Sukses

Tiket Pesawat Mahal, Sri Mulyani Minta Penghematan Perjalanan Dinas Pejabat

Menkeu Sri Mulyani mengaku telah mengeluarkan imbauan supaya K/L melakukan efisiensi dalam mengelola anggaran perjalanan dinas masing-masing.

Liputan6.com, Jakarta Mahalnya tiket pesawat tidak saja memberatkan masyarakat. Hal itu ikut berdampak pada biaya perjalanan dinas di kementerian dan lembaga (K/L). Kenaikan tarif pesawat membuat anggaran perjalanan dinas para pejabat K/L naik.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku telah mengeluarkan imbauan supaya K/L melakukan efisiensi dalam mengelola anggaran perjalanan dinas masing-masing.

"Ya kita lihat, kan sebetulnya dari keseluruhan belanja K/L untuk perjalanan dinas itu kita minta diefiensikan," kata dia di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Adapun dampak dari kenaikan tiket pesawat tersebut akan tercermin pada laporan penggunaan dan realisasi anggaran masing-masing K/L.

"Jadi mungkin Kalau kenaikan tarif dari tiket-tiket tentu nanti akan terlihat, tapi karena memang pesan kita untuk seluruh K/L untuk perlu melakukan efisiensi dalam perjalanan dinas atau belanja barang secara keseluruhan maka nanti kita akan lihat," tutur dia.

Karena itulah efisiensi dinilai sangat penting dalam hal ini. Langkah efisiensi biasanya dilakukan dengan cara memangkas anggaran untuk menambal biaya yang naik. Hal tersebut biasanya akan terlihat dari laporan belanja masing-masing K/L.

"Jadi mungkin mereka juga akan melakukan efisiensi biasanya, kalau ada kenaikan disatu sisi tapi kemudian mereka melakukan efisien ditempat lain," tutupnya.

 Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Demi Tiket Pesawat Murah, Sri Mulyani Perlu Turun Tangan

Masalah harga tiket pesawat mahal mulai melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Peran kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu bisa dengan membantu lewat mengatur pajak impor untuk komponen pesawat.

Pengamat industri aviasi sekaligus pendiri Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati, menyebut harga tiket pesawat bisa turun dengan memperbarui kebijakan pajak impor. Itu dinilai lebih efektif menurunkan harga tiket pesawat ketimbang menurunkan tarif batas atas.

Bisa (harga tiket turun) tapi bukan menurunkan tarif batas atas, tapi lewat komponen pajaknya. Komponen pajak di pesawat itu kan belanjanya macam-macam, belanja sparepart, instrumen cockpit, belanja oli, itu semua dari luar negeri, itu kena pajak masing-masing," jelas Arista kepada Liputan6.com, Selasa (11/6/2019).

Solusi yang ditawarkan Arista adalah perlu ada konsolidasi pajak sehingga pajak impor yang dibayar maskapai untuk keperluan pesawat tidak terpisah-pisah. 

Di situlah Arista memandang Kementerian Keuangan perlu membantu lewat perpajakan agar beban maskapai turun, terutama mengingat 70 persen biaya maskapai dibayar dengan dolar. Efeknya pun dapat menurunkan harga tiket pesawat.

"Mereka harus membantu juga. Sekarang ini maskapai kita beli mesin, kena pajak. Beli oli, kena pajak. Beli ban, kena pajak. Semua dari luar negeri, itu kena pajak," jelas Arista.

Ia menyebut konsolidasi pajak untuk maskapai sebagai pajak belanja impor instrumen pesawat. Itu juga ia pandang ampuh mengurangi harga tiket pesawat ketimbang mengundang maskapai asing.

Arista sanksi menghadirkan maskapai asing bisa mengurangi harga tiket pesawat. Sebab, mereka akhirnya tetap harus mengimpor juga untuk kebutuhan operasional pesawat.

"Mereka 70 persen tetap saja belanja impor, sparepart, peralatan, macam-macam. Makanya (kehadiran maskapai asing) mungkin tidak terlalu signifikan menurunkan harga tiket," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Bocoran 3 Maskapai Asing Siap Tambah Rute di Indonesia

Sebelumnya dikabarkan,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka wacana maskapai asing bisa ekspansi rute di Indonesia. Ide ini dianggap  bisa menunjang kompetisi antar maskapai sehingga harga tidak melonjak. 

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku sudah mengkaji langkah tersebut dan sekarang pihak pengusaha juga memberi dukungan.  

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani berkata, mendukung penuh maskapai asing di Indonesia agar mengurangi dominasi Garuda Indonesia dan Lion Air.

Lantas maskapai mana saja yang sudah siap menyambut rencana ini? Hariyadi menyebut nama maskapai regional atau asing dari tiga negara, yakni Malaysia, Australia, dan Singapura.

"Yang siap itu AirAsia, Jet Star, dan Scoot," jelas Hariyadi di sela open house di rumah Gubernur BI Perry Warjiyo di Patiunus, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Juni 2019.

Ketika ditanya apakah maskapai China juga akan ekspansi di Indonesia, Hariyadi berkata hal itu tidak memungkinkan.

"China kejauhan," ujar dia.

Hariyadi berkata harga tiket yang mahal memberi dampak negatif ke sektor pariwisata dan perhotelan. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebut okupansi hotel menurun antara 10 persen sampai 30 persen akibat masalah tiket pesawat.

Hariyadi menyebut  dampak tiket pesawat mahal paling besar ke daerah timur seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan, hingga Jayapura. Yang kena dampak pun bukan hanya turisme melainkan geliat ekonomi nasional.

"Jadi tidak hanya pariwisata sebetulnya tapi juga pertumbuhan ekonomi mengganggu. Banyak aktivitas yang harusnya dilakukan, harga tiket mahal, mereka jadi tidak pergi, baik ke Jakarta maupun ke daerah," ucap dia.