Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana membuka peluang maskapai asing dapat melayani penerbangan dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat sehingga bisa menurunkan harga tiket pesawat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, dengan adanya rencana tersebut seharusnya maskapai dalam negeri yang sudah beroperasi melakukan perubahan sehingga menciptakan tarif yang seimbang.
"Saya masih menaruh harapan bahwa maskapai yang ada melakukan reformasi supaya ada keseimbangan harga, supply demand," kata Budi, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Jika perubahan telah dilakukan dan keseimbangan terjadi maka masyarakat akan tetap mengandalkan maskapai dalam negeri. Dia pun belum bisa memastikan, keefektifan maskapai luar negeri dalam melayani penerbangan di Indonesia.
"Sehingga maskapai asing second alternative. Efektif atau tidak tergantung kesiapan mereka sendiri," ujar Budi.
Maskapai dalam negeri sesungguhnya sudah mempunyai pengalaman yang mumpuni di industri penerbangan dalam negeri sehingga tinggal melakukan perbaikan.
"Kalau bicara demand supply apa spirit Pak Presiden demand supply kalau makin seimbang maka harga itu akan diperoleh equilibrium. Demand supply bisa dilakukan yang ada sendiri, memberikan supply lebih baik pasti ada satu koreksi," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Maskapai Asing Masuk RI, Harga Tiket Pesawat Belum Tentu Turun
Wacana mengajak maskapai asing untuk berekspansi di Indonesia demi tiket pesawat murah ternyata diragukan pakar penerbangan. Pasalnya, maskapai asing belum tentu bisa menurunkan harga tiket secara signifikan.
Pendiri Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati, menyebut ada banyak faktor yang harus diperhitungkan maskapai asing jika beroperasi di Indonesia, seperti harus memiliki badan hukum hingga diminta untuk membuka rute ke kota perintis dan tidak rute yang ramai saja.
BACA JUGA
"Maskapai asing itu kalau dia beroperasi di Indonesia dia harus punya PT, harus berbadan hukum di Indonesia. Jadi perlakuannya sama dengan semua maskapai Indonesia. Nanti maskapai asing itu kan pendapatnya rupiah karena beroperasi di pasar domestik. Mungkin juga nanti dipaksa harus terbang ke rute perintis," ucap Arista ketika berbincang bersama Liputan6.com, Senin (10/6/2019).
Ia menyebut itu perlu dilakukan sebab maskapai seperti Garuda dan Lion telah membuka penerbangan ke kota perintis seperti Pangkalan Buun. Jika maskapai asing ogah membuka rute ke kota kecil, maka maskapai lokal akan merasa diperlakukan tidak adil.
Pendapatan maskapai asing dengan rupiah juga menjadi sorotan. Pasalnya, biaya operasional maskapai asing tetap perlu dolar. Hal itulah yang menyebut harga tiket pesawat tak akan turun signifikan.
Biaya yang memerlukan dolar adalah seperti pembelian bermacam komponen pesawat, seperti sparepart dan oli, yang umumnya impor. Hal yang sama pun dialami maskapai lokal yang pengeluarannya banyak yang impor.
"Kalau menggarap pasar domestik terimanya rupiah, sementara biayanya banyak US dolar. Artinya dia tetap aja cost-nya tinggi, kalau cost-nya tinggi tetap saja harga tiket pesawat tidak terlalu banyak berubah," ucapnya.
Advertisement
Ambil Contoh AirAsia
Arista mencontohkan kasus AirAsia. Harga tiket maskapai asal Malaysia itu memang rendah, tetapi buktinya harganya tak bisa mengubah harga maskapai lain. "AirAsia ini paling murah, tapi tetap saja dia tak bsia memengaruhi harga keseluruhan," jelas Arista.
Hal ini pun seraya menampik bahwa kehadiran maskapai asing bisa menambah persaingan sehingga harga tiket bisa turun. Belum lagi fakta bahwa AirAsia mengemban kerugian pada tahun lalu.
"AirAsia ini dia tidak bisa mendikte harga maskapai lain. Dan AirAsia juga mengalami kerugian tahun lalu. Artinya dengan harga dia sekarang, AirAsia juga pasti bakal rugi," jelasnya.