Sukses

Bermodal Rp 100 Miliar, PPA Rambah Bisnis Hotel

Untuk proses akuisisi hotel, PPA telah menganggarkan dana tidak lebih dari Rp 100 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) (PPA) akan merambah bisnis baru, yaitu bisnis perhotelan. Ekspansi ini menjadi bagian dari aksi bisnis perusahaan dalam mengejar target laba yang setiap tahun terus mengalami peningkatan.

Direktur Konsultasi Bisnis dan Aset Manajemen PPA Dikdik Permadi mengatakan, PPA berencana untuk mengakuisisi salah satu hotel yang berlokasi di Jawa Timur pada tahun ini. Sejauh ini, pembicaraan antara PPA dengan pemilik hotel sudah memasuki tahap akhir. 

"Kami akan masuk ke perhotelan. Dengan pertimbangan potensi market di sana, ada peluang menjanjikan untuk kami masuk di situ. Proses akuisisi sudah tahap akhir, tinggal deal saja," kata dia kepada wartawan, Selasa (28/5/2019).

Hotel yang diakuisisi oleh PPA ini, sebenarnya masih proses pembangunan, dimana saat ini progresnya masih 60 persen. Ditargetkan hotel dengan bintang 3 plus ini akan rampung dan operasi di akhir 2019.

Proses akusisi sendiri ditargetkan bisa rampung pada Semester I 2019. Hotel ini nantinya akan dikelola perusahaan manajemen internasional yang bekerjasama dengan anak usaha PPA yaitu PPA Capital.

"Jadi ini hotel bintang 3 tapi pelayanan bintang 4, jadi bintang 3 plus. Lokasinya tidaj jauh dari Surabaya dan kami lihat potensinya masih sangat bagus," tambah Dikdik.

Untuk proses akuisisi sendiri, PPA telah menganggarkan dana tidak lebih dari Rp 100 miliar. Dengan nilai tersebut, diharapkan ke depan akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

PPA Benahi Bisnis 11 BUMN

Sebelumnya, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau disebut PPA yang memiliki tugas restrukturisasi dan revitalisasi badan usaha milik negara (BUMN) menyebutkan ada 11 perusahaan yang berada dalam pembinaannya.

Pembinaan ini sebelumnya mengalami kerugian sehingga harus dilakukan restruktukturisasi. Direktur Utama PT PPA Henry Sihotang mengatakan dari 11 BUMN tersebut meski masih dalam pembinaan, tapi bukan berarti semuanya rugi.

"Sekarang kami masih melakukan pembinaan dan pembenahan 11 BUMN. Dari waktu ke waktu ada yang menimbulkan hasil, namun ada juga empat perusahaan yang sampai saat ini masih berat penanganannya," kata dia kepada wartawan, pada Sabtu 26 Mei 2018. 

Adapun 11 perusahaan itu adalah PT PAL (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Boma Bisma Indra (Persero), PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Survai Udara Penas (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).

 

3 dari 3 halaman

Skala Berat

Dari 11 perusahaan itu, empat perusahaan yang paling berat penanganannya adalah PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Hal itu karena beban utang lebih besar dari aset yang dimiliki perusahaan. 

Sementara tujuh perusahaan lainnya saat ini menunjukkan rencana bisnis dan kemajuan kinerja yang terus membaik. Sebut saja PT PAL (Persero) yang kini mempunyai banyak proyek, PT Nindya Karya (Persero) yang kini mulai untung dan juga perusahaan lainnya.

"Meski empat BUMN ini berat, kami optimistis bisa menyelesaikannya," tegas Henry. 

Saat ini, PPA tengah menawarkan kepada investor empat BUMN tersebut. Alhasil ada beberapa investor yang menyatakan minat untuk kembali mengembangkan bisnisnya, seperti untuk Merpati Nusantara Airlines.