Sukses

KEIN: Kabinet Pemerintahan Baru Harus Berubah

KEIN menilai, kinerja pemerintah ke depan akan fokus ke pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan ekspor.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengubah komposisi dan jajaran kabinet yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Ketua KEIN, Soetrisno Bachir menilai, perubahan ini perlu dilakukan mengingat fokus kerja pemerintah dalam lima tahun ke depan berbeda dengan lima tahun sebelumnya.

Jika sebelumnya fokus pembangunan infrastruktur, kinerja pemerintah ke depan akan fokus ke pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan ekspor.

"Kabinet ke depan akan berbeda, karena sasaran dan tujuannya sudah berbeda. Makanya Pak Presiden itu sempat bilang kalau perlu akan dibuat Menteri khusus ekspor dan khusus investasi, ya karena memang itu yang kita perlukan saat ini," tegas dia di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Untuk soal infrastruktur, menurut dia, sudah saatnya swasta yang melanjutkan pembangunan. Pemerintah dan BUMN sudah cukup banyak dalam membangun infrastruktur dasar demi memberikan stimulus untuk swasta.

Alasan Soetrisno, Indonesia saat ini butuh membangun kekuatan ekonomi dalam negeri. Terlebih saat ini Indonesia tengah dihadapkan pada gejolak ekonomi dunia, seperti maraknya perang dagang antar negara.

Dia mencontohkan, seperti tugas Menteri Perhubungan (Menhub) ke depannya tidak hanya membangun berbagai fasilitas infrastruktur di berbagai wilayah. Hanya saja Menhub ke depan perlu meningakkan daya saing infrastuktur transportasi yang memudahkan ekspor.

"Jadi kalau ada China yang mau investasi di Indonesia, jangan lagi di Jawa, tapi di Kalimantan Utara, Sumatra, Sulawesi, itu tempat-tempat jadi pintu gerbang ekspor kita. Jadi butuh orang-orang yang berani seperti itu," tegas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 4 halaman

Kendalikan Defisit Perdagangan, KEIN Dorong Pemerintah Genjot Ekspor

Sebelumnya, Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta menyoroti, defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi pada April 2019.

Dia menuturkan, defisit sebesar USD 2,50 miliar tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, lantaran menjadi terbesar dibandingkan tahun-tahun lalu.

"Apa yang sebabkan defisit di April capai USD 2,50 miliar ini merupakan defisit terdalam dalam jangka waktu 6 tahun terakhir," kata Arif dalam acara press briefing, di Jakarta, Jumat, 17 Mei 2019.

Arif mengatakan, dengan memburuknya posisi neraca perdagangan Indonesia otomatis akan berimbas pada terkoreksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan mencapai sebesar 5,3 persen.

"Di tahun 2019 kita akan tumbuh 5,3 persen dari asumsi makro APBN 2019. Maka target nilai ekspor kita harus minimal capai Rp 3.408 triliun," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi RI harus ada tindak lanjut dalam upaya pengendalian terhadap defisit neraca perdagangan. Paling tidak pemerintah dapat melakukan refleksi dari arah kebijakan moneter, fiskal hingga kepada sektor riil.

Dia menambahkan, dalam upaya pengendalian defisit neraca perdagangan dapat dilakukan juga dengan mendorong ekspor dan menahan laju impor.

Untuk mendorong ekspor, kata dia, bisa dilakukan dengan meningkatkan volume perdagangan atau mengubah harga relatif komoditas ekspor.

Arif menyebut, salah satu yang bisa dilakukan untuk mendorong volume perdagangan dapat dilakukan dengan mendiversifikasi ekspor selain komoditas utama. Sebab selama ini, Indonesia masih bergantung dan mengandalkan CPO beserta produk turunannya untuk ekspor.

"Kalau kita bergantung kepada CPO saja maka harga komoditinya akan turun. Secara agregat harga komoditas migas itu April 2018 ke April 2019 turun 21 persen secara agregrat, secara keseluruhan. Volume meningkat, tapi harga turun," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

KEIN: Program Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Berjalan Efektif

Program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terbukti efektif karena mampu membebaskan 2,06 juta jiwa dari zona kemiskinan dalam kurun waktu empat tahun.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2014 sebesar 27,73 juta jiwa. Adapun jumlah penduduk miskin pada September 2018 kian turun menjadi 25,67 juta jiwa.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, penurunan tingkat dan jumlah orang miskin per September 2018 merupakan bukti komitmen pemerintah dalam rangka mensejahterakan rakyat.

“Usaha untuk melepaskan kemiskinan untuk seluruh rakyat Indonesia menunjukan hasil yang positif. Penurunan kesenjangan pendapatan pun akan mendekatkan pada kehidupan yang berkeadilan,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 16 Januari 2019.

Seperti yang diketahui, BPS mengumumkan tingkat kemiskinan sebesar 9,66 persen per September 2018. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kondisi September 2017 yakni 10,12 persen.

Arif melanjutkan pemerintah bertekad kuat untuk mengentaskan kemiskinan dengan terus meningkatkan besaran anggaran perlindungan sosial, sebagai komitmen pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada 2015 anggaran perlindungan sosial sebesar Rp249,7 triliun. Sementara itu, pada 2018, anggaran perlindungan sosial dialokasikan Rp291,7 triliun, atau meningkat sebesar 16,82 persen.

Anggaran tersebut disalurkan melalui beragam program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Rastra (bantuan pangan non-tunai), Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Bantuan Operasional Sekolah dan Kesehatan dan Kredit Usaha Rakyat.

 

4 dari 4 halaman

Stabilitas Harga

Selain melalui berbagai program yang berkaitan langsung dengan kemiskinan, salah upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat adalah dengan menjaga stabilitas harga pangan yang ditunjukan dengan nilai inflasi yang terus terjaga selama empat tahun terakhir.

"Dapat dibayangkan apabila kebijakan dan komitmen ini terus berlangsung. Berapa banyak jiwa yang bisa terlepas dari kemiskinan dan ini menjadi fokus utama ke depannya," ujar Arif.

Meskipun demikian, sambungnya, pemerintah tidak boleh lengah dan harus terus memperbaiki program-program pengentasan kemiskinan. Beberapa permasalahan yang ada seperti pengawasan dan evaluasi untuk meningkatkan ketepatsasaran program bagi rakyat miskin.

"Melakukan pengawasan dan evaluasi sistem penentuan target penerima program bantuan sosial juga perlu untuk dijalankan sehingga tata kelola bisa berjalan berkesinambungan," ucapnya.