Sukses

Pertamina Raup Laba Rp 35,99 Triliun pada 2018

PT Pertamina catatkan penjualan USD 57,9 miliar pada 2018.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatat perolehan laba pada 2018 sebesar Rp 35,99 triliun. Itu disampaikan usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan yang diselenggarakan di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama PT Pertamina, Pahala Nugroho Mansyur mengatakan, perolehan 2018 tersebut turun tipis dibanding capaian laba 2017 yang sebesar USD 2,54 miliar.

"2018, Pertamina catat laba USD 2,53 miliar atau sekitar 35,99 triliun. Ini didukung oleh peningkatan penjualan kita sebesar USD 57,93 miliar," ujar dia di Gedung Kementerian BUMN.

Selain itu, ia juga menyampaikan, perolehan tersebut turut didukung sektor penjualan yang juga meningkat dari USD 46 miliar menjadi sekitar USD 57,9 miliar.

Agenda lain yang turut dibahas dalam RUPS tersebut yakni perihal persetujuan tips usulan pembagian dividen sebesar Rp 7,95 triliun. "Itu menambah bagian kontribusi Pertamina kepada negara," sambung Pahala.

Dia juga berharap, segala capaian yang Pertamina peroleh pada 2017 lalu bisa dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

"Mudah-mudahan kinerja keuangan Pertamina semakin baik ke depannya. Capaian 2018 lalu atas dukungan seluruh stakeholders, dan Pemegang Utama saham kita dari Kementerian BUMN," tukas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Prediksi Sebelumnya

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Jumat 31 Mei 2019. RUPS tersebut akan digelar di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat. Adapun salah satu mata agenda adalah pertanggungjawaban laporan keuangan perusahaan sepanjang 2018.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, Pertamina sendiri berhasil mencatatkan laba bersih yang cukup besar pada 2018. Meski begitu, dirinya enggan membocorkan jumlah tepatnya.

"Seperti yang kami harapkan. Dulu Bu Menteri (Rini Soemarno) sempat bilang di atas Rp 20 triliun ya, revenue oke, sehat, dan ini melebihi jauh dari itu," kata Fajar saat ditemui dalam acara pelepasam Mudik Bareng BUMN 2019 di GBK, Jakarta, Kamis, 30 Mei 2019.

Fajar menyampaikan untuk pendapatan sendiri Pertamina berhasil memperoleh sekitar Rp 600 triliun. Menurutnya ada dua faktor penyumpang besarnya pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Pertama, dari bisnis hilir seperti penjualan BBM subsidi sebesar 60 persen yang berasal dari pemerintah. Kedua, bisnis dari sektor hulu Pertamina seperti produksi dan lifting minyak dan gasnya sebesar 30 persen.

"Kan dia ada kompensasi, kemudian ada hulu. Upstream itu dia tinggi. Faktornya 2 itu. Itu tinggi naiknya," jelasnya.

Fajar mengatakan untuk lebih detailnya, laporan keuangan 2018 akan disampaikan besok usai RUPS. "Besok kan ada, detailnya besok saat RUPS Pertamina," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Penurunan Harga Minyak Dunia Bikin Laba Pertamina Anjlok

Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan bahwa penurunan harga minyak dunia sepanjang 2018  sangat mempengaruhi perolehan laba PT Pertamina(Persero).

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan,‎ laba Pertamina 2018 turun atau lebih rendah dibanding 2017. Sayangnya, Fajar belum bisa mengungkapan seberapa besar penurunan tersebut.

"Kalau (data) sudah lengkap semua. Pertamina segala macem selesai audit baru deh disebutkan labanya. Biasanya Selesainya pertengahan Maret‎," kata Fajar, di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Selasa 26 Maret 2019. 

Fajar mengungkapkan, penurunan laba Pertamina pada 2018 dipengaruhi faktor eksternal, yaitu harga minyak dunia yang mengalami penurunan‎ dan melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan kinerja operasi, mengalami perbaikan.

‎"Yaiyalah (turun) wong harga minyak juga lebih rendah. Kurs, harga minyak, eksternal lah. Operasional alhamdullilah bagus‎," tuturnya.

Menurut Fajar, kondisi laba Pertamina 2018 tidak dipengaruhi penugasan penyaluran Bahan Bakar Miyak (BBM) premium dan solar subsidi. Sebab, biaya operasionalnya diganti pemerintah.Kalau penugasan kan ada yang diganti. Ini lagi dihitung tergantung BPK. Jumlahnya enggak inget,"‎ t‎andasnya. 

Â