Sukses

PNS Bakal Kena Sanksi Jika Bolos Usai Libur Lebaran

PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah pada Senin 10 Juni 2019 akan dijatuhi sanksi hukuman disiplin.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian PANRB menyatakan bagi aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah pada Senin 10 Juni 2019 bakal terkena sanksi hukuman disiplin.

Oleh karena itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Syafruddin meminta kepada para pejabat Kepegawaian instansi pemerintah pusat dan daerah untuk memantau kehadiran aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Senin 10 Juni 2019.

Ini menyusul terbitnya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 13 Tahun 2019 tentang cuti bersama pegawai negeri sipil Tahun 2019.

Dalam suratnya Nomor: B/26/M.SM.00.01/2019 pada 27 Mei 2019, surat yang ditujukan kepada para pejabat Pembina kepegawaian instansi pusat dan instansi daerah itu, Menteri PANRB meminta agar laporan terhadap hasil pemantauan kehadiran PNS pada Senin 10 Juni 2019 diinput melalui aplikasi https://sidina.menpan.go.id pada hari sama pukul 15.00 WIB.

"Terhadap ASN yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah pada Senin, 10 Juni 2019, dijatuhi sanksi hukuman disiplin karena melakukan pelanggaran terhadap kewajiban terhadap pasal 3 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil," tegas Syafruddin, seperti dikutip dalam laman Setkab, Rabu (29/5/2019).

Penjatuhan hukuman disiplin kepada PNS sebagaimana dimaksud, menurut surat itu, agar dilaporkan kepada Menteri PANRB serta ditembuskan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) paling lambat 10 Juli 2019.

Tembusan surat itu disampaikan Menteri PANRB Syafruddin kepada presiden dan wakil presiden.

Sebelumnya, dengan pertimbangan dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas hari kerja serta memberi pedoman bagi instansi pemerintah dalam melaksanakan cuti bersama tahun 2019, pada 27 Mei 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah teken Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 13 Tahun 2019 tentang cuti bersama pegawai negeri sipil Tahun 2019.

Melalui Keppres tersebut, presiden menetapkan cuti bersama PNS Tahun 2019 pada 3,4, dan 7 Juni 2019 (Senin, Selasa dan Jumat) sebagai cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah, dan 24 Desember 2019 (Selasa) sebagai cuti bersama Hari Raya Natal.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Sesuai Ketentuan

Sementara itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui siaran persnya pada 28 Mei 2019 menyampaikan, untuk menjamin keberlangsungan pelayanan publik tetap berjalan, seluruh PNS diminta menjalani masa cuti sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keppres.

“Pengambilan cuti di luar dari ketentuan cuti bersama hanya diperkenankan dengan alasan jelas, misalnya bagi PNS yang cuti karena mudik lebaran dengan kondisilokasi mudikberjarak jauh dari domisilinya, dengan memperhitungkan kuantitas PNSyang bertugas di instansinya,” tulis siaran pers yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan itu.

PNS yang menjalankan masa cuti di luar dari ketentuan yang diatur dalam Keppres, misalnya dengan memperpanjang masa libur tanpa prosedur permintaan cuti sebelumnya, menurut siaran pers BKN, akan dikenakan sanksi hukuman disipilin seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Sementara untuk peringatan Hari Pancasila pada tanggal 1 Juni yang waktunya berdekatan dengan masa cuti bersama, BKN mengingatkan PNS tetap diminta melangsungkan upacara, dan bagi PNSyang sedang menjalani masa cuti bertepatan dengan tanggal itu harus tetap mengikuti pelaksanaan upacara di instansi setempat dengan menyertakan formulir bukti yang diatur oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi masing-masing.

 

3 dari 3 halaman

Dilarang Pakai Mobil Dinas untuk Mudik

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Syafruddin melarang para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS untuk tidak menggunakan mobil dinas saat mudik Lebaran dan menerima bingkisan parsel.

Hal tersebut telah tertuang dalam surat imbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melarang ASN menggunakan fasilitas negara untuk pulang ke kampung halaman. 

Syafruddin menyampaikan, mobil dinas saat Lebaran dipergunakan untuk kedinasan dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

Selain itu, mantan Wakapolri ini juga mengimbau para aparatur negara untuk tidak menggunakan sepeda motor sebagai moda transportasi pulang mudik bertemu sanak keluarga.

"Saya mengimbau agar ASN tidak menggunakan motor untuk mudik Lebaran, karena penggunaan kendaraan roda dua untuk mudik sangat rawan. Jumlah kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran didominasi oleh sepeda motor," ujar dia lewat sebuah keterangan tertulis, Rabu, 29 Mei 2019. 

Menurut dia, terdapat beberapa pilihan agar tetap aman dan nyaman pulang ke kampung halaman, seperti sepeda motor yang dimasukan ke dalam gerbong kereta untuk kemudian digunakan pada saat tiba di kota tujuan. Selain itu, dapat menggunakan bus, kereta api, atau memanfaatkan mudik gratis yang diselenggarakan oleh banyak instansi.

Hal lain yang dilarang untuk ASN yakni menerima bingkisan atau parsel lebaran. Syafruddin menegaskan agar segenap ASN tidak menerima bingkisan lebaran dalam bentuk apapun. "Sebab dapat diindikasikan sebagai gratifikasi atau suap," serunya.

Dia juga mengajak para ASN yang mendapatkan kiriman parsel agar hanya menerima kartu ucapan yang biasa tertera pada parsel. Sementara untuk bingkisan dapat dikembalikan ke pihak yang mengirim. 

"ASN yang membandel menerima parsel akan menerima risiko masing-masing, yakni dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," tegas dia.

Sebelumnya, KPK telah menerbitkan Surat Edaran perihal imbauan pencegahan gratifikasi terkait hari raya keagamaan. Dalam surat edaran nomor B/3956/GTF.00.02/01-13/05/2019, dijelaskan beberapa hal terkait larangan ASN menerima parsel. 

Pegawai negeri/penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi, baik berupa uang, bingkisan atau parsel, fasilitas, dan bentuk pemberian lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Penerimaan gratifikasi dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan/kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.

Dalam surat edaran tersebut juga disampaikan, apabila ASN sebagai penyelenggara negara menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, maka diwajibkan melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi. 

Hal tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, para aparatur negara juga dilarang melakukan permintaan dana, sumbangan, dan hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR), kepada masyarakat, perusahaan, ataupun penyelenggara negara lainnya. Baik secara lisan atau tertulis, karena dapat berindikasi pada tindak pidana korupsi. 

Kemudian, terhadap penerimaan gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak dan kadaluarsa dapat disalurkan sebagai bantuan sosial ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak yang membutuhkan, serta melaporkan kepada instansi masing-masing yang disertai dengan dokumentasi penyerahan. Selanjutnya, instansi melaporkan rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.

Bagi pimpinan Kementerian/Lembaga/Organisasi/Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD, diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan korupsi dengan memberikan imbauan kepada para pegawai dengan menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. 

Para pimpinan instansi juga dapat menerbitkan surat edaran terbuka melalui media massa yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun kepada penyelenggara negara.