Liputan6.com, Jakarta Aksi mafia pupuk dinilai semakin membuat para petani kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau. Pasalnya, para mafia pupuk akan menetapkan harga jual jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Oleh karena itu, sampai saat ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus berusaha memerangi mafia pupuk dengan beragam upaya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, sulitnya penyebaran pupuk bersubsidi di seluruh wilayah nusantara merupakan akar masalah dari kelangkaan pupuk bagi para petani. Kondisi inilah yang membuat pemerintah beralih pada sistem pembayaran langsung (direct payment), sehingga petani bisa mendapatkan langsung pupuk bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah dengan harga terjangkau.
Baca Juga
"Dengan begitu, mafia pupuk semakin sempit untuk mendapat celah untuk melancarkan aksinya," ujar Sarwo Edhy, Senin (27/5).
Advertisement
Sarwo Edhy mengungkapkan, Kementan juga sudah menginstruksikan kepada seluruh Anggota Holding Pupuk agar menyediakan pupuk non-subsidi di Kios Resmi. Hal ini dilakukan agar petani tidak membeli pupuk di sembarang tempat, yang pada akhirnya memungkinkan mereka mendapat pupuk dengan harga tinggi ataupun pupuk palsu.
"Bagi petani yang belum tergabung dalam kelompok tani, pupuk non-subsidi ini bisa didapatkan dengan lebih mudah," kata Sarwo Edhy.
Selain itu, Pemerintah juga sudah memberi sanksi hukum yang tegas bagi para pelaku mafia pupuk. Terbukti hingga saat ini ada sekitar 782 perusahaan mafia pupuk yang sedang dalam proses hukum, sementara 409 perusahaan sudah dijebloskan ke dalam penjara.
"Sebagian besar mafia pupuk tidak hanya menjual pupuk bersubsidi dengan harga tinggi, tetapi juga memalsukan pupuk yang diberikan untuk petani," sebutnya.
Ditjen PSP juga terus mengimbau para petani di seluruh nusantara, untuk bergabung dalam suatu kelompok tani. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena melalui kelompok tani itulah pupuk bersubsidi akan dibagikan secara langsung.
"Agar pembagian pupuk bersubsidi merata, maka setiap kelompok tani wajib menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), termasuk juga bagi para petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)," tuturnya.
Di tahun 2019 ini, Kementan diketahui sudah meningkatkan anggaran dana sebesar Rp 29 triliun, untuk mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 9,1 juta ton. Anggaran ini dibuat berdasarkan RDKK yang telah dibuat oleh kelompok tani, Kepala Desa, dan diketahui oleh pihak penyuluh serta pemerintah pusat. Mayoritas pupuk bersubsidi ini akan ditujukan bagi petani tanaman pangan, sehingga Indonesia tidak akan kekurangan bahan pangan, setidaknya selama satu tahun ke depan.
"Petani diimbau bersikap lebih tegas dan tanggap apabila mendapat pupuk dengan harga terlampau mahal, ataupun memiliki kualitas rendah. Jangan ragu untuk melaporkan hal tersebut kepada petugas berwajib agar segera ditindak lanjuti," tegas Sarwo Edhy.
Di samping itu, guna meningkatkan hasil panen, disarankan pula agar petani menggunakan pupuk dengan kualitas terbaik yang bisa dibeli secara langsung di Kios Resmi, atau melalui kelompok tani terdekat.
"Dengan begitu, tidak lagi ada celah bagi mafia pupuk untuk menyalahgunakan kesempatan yang ada," pungkasnya.
(*)