Sukses

RI Punya Standar QR Code, Pembayaran Jadi Lebih Mudah

Bank Indonesia (BI) melakukan soft launching QR Code Indonesia Standard (QRIS) pada Senin, (27/5/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI)  melakukan soft launching QR Code Indonesia Standard (QRIS) pada Senin, (27/5/2019).

Peluncuran tersebut sebagai langkah awal transformasi digital di sistem pembayaran Indonesia dalam membantu percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital.

QRIS ini akan terealisasi secara penuh pada semester II 2019. Lalu apa saja keuntungan yang diperoleh dengan adanya QRIS ?

Dengan ada QRIS milik BI, penyelenggara sistem pembayaran berbasis QR Code dapat saling terhubung.  Sehingga masyarakat tidak perlu memiliki banyak aplikasi sistem pembayaran di telepon pintarnya.

Hal itu juga dapat meminimalisir tercecernya uang masyarakat di banyak aplikasi. Untuk membuktikannya, hari ini Merdeka.com mencoba melakukan transaksi di booth yang diadakan oleh LinkAja tapi pembayaran dilakukan melalui akun go-pay.

Transaksi pun berhasil dilakukan tanpa ada biaya tambahan. Per hari ini, pembayaran melalui QR Code dapat dilakukan melalui aplikasi pembayaran manapun di merchant yang sudah memiliki barcode berlogo QRIS dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional).

Adapun para penyelenggara QR Code yang beroperasi saat ini di antaranya adalah go-pay, ovo, linkaja, sakuku BCA, dan lain-lain.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Lima Visi Sistem Pembayaran Indonesia

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Pery Warjiyo, mengatakan hadirnya QRIS tersebut memungkinkan pembayaran melalui QR akan terinterkoneksi dan terinteropabilitas dengan menggunakan satu standar QR Code.

"Dalam tahap awal, BI memperkenalkan QRIS untuk Merchant Presented Mode (MPM) dan akan mulai diimplementasikan pada Semester II – 2019," kata Perry dalam acara Seminar Internasional yang bertema "Digital Transformation for Indonesian Economy", di kantornya, Senin, 27 Mei 2019.

Perry memaparkan akan ada lima visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 untuk memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif.

Visi ini merupakan respons atas perkembangan digitalisasi yang merubah lanskap risiko secara signifikan, yaitu meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik, dan shadow banking yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran. 

Adapun lima visi SPI 2025 adalah pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.

"Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan," ujarnya.

Selanjutnya, yang ketiga, menjamin interlink antara Fin-tech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital (seperti Application Programming Interface-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.

Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering / Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech dan sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan. 

Kelima, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.

"Kelima Visi SPI 2025 tersebut akan diwujudkan melalui lima inisiatif, baik yang akan diimplementasikan secara langsung oleh Bank Indonesia sesuai tugas dan kewenangannya, maupun diimplementasikan melalui kolaborasi dan koordinasi yang produktif dengan Kementerian dan Lembaga terkait beserta industri," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Tak Mau Kecolongan Seperti China, BI Standarisasi Transaksi QR Code

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan standarisasi sistem pembayaran berbasis QR Code (quick response code).

Standarisasi tersebut diberi nama QRIS atau QR Code Indonesia Standard. Standarisasi tersebut dirasa perlu untuk segera diterapkan mengingat penggunaan QR Code dalam sistem pembayaran semakin marak.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta mengungkapkan, BI memiliki beberapa alasan khusus untuk mengatur standarisasi QR Code tersebut.

Salah satunya adalah untuk memastikan sistem pembayaran tersebut efisien serta menjamin keamanan dari QR Code. QRIS ditargetkan dapat diimplementasikan pada semester II 2019.

"Kita juga mendukung jadi kita berusaha untuk mendukung, berkontribusi dan mensupport dengan berinovasi mendorong bagaimana sistem pembayaran ini dapat dilakukan secara efisien, murah, cepat aman, itu yang ingin  kita lakukan,"  kata dia dalam acara Bincang-Bincang Media di Kantor BI, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.

Selain itu, dia menegaskan pihaknya tidak ingin terlambat membuat regulasi dan standarisasi QR Code. Lantaran di beberapa negara tetangga hal ini sudah dilakukan sejak dua tahun belakangan.

Dia menuturkan, QR Code terbukti dapat memberi banyak manfaat. Salah satunya adalah dapat meningkatkan minat wisatawan sebab pembayaran menjadi jauh lebih mudah.

"Trend emerging market, kita lihat China, Thailand sudah menerapkan. QR Code di Thailand itu pedagang kaki lima sudah QR Code. Kita lihat ini perlu dan bisa meningkatkan pariwisata,  lihat turis-turis, mereka banyak menggunakan QR Code," ujar dia.

Selain itu, dengan ada standarisasi tersebut diharapkan dampak-dampak negatif yang mungkin muncul dari sistem pembayaran QR Code tidak akan sampai terjadi di Indonesia. Seperti yang pernah terjadi di China.

"Di berbagai negara mulai terjadi scamming. BI melihat sebelum kita terlambat seperti negara lain nanti malah susah, sebelum banyak, kita lakukan standarisasi. Di China kerugian akibat scamming sampai USD 13 juta," ungkapnya.

"Dengan adanya latar belakang ini, maka kita melihat perlu ada solusi bagaimana cara kita mendorong cashless society, maka-nya ada QR Code," dia menambahkan.