Sukses

Bebas Pajak, Harga Rumah Sederhana Bakal Ikuti Inflasi

Penghapusan PPN rumah sederhana sejalan dengan misi Kementerian PUPR yang ingin menyediakan rumah layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah RI tengah melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur soal batasan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bila ketentuan ini rampung, harga jual rumah sederhana nantinya bakal mengikuti arus inflasi.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, upaya ini sejalan dengan misi Kementerian PUPR yang ingin menyediakan rumah layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Sekarang ini kan ada rumah MBR dengan harga tertentu yang diharapkan bisa bebas PPN," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Jumat (31/5/2019).

Dia pun menangkis anggapan jika rumah sederhana ini nantinya secara harga jual akan meninggi lantaran tidak dikenai PPN.

"Enggak. Kalau harga kan pasti normal saja. Kalau inflasi dan sebagainya dia ngikut aja. Mengikuti arus inflasi," jelas dia.

Secara kebijakan, ia menyampaikan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat ini masih terus menyiapkan aturan akhir. "Tapi itu nanti akan diatur, belum ada pengaturannya," ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Sri Mulyani Hapus Pajak Rumah Sederhana, Ini Syaratnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya yang Atas Penyerahannya Dibebankan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PMK ini diterbitkan untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang mengatur mengenai batasan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sri Mulyani menjelaskan latar belakang dari PMK 81 tersebut adalah keinginan pemerintah dalam merevitalisasi perekonomian nasional terutama di sektor perumahan. Melalui pembebasan PPN ini akan memunculkan keseimbangan antara produksi dan permintaan terhadap sektor perumahan. 

"Adjusment ini juga merupakan evaluasi sesudah terjadinya inflasi terutama di sektor properti dan juga di dalam rangka meng-create demand yang cukup bagus sehingga akan memunculkan pertumbuhan ekonomi dengan speel over yang lebih bagus," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Sri Mulyani menilai sektor perumahan adalah sektor yang memiliki dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Sehingga pemerintah memutuskan untuk meningkatkan dengan menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM-nya) dinaikkan.

"Dengan demikian untuk masyarakat terutama kelompok menengah dia bisa mendapatkan rumah dengan tidak harus menanggung PPN. Ini akan sangat banyak sekali membantu masyarakat keluarga menengah dan juga dalam rangka menciptakan momentum growth di sektor perumahan," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Kriteria

Dikutip dari laman setkab, PMK tersebut menetapkan sejumlah kriteria rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dapat dibebaskan dari PPN. Kriteria pertama adalah luas bangunan tidak melebihi 36 meter persegi atau (m2).

Kriteria kedua adalah harga jual tidak melebihi batasan harga jual, dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK ini.

Kriteria ketiga yaitu rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki.

Kriteria keempat yaitu luas tanah tidak kurang dari 60 m2. Selanjutnya kriteria terakhir bahwa perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Dalam PMK itu juga dijelaskan, pondok boro yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan.

Pondok boro tersebut harus diperuntukkan bagi para buruh tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperoleh.

Sementara, untuk asrama mahasiswa dan pelajar yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan/atau Pemerintah Daerah yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperoleh.

4 dari 4 halaman

Rumah Pekerja

Menurut PMK ini, perumahan lainnya yang dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi rumah pekerja, yaitu tempat hunian, berupa bangunan tidak bertingkat atau bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil.

Berkaitan dengan hal di atas, harus memenuhi sejumlah ketentuan. Pertama, untuk bangunan tidak bertingkat, sesuai ketentuan. Kedua, untuk bangunan bertingkat, sesuai dengan ketentuan mengenai rumah susun sederhana yang diatur dalam PMK tersendiri yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak diperoleh.

Berikutnya adalah bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam yang dibiayai oleh pemerintah, swasta, dan/atau lembaga swadaya masyarakat.

"Atas penyerahan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai Pajak Pertambahan Nilai," bunyi Pasal 6 ayat (1) PMK ini.