Liputan6.com, Jakarta - Penawaran awal obligasi berkelanjutan I PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) tahap I Tahun 2019 yang ditawarkan oleh Perseroan telah dilakukan dan oversubscribe atau alami kelebihan permintaan.
Total permintaan yang masuk Rp 1,091 triliun atau 2,18 kali dari jumlah yang ditawarkan sebanyak Rp 500 miliar. Hal ini tak lepas dari pemilihan waktu yang tepat dalam melakukan penerbitan obligasi.
"WSBP memilih momentum yang tepat dalam penerbitan obligasi ini, sama seperti ketika melakukan IPO pada tahun 2016 lalu,” tutur Direktur Keuangan WSBP Anton Nugroho, Rabu (19/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Anton, momentum ini juga didukung dengan adanya peningkatan peringkat Indonesia dari S&P menjadi BBB (investment grade), tren penurunan suku bunga dan banyaknya obligasi yang jatuh tempo.
"Jadi itu semua menambah demand, serta dikombinasikan dengan posisi keuangan WSBP yang sehat dan atraktif,” ujar dia.
Adapun Waskita Beton Precast menerbitkan obligasi dengan beberapa faktor pendorong. Pertama, ialah obligasi menjadi alternatif pendanaan lain dari perbankan yang selama ini digunakan oleh perusahaan.
Kemudian juga sesuai dengan kebutuhan investasi jangka menengah-panjang perusahaan serta memiliki jatuh tempo yang lebih panjang.
"Hasil penerbitan obligasi ini nantinya akan digunakan untuk modal kerja perusahaaan sebesar 40 persen dan 60 persen untuk investasi pembangunan pabrik yang rencananya akan dibangun di Penajam, Kalimantan Selatan, serta investasi penambahan kapasitas pabrik eksisting di daerah Bojonegara, Banten dan Gasing, Sumatera Selatan," terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Terbitkan Obligasi Rp 500 Miliar
Sebelumnya, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) melakukan periode penawaran awal Obligasi Berkelanjutan I Tahap I sebanyak-banyaknya sebesar Rp 500 miliar. Tenor obligasi ini 3 tahun dan pembayaran bunga setiap triwulan (dengan basis 30/360).
Dikutip dari keterangan Waskita Beton Precast, Kamis (13/6/2019), masa penawaran awal (bookbuilding) berlangsung pada 29 Mei–18 Juni 2019 dan masa penawaran umum pada 1–2 Juli 2019. Ini merupakan bagian dari program Obligasi Berkelanjutan I dengan nilai sebesar Rp 2 triliun.
Aksi korporasi ini sekaligus sebagai momen kembalinya Waskita Beton Precast memasuki pasar modal sejak mencatatkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada 2016.
Beberapa faktor pendorong dilakukannya penerbitan obligasi antara lain obligasi menjadi alternatif pendanaan lain dari perbankan yang selama ini digunakan oleh perusahaan, sesuai dengan kebutuhan investasi jangka menengah-panjang perusahaan, dan memiliki jatuh tempo yang lebih panjang. Berdasarkan Fitch Rating, tercatat obligasi yang diterbitkan oleh WSBP mendapat peringkat BBB+, atau termasuk ke dalam Investment Grade.
Ini menunjukkan Waskita Beton Precast dianggap memiliki kemampuan yang cukup dalam melunasi utangnya, sehingga investor dapat berinvestasi dengan aman. Selain itu, jaminan obligasi WSBP berbentuk tanpa jaminan khusus (clean basis).
Hasil penerbitan obligasi ini nantinya akan digunakan untuk modal kerja Waskita Beton sebesar 40 persen untuk mendukung penyelesaian proyek-proyek eksisting dan sebesar 60 persen untuk investasi pembangunan pabrik, salah satunya yang akan dibangun di daerah Kalimantan.
Adapun Obligasi Berkelanjutan tahap selanjutnya yakni senilai Rp 1,5 triliun akan dilakukan paling cepat pada kuartal III 2019.
Sebagai informasi, penerbitan obligasi berkelanjutan ini dapat terlaksana juga karena kerja sama dari para Penjamin Pelaksana Emisi Obligasi, antara lain PT Bahana Sekuritas, PT BNI Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT CGS-CIMB Sekuritss Indonesia, PT Indo Premier Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.
Advertisement
Target Pendapatan 2019
Sebelumnya, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) optimistis pendapatan yang diraih akan meningkat pada 2019. Meski pada 2019, banyak proyek infastruktur yang sudah akan selesai dibangun.
Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Tbk, Jarot Subana optimistis, raihan pendapatan mencapai Rp 9,37 triliun pada 2019. Sedangkan laba bersih ditargetkan sebesar Rp 1,31 triliun.
"Pada 2019, perseroan menargetkan laba naik sekitar 19 persen dibandingkan 2018," ujar dia di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Adapun anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 922,96 miliar pada 2018. Perusahaan juga menargetkan nilai kontrak baru sebesar Rp 10,39 triliun, baik dari proyek internal maupun eksternal.
"Tahun ini, kami akan tetap mempertahankan kinerjanya, baik dari sisi pendapatan usaha, laba, dan nilai kontrak baru," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Hendri Saparini mengungkapkan, saat ini Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pembangunan infrastruktur.
Dalam APBN 2019, pemerintah menyiapkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 415 triliun untuk mendukung konektivitas, penyediaan perumahan, dan ketahanan pangan.
"Indonesia masih membutuhkan jalan, pelabuhan, dan lain-lain. Setidaknya ada tiga fungsi terkait infrastruktur, yaitu peningkatan efisiensi, pemerataan, dan penyediaan sarana kebutuhan publik," ujar dia.
Pemerintah juga masih harus menyelesaikan target pembangunan infrastruktur seperti jalur kereta api sepanjang 394,8 km, membangun jaringan irigasi sebanyak 170,4 ribu hektare, pembangunan jalan sepanjang 1.837 kilometer dan jembatan sepanjang 37.177 meter.
Anggaran infrastruktur pada 2019 juga untuk melanjutkan pembangunan bendungan sebanyak 48 unit dan menyelesaikan bandara baru di empat lokasi.
"Selain berdampak positif terhadap ekonomi nasional dan kebutuhan masyarakat, pembangunan infrastruktur juga bakal menopang pertumbuhan kinerja sejumlah perusahaan di sektor tersebut," tutur dia.