Sukses

Kreditur Sepakat, Produsen Snack Taro Lolos dari Ancaman Pailit

Manajemen PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mengharapkan operasional dapat optimal usai proses PKPU anak usaha selesai.

Liputan6.com, Jakarta - Anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) yaitu PT Putra Taro Paloma (PTP) dan PT Balaraja Bisco Paloma (BBP), produsen makanan ringan Taro akhirnya mendapatkan persetujuan dari kreditur dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Corporate Secretary TPS Food, Michael Hadylala menuturkan, keputusan penyelesaian proses PKPU anak usahanya tersebut didapat pada Selasa 28 Mei 2019. 100 persen kreditur anak usaha TPS Food tersebut setuju proses penyelesaian PKPU. 

"Kemarin voting diterima. Secured (kreditur separatis) 100 persen setuju termasuk UOB. Konkuren 32, kreditur 100 persen setuju," ujar Michael, saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Rabu (28/5/2019).

Selanjutnya, perseroan menunggu homologasi atau pengesahan hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur konkruen untuk akhiri kepailitan atau pailit. Kreditur konkuren ini merupakan kreditur yang tidak memegang jaminan apa-apa, sedangkan kreditur separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya dan mendapatkan piutang terlebih dahulu ketimbang kreditur konkuren.

Michael menuturkan, dengan proses penyelesaian PKPU ini, perseroan dapat mengoptimalkan kembali operasional ke depan.

Selain itu, dengan persetujuan perdamaian dalam proses PKPU ini, Michal menuturkan, pihaknya meminta grace period restrukturisasi utang hingga Juni 2020. Dalam grace period tersebut, dana yang terkumpul akan digunakan untuk modal kerja perseroan.

"Harapannya penjualan bisa ditingkatkan dan nantinya keuntungan operasional digunakan untuk bayar utang," tutur dia.

Adapun kewajiban dari anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yaitu PTP dan BBP sekitar Rp 500 miliar.

Sebelumnya, anak usaha perseroan hadapi kasus PKPU yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Perkasa 117/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst. Pemohon kasus PKPU tersebut PT Bank UOB Indonesia.

Kewajiban PTP ke Bank UOB Indonesia sekitar Rp 180 miliar. Michael sebelumnya pernah menuturkan, persetujuan oleh Bank UOB Indonesia ini cukup berpengaruh terhadap proses penyelesaian PKPU.

"Kalau UOB setuju dengan proposal perdamaian di Taro akan sangat berpengaruh dengan kelancaran pelaksanaan proposal perdamaian di PKPU TPS Food dan TPS-PMI. Kalau UOB enggak bersedia mendukung kita di proposalnya Taro dan Taro pailit, itu efeknya akan berpengaruh ke TPS Food dan TPS-PMI," tutur dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Nasib Produsen Taro

Sebelumnya, manajemen PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) berharap para kreditor dapat menerima proposal perdamaian yang ditawarkan perseroan untuk proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) untuk anak usaha perseroan PT Putra Taro Paloma (PTP) dan PT Balaraja Bisco Paloma (BBP).

Dua anak usaha perseroan ini yang memproduksi makanan ringan atau disebut snack merek Taro. Adapun kasus PKPU anak usaha perseroan ini terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 117/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst. Pemohon kasus PKPU tersebut PT Bank UOB Indonesia.

Corporate Secretary TPS Food, Michael H.Hadylala menuturkan, saat ini masih dalam proses PKPU yaitu anak usaha perseroan PT Putra Taro Paloma (PTP) dan PT Balaraja Bisco Paloma (BBP). Perseroan akan hadapi proses pemungutan suara (voting) terhadap proposal perdamaian yang diajukan perseroan.

Keputusan diterimanya proses perdamaian dengan kreditur ditentukan pada pekan depan. Michael menuturkan, pihaknya dibantu oleh Deloitte untuk pembuatan proposal perdamaian.

"Kalau Taro pekan depan. Proposal perdamaian sudah kami siapkan. Optimistis, berkah Ramadan. Kreditur bisa terima proposal perdamaian dengan kepastian pembayaran utang-utang. Kreditur tersebut banyak mulai dari bank, pemegang obligasi dan sukuk.  Target sebelum Lebaran ini sudah selesai (proses PKPU)," tutur Michael saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (25/5/2019).

Ia menuturkan, kalau kreditur konkruen mayoritas sudah sepakat. Saat ini nasib produsen Taro berada di tangan kreditur separatis yaitu UOB. Kreditur separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya dan mendapatkan piutang terlebih dahulu ketimbang kreditur konkuren. 

"Sekarang tinggal UOB sebagai kreditur separatis apakah akah membiarkan Taro pailit? Karena sekarang bola tangan di UOB," tutur dia.

Michael menambahkan, jika proses PKPU anak usaha di bidang makanan ringan ini selesai, perseroan akan fokus untuk menyelesaikan utang-utang perseroan. Selain itu, perseroan juga fokus mengembangkan bisnis makanan setelah bisnis beras perseroan dinyatakan pailit.

Akuisisi Taro oleh TPS Food pada 2011

Makanan ringan Taro ini memang sudah lama beredar di Indonesia dan dikenal publik sejak 1984.

 Sebelum dibeli oleh Tiga Pilar Sejahtera Food, makanan ringan merekTaro dipegang oleh Unilever. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk menyelesaikan akuisisi  merek Taro dan pabrik dari PT Unilever Indonesia pada Desember 2011.  

Nilai akuisisinya diperkirakan Rp 200 miliar lebih. Akuisisi merek Taro tersebut diharapkan dapat mendongkrak pendapatan bagi Tiga Pilar Sejahtera Food.

Saa itu, Unilever Indonesia melepas merek Taro untuk fokus pada bisnis utamanya yaitu home, personal care, food dan ice cream. Sementara itu, Unilever juga akuisisi merek Taro pada 2003 dari PT Rasa Mutu Utama.

3 dari 4 halaman

Induk Usaha Lolos Pailit

Sedangkan proses PKPU  induk usaha perseroan yaitu TPS Food dan anak usaha perseroan Tiga Pilar Sejahtera sudah diterima proposal perdamaiannya oleh kreditur pada pekan ini.

Kasus PKPU itu terdaftar dalam PKPU Nomor 121/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Jkt.Pst terhadap PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dan PKPU Nomor 18/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Smg terhadap PT Tiga Pilar Sejahtera dan PT Poly Meditra Indonesia. Permohonan perkara tersebut diajukan PT Sinarmas Asset Management dan PT Asuransi Simas Jiwa.

"Tiga Pilar Sejahtera Senin ini proposal perdamaian sudah diterima di PN. Semarang. Sedangkan TPS Food di PN Jakarta Pusat," ujar dia.

Michael menuturkan, jika proses PKPU selesai, perseroan akan menagih piutang yang macet dari sejumlah distributor. Diharapkan dengan ada tambahan dari tagihan piutang bisa membantu perseroan.

Selain itu, perseroan juga akan fokus untuk genjot penjualan sehingga menambah modal. Dengan begitu, kondisi keuangan diharapkan lebih baik ke depan.

Berdasarkan laporan keuangan 2017 yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan mencatatkan liabilitas Rp 5,31 triliun pada 31 Desember 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,99 triliun.

 

4 dari 4 halaman

Divisi Beras Pailit

Adapun nasib divisi beras dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga di Semarang pada awal Mei 2019. Kepailitan itu terjadi pada entitas anak perseroan dalam perkara Nomor 15/Pdt.Sus-PKPU/PN.Smg terhadap PT Dunia Pangan, PT Sukses Abadi Karya Inti, PT Indo Beras Unggul dan PT Jatisari Sri Rejeki.

Dalam keputusan pengadilan tersebut juga menunjuk dan mengangkat Suwandi dan Giri Singgih Hartarto sebagai kurator dalam proses kepailitan anak usaha perseroan.

Corporate Secretary PT TIga Pilar Sejahtera Food Tbk, Michael Hadylala menuturkan, keputusan pailit terhadap divisi beras memang berdampak terhadap perseroan tetapi tidak terlalu banyak. Dalam dua hingga tiga tahun ini juga, kinerja perseroan lebih banyak ditopang dari bisnis makanan.

"Tidak banyak pengaruhnya karena bisnis makanan yang berkontribusi lebih banak dalam dua hingga tiga tahun terakhir," ujar dia.

Ia menambahkan, bila memang kondisi normal, seharusnya kontribusi divisi makanan dan beras bisa 50:50. Akan tetapi, 2-3 tahun terakhir, bisnis makanan lebih berkontribusi besar terhadap kinerja perseroan.

Meski demikian, ada keputusan pailit ini, menurut Michael pengaruhi proses pelepasan divisi beras. Perseroan akan melepas aset divestasi beras sebelum ada proses PKPU. “Dengan ada keputusan PKPU nilainya tidak optimal,” kata dia.

Seperti diketahui, Tiga Pilar Sejahtera Food ketika anak usaha perseroan yaitu Indo Beras Unggul dan Jatisari Sri Rejeki sempat bermasalah.

Hal ini bermula pada 20 Juli 2017, saat itu, Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri gerebek sebuah gudang beras milik PT Indo Beras Unggul di Bekasi dengan dugaan melakukan kecurangan pada kemasaran produk beras di pasaran. Pada 2 Februari 2018, PT Jatisari Sri Rejeki diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Karawang.