Sukses

RI dan Rusia Bentuk Grup Bahas Barter Sukhoi dengan Komoditas

Proses negosiasi imbal dagang masih terus berlangsung antara Indonesia dengan Rusia.

Liputan6.com, Jakarta Proses negosiasi imbal dagang alias barter dengan Rusia masih berjalan. Rencananya, imbal dagang dilakukan untuk membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 yang ditukar dengan sejumlah komoditas di dalam negeri.

"Intinya menunggu Kemenhan kapan dilaksanakan, kita pihak Rusia dengan imbal beli," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan di Kementerian Perdagangan, Rabu (12/6/2019).

Dia mengatakan proses negosiasi masih terus berlangsung antara Indonesia dan negeri Beruang Merah tersebut. Terakhir kedua belah pihak telah membuat grup diskusi untuk membahas kelanjutan rencana tersebut.

"Rusia belum mau berunding untuk komoditi apa saja. Bukan belum mau tapi mau, jadi dibuat working group," ujarnya.

Dalam kelompok tersebut akan disusun komoditas apa saja yang diinginkan Rusia. Juga disusun mekanisme imbal dagang Indonesia dan Rusia.

"Dibuat komoditi apa saja yang dibutuhkan Rusia. Jadi akan dibentuk grup pihak Rusia dengan kita buat grup karena kan mekanisme imbal beli harus disusun," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Produk Mayora Bakal Masuk di Imbal Dagang Jet Sukhoi Rusia

Produk-produk grup Mayora akan dimasukkan dalam daftar komoditas imbal dagang dengan Sukhoi buatan Rusia.

Sebab selama ini produk-produk anak perusahaan tersebut cukup banyak diekspor ke Negeri Beruang Merah ini.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk kemajuan imbal dagang ini, pihaknya masih menunggu tindak lanjut dari kementerian terkait, salah satunya Kementerian Pertahanan (Kemhan‎).

Jika memungkinkan, Kemendag akan memasukkan produk Mayora dalam daftar komoditas untuk imbal dagang ini.

 

 

‎"Kita masih tunggu perkembangan lebih lanjut untuk counter trade itu. Kita tunggu dari K/L lain. Kalau jadi, kita selipin produk Mayora," ujar dia di Kantor Mayora Group, Rabu (6/2/2019).

Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengungkapkan, saat ini pihak Indonesia dan Rusia memang terus melakukan perundingan soal komoditas apa saja yang akan masuk dalam imbal dagang ini.

"Memang ada pembentukan daftar komoditas di kedua belah pihak," kata dia.

Salah satunya komoditas yang diminati Rusia yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sebab, kebutuhan Rusia akan komoditas tersebut terus mengalami peningkatan tiap tahun.

"Minyak sawit, kami impor besar-besaran. Kami tidak batasi untuk masuk dan pembelian terus bertambah tiap tahun," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Pemerintah Dorong PT DI Kembangkan Pesawat Komersial

Pemerintah mendorong PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk mulai mengembangkan pesawat-pesawat komersial.

Demikian disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Hal tersebut mengemuka dalam rapat koordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro.

Sebagai contoh, kata dia, pesawat Nutarnio alias N-219 diharapkan tidak hanya diproduksi untuk keperluan militer, tapi juga untuk komersial. Pesawat-pesawat tersebut tentu akan menjadi andalan sebagai moda transportasi ke daerah terpencil.

"Kita lagi bicarakan dengan Pak Menteri Bappenas, kita mau Nurtanio itu PTDI itu jangan bicara untuk pesanan TNI saja tapi juga komersial juga, misal 219 sama amphibious (salah satu versi N-219) juga kita bisa produksi," kata dia, saat ditemui, di Kantornya, Jakarta, Rabu (6/2/2019).

"Karena market kita besar kelas menengah kita meningkat maka itu bisa dilakukan," lanjut Luhut.

Pemerintah, kata dia, juga mendukung pengembangan pesawat N-245. Pesawat N-245 adalah salah satu pesawat penumpang sipil.

Pesawat ini merupakan pengembangan dari CN-235. N-245 dikembangkan agar memiliki kapasitas penumpang yang lebih besar dibandingkan CN-235 

"Misalnya pengembangan CN-235 jadi N-245, supaya nanti komersial, jangan versi militer seperti itu," ujar dia.

Oleh karena itu diperlukan perluasan pabrik pesawat. Menurut dia, perluasan pabrik menjadi opsi yang diambil karena lebih murah daripada membangun pabrik baru.

"Kita jangan mulai dari nol terlalu mahal. N-219 itu sudah mungkin daerah Papua dan daerah kecil kita yang lain, lalu amphibious kita kan sekarang butuh pariwisata yang tersudut. Macam di pulau Moyo, di Labuan Bajo lah. Saya kira bagus sekali itu," kata dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com