Sukses

Ada Alasan Sejarah dalam Rencana Pemindahan Ibu Kota

Penetapan Jakarta sebagai ibu kota memang terkait dengan masa penjajahan Belanda.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke wilayah lain di luar Jawa. Pemindahan tersebut bukan hanya lantaran ingin mengurangi beban Jakarta atau sebagai upaya pemerataan pembangunan, tetapi juga ada alasan sejarahnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, aspek sejarah memang menjadi salah satu alasan pemerintah ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke tempat lain.

"Kalau saya meihat urgensinya dari beberapa aspek, pertama aspek historis bahwa Jakarta menjadi ibu kota karena kita memang melanjutkan ibu kota dari pemerintahan kolonial Belanda," ujar dia saat berbincang khusus dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Rabu (29/5/2019).

Dia menjelaskan, penetapan Jakarta sebagai ibu kota memang terkait dengan masa penjajahan Belanda. Sehingga bukan murni berasal dari keinginan bangsa Indonesia.

"Karena kita tahu sejarah Jakarta dari Jayakarta, kemudian ketika VOC masuk dibuat Batavia sebagai pelabuhan, kemudian pemerintah kolonial masuk dijadikan sebagai pusat pemerintahan kemudian berkembang menjadi Jakarta yang kita lihat sekarang," jelas dia.

Bambang menyatakan, ini menjadi salah satu alasan pemerintah akhirnya memutuskan untuk melakukan pemindahan ibu kota. Menurut dia, pemerintah ingin ibu kota yang ditunjuk nantinya memang merupakan representasi dari bangsa Indonesia, bukan karena melanjutkan apa yang sudah dibangun pada masa penjajahan Belanda.

"Jadi sebenarnya kalau saya perhatikan juga di banyak negara yang melakukan pemindahan ibu kota, selain alasan-alasan lain, ada satu alasan yaitu ingin punya ibu kota yang menggambarkan identitas bangsanya. Artinya dia ingin ibu kota memang ditentukan oleh bangsa itu sendiri, bukan karena dia mengikuti apa yang sudah disiapkan atau dibuat oleh pemerintah penjajahan sebelumnya," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Lokasi Ibu Kota Baru Ditentukan Tahun Ini

Bambang memastikan penentuan lokasi ibu kota baru dilakukan pada tahun ini. Dengan demikian, pada tahun depan pembangunan infrastruktur dasar bisa dilakukan.

Dia menjelaskan, proses kajian dan penyusunan rencana pemindahan ibu kota baru masih terus berjalan. Salah satu tahap awalnya yaitu dengan penentuan lokasi pada tahun ini.

"Jalan terus, artinya tahun ini sudah pasti penentuan lokasi. Tahun ini penentuan lokasi, tahun depan menyiapkan masterplan dan infrastruktur dasar. Kemudian di 2021 groundbreaking dan 2024 proses pemindahan," ujar dia. 

Dia mengatakan, mengenai calon lokasi dari ibu kota baru hingga saat ini belum diputuskan. Termasuk soal Palangkaraya yang kerap disebut-sebut sebagai calon kuat ibu kota pengganti Jakarta.

"(Mengerucut ke Palangkaraya?) Tidak ada yang mengerucut, tidak ada yang mengerucutkan," kata dia.

Sementara terkait dengan harus adanya revisi Undang-Undang untuk memuluskan langkah pemindahan ibu kota ini, Bambang menyatakan hal tersebut akan dibahas dengan DPR.

‎"Nanti kita bicara, yang penting penentuan lokasi ibu kota baru dulu. UU kan itu hal baru, kita nanti bicara dengan DPR tentunya," tandas dia.

3 dari 3 halaman

REI Siap Bantu Pemerintah Bangun Ibu Kota Baru di Luar Jawa

Sebelumnya, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menegaskan siap mendukung Pemerintah untuk pembangunan ibukota baru yang tengah disiapkan pemerintah di luar Pulau Jawa.

Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengatakan, anggota REI selama ini telah mengembangkan 34 kota baru di Jabodetabek, dengan luas area rata-rata sekitar 60 ribu hektare. Hampir semuanya kini menjadi kota-kota baru yang mandiri termasuk menciptakan sentra pemerataan ekonomi masyarakat.

"Contohnya di BSD, Bintaro, Lippo Karawaci dan sebagainya itu luasnya rata-rata mencapai 60 ribu hektare, dan itu dikembangkan sekitar 20-30 tahun lamanya," terangnya di Jakarta, Rabu (22/5/2019).

Untuk itu, pihaknya optimististis dapat membantu pemerintah dalam mengembangkan ibukota baru. Menurut dia, pengembangan kawasan baru sebaiknya memang banyak melibatkan swasta dan ahli-ahli di bidangnya masing-masing untuk saling bekerjasama.

"Sinergi dan koordinasi dibutuhkan mengingat pengembangan kawasan butuh waktu yang panjang," ujarnya.

Seperti diketahui, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menjelaskan akan mengurangi porsi APBN dalam pembangunan ibukota baru nanti.

Pemerintah sebisa mungkin akan meminimalisir penggunaan APBN dengan menjalin kerjasama dengan pihak swasta atau skema pemerintah badan usaha (KPBU).

"Saya yakin swasta khususnya pengembang tidak masalah bila diminta mendanai pembangunan fasilitas hunian dan komersial di ibukota baru. Setidaknya, akan ada captive market sebanyak 1,5 juta orang di ibukota baru tersebut yang dari sisi properti pasti membutuhkan  rumah, kawasan komersil, hotel, serta fasilitas kota lainnya," ucapnya.

 

Â