Liputan6.com, Jakarta - Eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan (60), dijatuhi vonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Kasus ini terkait keputusan investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia yang eksplorasinya berujung gagal.
Keputusan investasi di blok BMG disebut tidak ada due dilligence, analisa risiko serta persetujuan bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Karen juga disebut memperkaya diri sendiri atau orang lain yakni ROC Oil Company asal Australia, serta merugikan negara sebesar Rp 568 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Karen Agustiawan pernah menjabat sebagai Direktur Hulu Pertamina pada tahun 2008 sebelum menjadi Direktur Utama Pertamina pada tahun 2009-2014.
Nasib Karen bisa dibilang mengejutkan, padahal dulu ia sempat masuk ke daftar Most Powerful Women versi Fortune pada 2013. Nama Pertamina pun turut masuk ke daftar bergengsi Fortune Global 500.Â
Pertamina masuk daftar global itu pada tahun 2014 dan berada di posisi 123. BUMN energi itu menjadi perusahaan pertama asal Indonesia yang masuk dalam daftar bergensi tersebut.
Kala itu, Pertamina juga berhasil mengalahkan PepsiCo (137), Toshiba (145), Google (162), dan Deutsche Bank (163) Fortune Global 500. Itu terjadi ketika Karen memimpin.
Situs resmi ITB mencatat Karen Agustiawan adalah insinyur lulusan jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1978. Sebelumnya, a pernah bekerja di Mobil Oil Indonesia (1984-1986) dan Halliburton Indonesia (2002-2006).
Karen juga pemimpin wanita pertama di Pertamina. Selain itu, ia sempat menjadi senior visiting fellow di Harvard Kennedy School pada tahun 2015.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bukan Korupsi?
Karen sempat mendapat dukungan dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPBB). Pihak serikat pekerja menyebut apa yang dilakukan Karen tidak bisa disebut korupsi.
Pasalnya, kegagalan dalam eksplorasi minyak dan gas (migas), dalam ini Blok BMG, merupakan risiko riil di sektor tersebut.
"Direksi Pertamina telah mengikuti prosedur, sesuai dengan aturan yang berlaku dan dengan prinsip kehati-hatian," kata Presiden FSPPB Arie Gumilar, di Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2019 lalu.
Kegiatan investasi akusisi Blok BMG juga disebut telah sejalan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2009, dan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Pertamina 2009 - 2013.
"Jika aksi bisnis di BUMN dan BUMD dikriminalisasi, utamanya bisnis hulu migas, maka ketahanan energi nasional yang mencerminkan kesejahteraan rakyat mustahil bisa terwujud," tuturnya.
Karen pun menyebut kasus ini justru akan berdampak buruk. Sebab, orang jadi khawatir masuk penjara jika ada eksplorasi sumur gagal.
"Ini terus terang akan membuat preseden buruk. Nanti setiap ada sumur yang gagal eksplorasi atau yang tidak berhasil bisa dipidanakan. Ini bola salju sebenarnya, apa ini sengaja Indonesia dibuat pengimpor minyak? Saya tidak tahu," ujar Karen pada Mei lalu seperti dikutip dari Merdeka.
Kuasa hukumnya, Aribowo Soesilo, menyayangkan penahanan itu. Menurut dia, kliennya tidak memperoleh keuntungan dari investasi perusahaan yang terjadi 2009 silam.Â
"Ini lebih ke business judgement rule bukan ke tindak pidana. Tapi apakah kerugian negara akibat investasi macam ini masuk kategori korupsi, ya nanti dulu," ujar Soesilo pada tahun lalu.
Â
Advertisement
Divonis 8 Tahun Bui
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, 8 tahun penjara. Terdakwa juga diharuskan membayar denda Rp 1 miliar atau kurungan 4 bulan atas korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Karen Agustiawan dinyatakan bersalah terkait investasi Pertamina yang merugikan keuangan negara senilai Rp 568,066 miliar.Â
"Menyatakan Karen Agustiawan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Karen dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan," ucap hakim Emilia Subagja saat mengucap vonis terhadap Karen di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2019.
Dari fakta persidangan, majelis hakim menilai wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard tidak melakukan tata tertib aturan perusahaan dalam mengambil keputusan seperti investasi.
Terlebih lagi, menurut hakim Karen menjabat sebagai pucuk pimpinan keputusan investasi, yakni sebagai Direktur Hulu 2008-2009.
"Tindakan Karen baik selalu Direktur hulu, ataupun Direktur Utama Pertamina memiliki tugas dalam mengendalikan dan monitor kegiatan akuisisi dan evaluasi maka majelis hakim berkesimpulan perbuatan terdakwa menyalahgunakan kewenangan," tukasnya.
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntutnya 15 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 284 miliar. Sementara vonis hakim tidak mewajibkan Karen membayar uang pengganti karena dinyatakan tidak terbukti menerima keuntungan.
Karen dikenakan Pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara dalam tuntutan jaksa Karen dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam 'participating interest' (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa juga meminta agar Karen membayar uang pengganti yang menurut jaksa adalah keuntungan yang dinikmati Karen.
Sementara itu, Karen Galaila Agustiawan menilai bahwa kasus yang menjerat dirinya akan menjadi preseden buruk untuk akusisi minyak dan gas (migas) yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.