Liputan6.com, Washington D.C. - Pelarangan aborsi di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS). Keputusan itu menimbulkan kontroversi karena menyulitkan korban pemerkosaan untuk aborsi.
Dilansir dari The Washington Post, sekitar 180 CEO dari perusahaan ternama di AS mengirim surat terbuka untuk melawan larangan itu. Mereka menilai pelarangan aborsi berdampak negatif pada kesehatan dan keadaan ekonomi seseorang.
Mei lalu, negara bagian Alabama yang terkenal konservatif memiliki larangan aborsi yang ketat. Larangan itu tidak mengecualikan korban pemerkosaan dan inces.
Advertisement
Baca Juga
Negara bagian lain seperti Georgia juga ikut ingin melarang aborsi jika janin sudah punya detak jantung atau sekitar usia enam minggu. Namun, masalahnya pada saat itu perempuan belum tentu tahu bahwa mereka hamil.
Sejumlah CEO yang menentang pelarangan aborsi adalah Andrea Blieden (The Body Shop US), Ezinne Kwubiri (H&M), Elie Seidman (Tinder), Diane von Furstenberg (DVF), dan bos Twitter, Jack Dorsey.
"Melarang akses ke layanan reproduksi yang komprehensif, termasuk aborsi, mengacam kesehatan, independensi, dan stabilitas ekonomi pegawai dan konsumen kami. Sederhananya, hal itu bertengangan dengan nilai-nilai yang kami anut dan tidak baik untuk bisnis," ujar para CEO dalam situs Don't Ban Equality.
Industri perfilman seperti Walt Disney dan WarnerMedia juga mempertimbangkan berhenti syuting di negara bagian yang melarang aborsi. Di Georgia, industri film menciptakan 92 ribu pekerjaan pada tahun lalu.
Isu aborsi di AS terbagi antara para penentang aborsi (pro-life) dan pendukung wanita hamil untuk memilih melakukan aborsi (pro-choice). Penelitian Pew pada 2018 menyebut 58 persen orang dewasa AS percaya aborsi harusnya legal.
Presiden Donald Trump juga tidak merestui hukum aborsi di Alabama. Ia menyebut setuju pada aborsi dalam kasus perkosaan, inces, dan melindungi hidup ibu. Namun, Trump diketahui tidak tegas karena dulu sempat mendukung hak aborsi (pro-choice).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Negara Bagian Konservatif Sangat Anti-Aborsi
Negara bagian Missouri juga menjadi negara bagian terakhir di Amerika yang mendukung undang-undang larangan aborsi ketat. Aturan ini mendorong gerakan nasional yang diharapkan oleh Partai Republik dapat menjurus pada pencabutan keputusan penting Mahkamah Agung tahun 1973, soal legalisasi aborsi.
Laporan VOA Indonesia, Jumat, 17 Mei 2019, menyebutkan, Senat yang dipimpin Partai Republik di negara bagian barat tengah AS itu memberikan suara 24-10 hari Kamis 16 Mei 2019 pagi waktu setempat. Mereka sepakat melarang aborsi setelah delapan minggu kehamilan.
RUU itu mencakup pengecualian untuk keadaan darurat medis tetapi tidak untuk kehamilan yang disebabkan oleh inses atau perkosaan.
Dewan Perwakilan Negara Bagian yang juga dikuasai oleh Partai Republik harus menyetujui RUU itu sebelum dikirim ke meja Gubernur Republik Mike Parson untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Gubernur Parson menyuarakan dukungannya untuk RUU itu hari Rabu.
Pengesahan RUU itu di Senat Missouri terjadi hanya beberapa jam setelah Gubernur Republik Alabama menandatangani undang-undang larangan aborsi hampir secara menyeluruh.
Senat yang didominasi oleh Partai Republik memberikan suara 25-6.
Undang-undang itu menyatakan bahwa melakukan aborsi pada tahap mana pun kehamilan sebagai tindak pidana yang dapat dikenai hukuman kurungan hingga 99 tahun atau seumur hidup dalam penjara bagi penyedia jasa aborsi, meskipun wanita yang minta atau menjalani aborsi tidak dihukum.
Satu-satunya pengecualian aborsi adalah jika kesehatan wanita bersangkutan berada pada risiko serius.
Advertisement
Korea Selatan Siap Akhiri 66 Tahun Larangan Aborsi
Sebuah pengadilan tinggi Korea Selatan telah memutuskan bahwa larangan aborsi di negara itu tidak memenuhi konstitusi. Sebagaimana dilaporkan oleh ll Gallo dari Seoul, keputusan ini berarti hukum larangan aborsi yang sudah berusia 66 tahun itu akan dihapuskan pada akhir tahun depan.
Korea Selatan adalah satu dari sedikit negara maju yang punya hukum larangan aborsi. Hal ini disebabkan kehadiran masyarakat Kristen evangelis yang berpengaruh besar.Â
Tetapi poling menunjukkan, perempuan, khususnya generasi muda, mendukung hak aborsi bagi perempuan. Bae adalah seorang penduduk Seoul berusia senja 30an.
"Keputusan ini positif, karena melahirkan menentukan kehidupan seorang perempuan, dan mulai dari sekarang, seorang perempuan bisa membuat sendiri keputusan yang penting seperti itu," ujar Bae seperti dikutip dari VOA Indonesia pada April lalu.
Chok Ji-eun yang merupakan seorang komentator Korea Selatan dan mendukung hak-hak perempuan mengatakan, membatasi hak-hak menentukan nasib sendiri dan menghukum perempuan, juga para dokter, membuat perempuan merasa dirinya terancam.
Menurutnya, penghapusan larangan aborsi Korea Selatan merupakan perubahan yang positif. Sementara, BBC menyebut hukum aborsi di Korea Selatan harus direvisi pada akhir 2020 mendatang.
Â