Sukses

Pengamat: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,6 Persen di 2020 Bisa Tercapai

Pertumbuhan ekonomi tersebut bisa terealisasi jika pemerintah fokus dan melakukan terobosan baru.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah menilai target pertumbuhan ekonomi yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2020 sebesar 5,3-5,6 persen bisa saja terealisasi. Asalkan pemerintah fokus dan melakukan terobosan baru dalam mengejar target tersebut.

"Target pertumbuhan 5,3-5,6 persen bagaimana kita melihatnya. Dia menjadi tidak realistis kalau angka itu diliat hanya berdasarkan historis kita," katanya saat dihubungi merdeka.com, Senin (17/6).

Dia mengatakan selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya dilihat berdasarkan dari historisnya saja yakni dikisaran 5 persen atau stagnan dari tahun ke tahun. Oleh karenanya, kata dia perlu ada terobosan baru untuk keluar dari jeratan pertumbuhan ekonomi tersebut.

"Kalau pemerintah menjabarkan angka 5,3-5,6 persen dengan terobosan baru strategi baru program baru nah maka 5,3-5,6 persen itu bahkan menurut saya terlalu kecil. Terlalu kecil kalau dibandingkan potensi yang kita punya," pungkasnya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira justru menilai sangat tidak realistis angka tersebut dipatok di tengah kondisi ekonomi global yang sedang bergejolak. Belum lagi pengaruh dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Target pertumbuhan ekonomi pemerintah kurang realistis dan ketinggian. Apalagi perang dagang makin memanas di 2020," kata Bima.

Kendati begitu, Bima mengatakan untuk menopang target pertumbuhan ekonomi tersebut pemerintah bisa saja melakukan dengan menawarkan paket insentif bagi investor yang mau relokasi pabrik dari China dan AS. Salah satu contohnya, Indonesia dapat meniru Vietnam yang lebih dulu melakukan penawaran insetif tersebut.

"Pemerintah Vietnam sudah lebih dulu tawarkan paket insentif sehingga jadi pemenang dalam trade war," katanya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Selanjutnya

Di samping itu, pemerintah juga disarankan untuk memperluas pasar ekspor ke negara non tradisional dengan strategi kerjasama bilateral untuk turunkan tarif dan hambatan nontarif. Salah satu kawasan sangat prospektif sebagai mitra perdagangan yakni Afrika Utara, Eropa Timur dan Rusia.

"Kemudian berikan aneka kemudahan dan insentif bagi pengusaha lokal yang terdampak trade war misalnya diskon tarif listrik, gas untuk industri. Keringanan PPh badan selama perang dagang berlangsung dan lain-lain," pungkasnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia mengusulkan target pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,3-5,6 persen dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah perlu menerapkan kehati-hatian namun tetap optimis untuk mewujudkannya.

"Asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 sebesar 5,3-5,6 persen, Pemerintah berpendapat perlunya sikap kehati-hatian namun penting untuk menjaga optimisme yang terukur," kata dia, di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6).

3 dari 4 halaman

Bank Dunia Prediksi Ekonomi Global Melambat pada 2019

Bank Dunia memperkirakan ekonomi global melambat. Bank Duniaprediksi, pertumbuhan ekonomi hanya 2,6 persen pada 2019 dari target semula 2,9 persen.

Ekonom Bank Dunia menilai, perlambatan ekonomi semakin meluas, dan berdampak terhadap banyak negara. Ditambah risiko ketidakpastian bisnis karena ketegangan perang dagang global.

Salah satu ekonom Bank Dunia yang melakukan riset dalam laporan, Franziska Ohnsorge menyatakan, Bank Dunia sebelumnya peringatkan prediksi ekonomi global yang melambat pada enam bulan lalu.

"Dulu prediksi, sekarang kita melihat data," ujar dia, seperti dikutip dari laman BBC, Rabu (5/6/2019).

Pada Januari, Bank Dunia revisi prediksi pertumbuhan ekonomi global dari tiga persen menjadi 2,9 persen pada 2019.

Ohnsorge menuturkan, kemudian kekecewaan makin luas terhadap perdagangan, investasi, manufaktur di negara maju dan berkembang.

Konflik perdagangan menjadi faktor penting yang sebabkan pertumbuhan ekonomi global melemah. Hal itu terutama ketegangan perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).

Bank Dunia melihat, perang dagang berdampak terhadap ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi China akan melambat imbas perang dagang.

Dalam tiga dekade, rata-rata pertumbuhan ekonomi China sekitar 10 persen. Ekonomi China diprediksi hanya tumbuh 6,2 persen pada 2019.

Hal itu juga didorong dari pemerintah China yang sengaja perlambat ekonominya.Ekonom prediksi kalau tingkat pertumbuhan sebelumnya tidak dapat dipertahankan lebih lama.

Akan tetapi, ketegangan perang dagang yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi global yang melambat akan pengaruhi China pada 2019.

4 dari 4 halaman

Kepala Bappenas Optimis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Lebih Baik

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala BappenasBambang Brodjonegoro optimis pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2019 akan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.

Dia menyatakan, banyak faktor yang membuat ekonomi kuartal II ini mampu tumbuh lebih tinggi. Salah satunya yaitu peningkatan konsumsi masyarakat saat Ramadan dan Lebaran.

"Pengaruh konsumsi masyarakat, karena puasa dan Lebaran. Kemudian, mudah-mudahan investasinya sudah agak ngangkat setelah kuartal I masih banyak yang meng-hold," ujar dia di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Sementara itu, lanjut Bambang, kondisi di dalam negeri dengan adanya aksi-aksi unjuk rasa pasca pengumuman hasil Pemilihan Umum (Pemilu) diharapkan tidak akan berdampak besar terhadap konsumsi masyarakat dan kepercayaan investor.

"Saya masih melihatnya tidak menimbulkan sentimen negatif karena itu sesuatu yang sifatnya sementara," kata dia.

Oleh sebab itu, Bambang yakin jika pertumbuhan ekonomi di kuartal II ini akan lebih baik ketimbang kuartal I 2019 yang tumbuh 5,07 persen.‎"Harusnya lebih baik dari kuartal I karena ada pola musiman juga memang kuartal I biasanya lebih rendah dari pada kuartal berikutnya. Lebih baik dari kuartal I. Kuartal I kan pada intinya 5,07 persen," tandas dia.