Sukses

Sri Mulyani: Ada Warga Mampu Beli Rokok, Sulit Bayar Iuran Kesehatan

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, saat ini dibutuhkan upaya untuk membuat JKN melalui BPJS Kesehatan tepat sasaran dan berkesinambungan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai hasil audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam rapat tersebut, dia menyoroti kinerja BPJS terkini. Sri Mulyani mengatakan, saat ini dibutuhkan upaya untuk membuat jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan tepat sasaran dan berkesinambungan.

Salah satunya melalui edukasi kepada masyarakat, sebab terkadang masyarakat lebih mudah mengeluarkan uang untuk rokok daripada membayar iuran kesehatan. 

"Seringkali masyarakat menghabiskan uangnya justru untuk membeli rokok. Mereka mampu membeli rokok, tapi sulit untuk membayar iuran kesehatan. Untuk itu, edukasi mengenai pentingnya jaminan kesehatan ini perlu dilakukan," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Dia melanjutkan, dalam mendorong penyaluran JKN yang tepat sasaran dan berkesinambungan setidaknya dibutuhkan tiga hal. Pertama mengenai pelayanan yang harus diberikan, kedua iuran uang terjangkau tapi adil bagi perushaan dan ketiga kesinambungan program harus terjamin. 

"Jadi, untuk kami agar jaminan kesehatan nasional ini bisa suitable dan berkesinambungan agar kita bisa mengangkat 3 isu ini. Pertama, seluruh peserta ingin manfaat yang sangat layak. Kedua, dengan iuran yang terjangkau dan ketiga menjamin program yang berkesinambungan," ujar dia.

Sementara itu, dari sisi kesinambungan pemberian JKN memerlukan promosi yang lebih banyak kepada masyarakat.

Selain itu, dari sisi internal dibutuhkan perbaikan kualitas layanan agar masyarakat sebagai pembayar iuran mendapat hak semestinya.

"Keberlangsungan program JKN harus diikuti program promotif, perbaikan kualitas layanan, peningkatan supply side (faskes dan tenaga Kesehatan). Membutuhkan peningkatan peranan pemda, besaran iuran dan tarif layanan yang sesuai atau memadai serta efesiensi biaya layanan," tandasnya. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Defisit BPJS Kesehatan Bakal Membengkak pada 2019

Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah selesai mengaudit terhadap penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu lndonesia Sehat (JKN-KIS) yang dilakukan BPJS Kesehatan. Hasilnya, perseroan masih mengalami defisit keuangan yang terus membengkak dari tahun ke tahun.

Menurut perhitungan BPKP pada 30 Juni 2018 lalu, defisit yang dialami BPJS Kesehatan sempat diproyeksikan sebesar Rp 10,98 triliun. Untuk tahun ini, BPKP memperkirakan nilai defisit keuangan akan bertambah menjadi Rp 16,5 triliun.

Menyelesaikan permasalahan ini, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan elemen pemerintahan.

"Kita sama-sama dengan pemerintah untuk bisa dicarikan jalan keluar. Kan lagi proses," ungkap Andayani saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.

3 dari 3 halaman

Cara Atasi Defisit

Secara konkret rencana untuk mengatasi defisit ini, ia melanjutkan, BPJS Kesehatan masih menunggu hasil review dari BPKP. Dia menyatakan, hasil kajian tersebut nantinya akan disampaikan oleh BPKP selaku auditor.

Adapun hasil review ini disebutnya akan keluar setelah kembali dilakukan proses Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak terkait. "Tapi belum dapat undangan lagi. Skemanya menjadi apa itu masih dalam proses," sambungnya.

Dia pun menargetkan, hasil review tersebut bisa dirilis pada Semester I tahun ini. "Harus bisa," dia menegaskan.

Â