Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Pemerintah akan membuat badan pusat legislasi Nasional. Lembaga ini akan melakukan sinkronisasi aturan agar tidak terjadi tumpang tindih.
"Menurut saya harus dimulai nanti lima tahun ke depan ada pusat badan legislasi nasional," kata Bambang, saat ditemui, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Selain melakukan sinkronisasi aturan, badan ini bakal memeriksa relevansi kebijakan yang sudah ada. Lalu menentukan apakah aturan ini masih layak dipakai atau tidak.
Advertisement
"Tugasnya memastikan mana aturan yang mana berlaku atau tidak ini yang harus ditata dulu. Setelah itu dari yang ada, mana yang masih relevan dan mana yang tidak," ujar dia.
Baca Juga
"Kemudian untuk regulasi baru harus dilakukan semacam clearing dulu apakah sudah ada aturan di tempat lain atau aturan ini tumpang tindih dengan aturan yang lain," ia menambahkan.
Kehadiran lembaga tersebut, lanjut Mantan Menteri Keuangan ini, akan memberikan sinyal positif bagi dunia usaha. Dengan demikian dapat mendorong naiknya investasi.
"Saya rasa lima tahun ke depan kita bisa melakukan penataan itu meskipun dampaknya baru terasa setelah lima tahun, tetapi lima tahun ini kita harapkan sinyal ini bisa dibaca," tandasnya.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Investor Keluhkan Tumpang Tindih Aturan di Indonesia
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro menegaskan, pentingnya reformasi regulasi untuk menghindari aturan tumpang tindih.
Bambang Brodjonegoro menyampaikan hal itu saat menghadiri acara diskusi reformasi Regulasi dengan tema menata fungsi dan kelembagaan sistem perundang-undangan Indonesia, pada Rabu (13/2/2019).
"Intinya kita ingin mengedepankan upaya untuk mengurangi isu tumpang tindih regulasi atau over regulation yang sering diindentifikasikan sebagai faktor yang menghambat investasi di Indonesia," ujar Bambang di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu 13 Februari 2019.
Bambang mengatakan, aturan yang tumpah tindih antara pemerintah pusat dan daerah sudah dikeluhkan oleh investor baik dalam negeri dan luar negeri. Pemerintah pun tengah berupaya untuk mengurangi jumlah aturan yang tumpah tindih.
"Ini sudah menjadi keluhan banyak pihak baik dari investor nya maupun di dalam pemerintah sendiri. Dan tentunya kami ingin mengajukan solusi yang pada akhirnya bisa meminimalkan potensi konflik regulasi atau over regulation tadi," tutur dia.
Kementerian PPN bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) tahun lalu telah melakukan Background Study Reformasi Regulasi dengan pendekatan evidence based policydalam rangka penyusunan RPJMN Teknokratik 2020-2024.Â
Sejumlah permasalahan mendasar dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia ditemukan di dalam background study dan telah disampaikan saaat media briefing reformasi regulasi di Kementerian PPN/Bappenas.
Adapun beberapa masalah yang ditemukan antara lain pertama sinkronisasi kebijakan dan regulasi pusat dan daerah yang belum optimal. Kedua, absennya monitoring dan evaluasi.
Ketiga, perencanaan regulasi yang tidak optimal. Keempat, disharmoni dalam penyusunan regulasi, serta kelima lemahnya peran kelembagaan dan minimnya penguatan sistem pendukung.Â
"Melalui background study, kami rekomendasikan pembentukan lembaga yang fokus pada peraturan perundang-undangan. Hal ini semakin memperkuat rekomendasi kami dalam Strategi Nasional Reformasi Regulasi mengenai restrukturisasi kelembagaan perumus kebijakan dan pembentuk regulasi," tutur dia.
"Urgensi pembentukan lembaga ini juga telah saya sampaikan saat Media Briefing Reformasi Regulasi di Kementerian PPN/Bappenas. Melihat kewenangan regulasi masih tersebar di empat K/L dan memiliki potensi disharmoni yang tinggi, kita perlu lembaga pengelola regulasi yang dapat mengintegrasikan dan memperkuat kewenangan Iembaga yang ada," ia menambahkan.
Â
Â
Advertisement
Kebijakan Sering Berubah
Sebelumnya, Pemerintah Jokowi-JK kerap kali membuat kebijakan yang dianggap tidak konsisten. Sebab, apabila berkaca ke belakang beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan dan diumumkan kepada publik, selang berapa hari pemerintah kemudian membatalkannya. Sehingga meninbulkan kontroversi di masyarakat.
Lantas apakah kondisi ini akan berdampak kepada kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia?
Kepala Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan Ekonomi (LIPI), Agus Eko Nugroho, mengatakan bahwa sikap pemerintah yang tidak konsisten tersebut tidak akan berdampak langsung kepada masuknya investor atau Penanaman Modal Asing (PMA). Menurutnya, kepercayaan investor asing sejauh ini kepada pemerintah masih cukup baik.
"Saya kira sebenarnya itu enggak (berdampak) terlalu signifikan. Dari padangan kami untuk melihat apakah itu menjadi sebuah basis keputusan investasi atau tidak karena itu akan direspons secara umum," kata Agus saat ditemui di Jakarta, Kamis 20 Desember 2018.
Agus mengatakan terlepas dari konsistensi kebijakan pemerintah, untuk membuat iklim investasi yang baik di dalam negeri maka perlu menggenjot sektor-sektor industri unggulan untuk dikembangkan. Tentu saja, ini akan membuat pertumbuhan ekonomi ke depan lebih baik.
"Misalnya kayak yang dikembangkan adalah manufacturing. Manufacturing apa? oke melalui kawasan ekonomi khusus (KEK). Ini harus jelas dan itu diberikan insetif secara jelas. Jadi gak hanya sekedar oke kawasan ekonomi khusus ditentukan saja, misalnya KEK di banyak tempat tapi sebenernya apa yang diberikan ini yang akan direspon seperti itu," ungkap Agus.
Di samping itu, kebijakan yang diarahkan pada upaya suatu iklim kondusif juga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih. Dengan demikian, ini akan mempermudah masuknya investor asing.
"Terpenting adalah konsistensi aturan yang tidak tumpang tindih. Tumpang tindih itu tidak bisa lagi misalnya pusat ngomong A pemerintah daerah ngomong B itu sudah tidak bisa lagi," pungkasnya.
Sebagai catatan, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan secara tiba-tiba mengumumkan penaikan harga Premium bersamaan dengan harga BBM non subsidi lainnya. Premium naik 7 persen dari Rp 6.550 menjadi Rp 7.000 di wilayah Jamali. Namun, tak berapa lama pemerintah malah membatalkannya.
Kemudian, Presiden Jokowi juga berencana membatalkan rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk sektor usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) dari paket kebijakan ekonomi ke-16. Menurut Presiden Jokowi, hal ini menyusul adanya keluhan dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Â