga dengan mendorong ekspor dan menahan laju impor.

Untuk mendorong ekspor, kata dia, bisa dilakukan dengan meningkatkan volume perdagangan atau mengubah harga relatif komoditas ekspor.

Arif menyebut, salah satu yang bisa dilakukan untuk mendorong volume perdagangan dapat dilakukan dengan mendiversifikasi ekspor selain komoditas utama. Sebab selama ini, Indonesia masih bergantung dan mengandalkan CPO beserta produk turunannya untuk ekspor.

"Kalau kita bergantung kepada CPO saja maka harga komoditinya akan turun. Secara agregat harga komoditas migas itu April 2018 ke April 2019 turun 21 persen secara agregrat, secara keseluruhan. Volume meningkat, tapi harga turun," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Strategi Pemerintah Tingkatkan Neraca Perdagangan

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah akan menerapkan sistem industrialisasi substitusi impor untuk meningkatkan neraca perdagangan. 

Pemerintah mengganti barang impor dengan barang produksi dalam negeri. Dia menjelaskan, pelaku industri harus lebih cermat mengenai identifikasi barang apa yang bakal diekspor. Mengingat, Indonesia tidak bisa lagi mengekspor barang ke luar negeri tanpa perhitungan yang cermat.

"Kalau mau ekspor kelihatannya kita harus lebih cermat, apa barangnya. Itu sudah harus diidentifikasi dengan baik. kalau hanya dicoba-coba dalam situasi seperti ini, itu tidak benar," kata Darmin di Jakarta.