Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan tiga catatan penting yang menjadi perhatian khusus bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP) 2018.
Salah satunya yakni terkait dengan rasio utang Pemerintah Pusat. Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, rasio utang pemerintah terus meningkat sejak 2015-2017.
Secara rinci peningkatan rasio utang pada 2015 tercatat sebesar 27,4 persen, 2016 sebesar 28,3 persen, dan 2017 mencapai 29,93 persen. Sedangkan pada 2018 rasio utang menurun menjadi 29,91 persen.
Advertisement
Baca Juga
Peningkatan rasio utang tersebut tidak lepas dari realisasi pembiayaan utang dari 2015-2018, yaitu sebesar Rp 380 triliun pada 2015, Rp 403 triliun pada 2016 Rp 429 triliun pada 2017, dan Rp 370 pada 2018.
"(Meski meningkat) rasio utang pemerintah masih di bawah ambang batas 60 persen PDB," katanya di Ruang Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Adapun hingga 31 Desember 2019, nilai pokok atas utang pemerintah tercatat sebesar Rp 4.466 triliun yang terdiri dari utang luar negeri sebesar Rp 2.655 triliun atau 59 persen dan utang dalam negeri sebesar Rp 1.811 triliun atau 41 persen.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
BPK Soroti Realisasi Belanja Subsidi dan Pertumbuhan Ekonomi
Selain itu, catatan kedua yang diberikan BPK yakni mengenai realisasi belanja subsidi 2018. Pada realisasi belanja pada 2018 tersebut sebesar Rp 216 triliun melebihi pagu anggaran yang ditetapkan APBN sebesar Rp 156 triliun dan meningkat Rp 50 triliun dibandingkan dengan 2017.
Salah satu penyebabnya yakni karena pembayaran utang subsidi pada tahun sebelumnya sebesar Rp 25 triliun, realisasi nilai Indonesian Crude Price (IPC) 2018 sebesar USD 67,5 per barel atau lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN sebesar USD 48 per barel, dan realisasi nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.247 per USD lebih tinggi dibanding asumsi APBN sebesar Rp 13.400 per USD.
"Pemerintah dan DPR perlu membahas skema pengelolaan keuangan dan pelaporan pertanggungjawaban yang tepat atas penetapan harga jual di bawah harga keekonomisan tersebut," ucapnya.
Kemudian terakhir, BPK juga memberikan catatan atas ketidakcapaian realisasi pertumbuhan ekonomi 2018 yang hanya mencapai sebesar 5,17 persen dari target 5,4 persen.
Kendati begitu, terdapat beberapa capaian posistif dalam APBN 2018 yakni realisasi inflasi sebesar 3,13 persen dari target 3,50 persen.
Selain itu lifting minyak juga menunjukan capaian baik yakni hanya mencapai 778 ribu per barel per hari dari target sebanyak 800 ribu barel per hari, dan lifting migas mencapai sebesar 1.145 ribu barel per hari dari target 1.200 ribu barel per hari.
Advertisement