Sukses

Kebutuhan Investasi Indonesia di 2020 Capai Rp 5.823 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berada di angka 5,3 persen hingga 5,6 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berada di angka 5,3 persen hingga 5,6 persen. Untuk bisa mencapai target tersebut, setidaknya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik berada di angka 7 persen hingga 7,4 persen atau sebesar Rp 5.802,6 triliun hingga Rp 5.823 triliun.

"Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) adalah 7,0 hingga 7,4 persen," tuturnya di Gedung DPR RI, Kamis (13/6/2019).

Kebutuhan investasi Rp 5.803 triliun hingga Rp 5.823 triliun tersebut terbagi dari investasi pemerintah Rp 539 triliun-Rp 572 triliun. Di mana pemerintah pusat Rp 246 triliun-Rp 261 triliun dan pemerintah daerah Rp 293 triliun-Rp 310 triliun.

Kebutuhan investasi diharapkan dipenuhi sektor perbankan sebesar 8,4-10,2 persen dan pasar modal 3,2 persen. Kredit perbankan dan dana hasil IPO di pasar modal diarahkan sebagai belanja modal.

Untuk kebutuhan investasi BUMN, lanjut dia, pada 2020 dibutuhkan sebesar Rp 471 triliun-Rp 473 triliun. Sedangkan untuk perusahaan publik non BUMN sebesar Rp 143 triliun.

"Capital expenditure BUMN diharapkan dapat sesuai target," terangnya.

Adapun kebutuhan investasi untuk penanaman Modal Asing adalah sebesar Rp 426 triliun-Rp 428 triliun. Terbesar investasi swasta atau masyarakat mencapai Rp 4.204 triliun-Rp 4.221 triliun.

"PMA didorong untuk ditingkatkan antara lain melalui kebijakan insentif fiskal dan perbaikan dalam berusaha," ucapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

3 Modal Indonesia untuk Tarik Investasi Asing di Tengah Tekanan Global

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia tetap akan menjadi tujuan investasi. Hal ini didukung sejumlah faktor, salah satunya naiknya peringkat daya saing.

Indonesia menjadi negara dengan peningkatan peringkat daya saing tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Peringkat Indonesia naik 11 poin dari sebelumnya di posisi 43 pada 2018 menjadi 32 pada tahun ini.

"Kemarin kita punya daya saing juga meningkat luar biasa. Jadi langkah-langkah pemerintah ini sudah direspons pasar dengan positif," kata dia seperti ditulis Kamis (6/6/2019).

Selain itu peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BB oleh lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's/S&P global rating diyakini turut mendongkrak kepercayaan investor terhadap Indonesia sehingga mau berinvestasi atau menanamkan modalnya. 

"Apalagi kemarin kredit ratingnya juga improve. Ini kan bukan ujug-ujug, tetapi sesuatu yang kita design dalam kebijakan publik. Nah pasca-pemilu ini kita harapkan investasi bisa meningkat," ujar dia.

Data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh Nikkei pun terus menunjukkan peningkatan. Data PMI manufaktur Indonesia pada Mei tahun ini sebesar 51,6, atau naik dibanding bulan sebelumnya yang ada di posisi 50,4.

"Kan saya sudah bilang PMI itu hanya jelek di bulan Januari dan itu setiap tahun. Berikutnya pasti akan naik. Tentu PMI ini berarti market confidence terhadap industri itu tinggi," ujarnya.

"Kemarin di Nikkei saya sampaikan stabilitas politik Indonesia itu penting. Karena Jepang itu salah satu investor strategis yang di Indonesia dan mereka juga mencari 'safe heaven' untuk investasi. 'Safe heaven' untuk investasi salah satunya Indonesia," imbuhnya.

Faktor-faktor ini, kata Airlangga akan menjadi modal Indonesia dalam menarik investasi meskipun di tengah tekanan ekonomi global.

"Kita punya momentum. Eksternal banyak sehingga mereka melihat beberapa kan kawasan industri sudah naik. Kelihatan baik itu di Jawa Barat dan Jawa Timur," tandasnya.