Sukses

INDEF: Infrastruktur Jadi Modal Dasar RI Keluar dari Jebakan Kelas Menengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani ingin membawa Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira mengatakan, pembenahan daya saing menjadi kunci utama agar Indonesia bisa terlepas dari jebakan negara berpendapatan kelas menengah atau middle income trap.

Untuk bisa memperbaiki daya saing, ia menekankan, pembangunan infrastruktur harus dilakukan secara masif. "Perbaikan signifikan dalam komponen infrastruktur jadi kunci utama perbaikan daya saing karena berkaitan dengan konektivitas dan penurunan biaya logistik," imbuhnya kepada Liputan6.com, Minggu (16/6/2019).

Dia menyatakan, perbaikan infrastruktur dalam hal ini memang memainkan peran penting, sebab Indonesia sebelumnya harus menghadapi mahalnya biaya logistik sebesar 24 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Pembangunan infrastruktur, khususnya penunjang logistik darat dan laut yang turunkan logistic cost, bisa membuat harga produk lebih kompetitif, khususnya yang berorientasi ekspor. Jadi pembangunan infrastruktur yang mendorong turunnya biaya logistik harus dilanjutkan," dia menambahkan.

Selain biaya logistik, ia melanjutkan, pembangunan infrastruktur juga berkaitan dengan efisiensi investasi. Bhima mencatat, rasio antara investasi dengan pertumbuhan output atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia saat ini masih berada diatas 6 persen, di mana idealnya ada di bawah 3 persen.

"ICOR yang tinggi menunjukkan biaya untuk investasi cukup mahal di Indonesia alias kurang efisien. Jadi semakin baik infrastrukturnya, semakin rendah ICOR-nya," jelas dia.

Bhima pun turut menyoroti cita-cita Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu, yang sempat memaparkan rencana pemerintah untuk mendorong Indonesia keluar dari middle income trap.

Bila benar-benar ingin menjadi negara berpendapatan tinggi, maka Indonesia harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara rata-rata di atas 7-8 persen setiap tahunnya.

"Terkait target yang reachable, upaya-upaya yang disampaikan Sri Mulyani juga harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 7-8 persen," pungkas dia.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani: Ekonomi RI Mampu Bertahan di Tengah Gejolak Global

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan, kondisi ekonomi Indonesia di tengah gejolak global di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hadir dalam rapat paripurna di DPR. 

Agenda rapat kali ini yaitu tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi atas kerangka-kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2020.

"Berikut ini kami sampaikan tanggapan dan jawaban Pemerintah atas pandangan Fraksi-Fraksi DPR RI Kami baru saja kembali dari pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G-20 di Fukuoka, Jepang, di mana kondisi terkini perekonomian global masih dipenuhi tantangan dan ketidakpastian akibat eskalasi perang dagang, persaingan geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas," kata dia, di ruang rapat paripurna Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

 

Dia mengungkapkan, kondisi tersebut menyebabkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, pelemahan investasi, dan perdagangan global.

"Pertumbuhan ekonomi dunia dipangkas 0,3 persen menjadi hanya 2,6 persen menurut Bank Dunia, 3,3 persen menurut IMF, dan 3,2 persen menurut OECD," ungkapnya.

Sementara itu, pertumbuhan perdagangan global hanya mencapai 2,6 persen merupakan yang terendah sejak krisis keuangan global. Tekanan global, lanjutnya, menyebabkan kinerja ekspor Indonesia melambat.

Kendati demikian, Sri Mulyani meyakinkan semua pihak, kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja.

"Namun perekonomian Indonesia tetap mampu menunjukkan ketahanannya dengan pertumbuhan di atas 5,07 persen didukung oleh permintaan domestik yang tetap terjaga dan kebijakan makro ekonomi fiskal dan moneter yang prudent dan sustainable namun supportiveterhadap ekonomi," kata dia.

Â