Sukses

O-Bahn akan Dibangun untuk Kota yang Belum Punya Transportasi Massal

Kemenhub tengah mengkaji sejumlah kota yang dinilai cocok untuk dibangun moda transportasi o-bahn.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia akan mengembangkan moda transportasi baru yang menggabungkan konsep bus dengan jalur khusus seperti rel kereta bernama o-bahn. Namun transportasi tersebut baru masuk tahap kajian oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi mengatakan, pada tahap awal, pihaknya tengah mengkaji sejumlah kota yang dinilai cocok untuk dibangun moda transportasi ini.

"Tahap awal kita akan lihat di beberapa kota. Setelah itu, kita gandeng konsultan yang baik untuk bikin feasibility study. Kita ajukan dulu ke menteri untuk benchmark ke beberapa negara," ujar dia di Jakarta, Minggu (23/6/2019).

‎Sementara itu, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri mengatakan, o-bahn akan dibangun di wilayah-wilayah yang selama ini belum memiliki angkutan massal yang efektif.

‎‎"O-bahn akan diterapkan di kota-kota yang angkutannya belum optimal. Kita diskusi terus untuk apa yang kita kembangkan. Yang cocok yang tidak ada ngkutan umum massal yang besar, seperti misalnya Ciledug. Daerah yang tidak ada akses kereta, nanti dikembangkan dengan o-bahn," jelas dia.

Menurut Zulfikri, sejumlah negara telah mengembangkan moda transportasi ini. Negara-negara tersebut yang akan dijadikan contoh dari pengembangan o-bahn di Indonesia.

"Ini sudah kembangkan di Australaia. Kemudian juga sudah ada di Nagoya (Jepang). Di sana dari awalnya rata-rata kecepatan bus dari 12 km menjadi 30 km per jam. Di Inggris juga sudah ada," tandas dia.

2 dari 2 halaman

Keunggulan Moda Transportasi O-Bahn

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengkaji untuk mengembangkan o-bahn, moda transportasi berkonsep bus dengan jalur khusus seperti jalur kereta.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Zulfikri mengatakan, ada sejumlah keunggulan yang dimiliki o-bahn dibandingkan dengan moda transportasi massal lain.

Meski secara biaya, diakui membangun o-bahn memang membutuhkan biaya yang lebih mahal ketimbang membangun TransJakarta. Namun dipastikan lebih murah dibandingkan dengan membangun LRT atau MRT.

"Untuk bangun LRT itu biayanya Rp 500 miliar per km, apalagi kalau bangun MRT. ‎Untuk o-bahn, biayanya 30 persen (lebih mahal) dibandingkan busway, tapi lebih murah dibandingkan LRT," ujar dia di Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Sementara dari sisi kapasitas, lanjut dia, daya angkut penumpang yang dimiliki o-bahn lebih besar jika dibandingkan dengan TransJakarta atau Bus Rapit Transit (BRT).

‎"O-bahn ini untuk kapasitas 20 persen di atas busway. O-bahn sama dengan BRT tapi dengan daya angkut yang lebih besar. Dia lebih unggul dibandingkan dengan bus biasa, dibandingkan trem juga lebih unggul," ungkap dia.

Menurut Zufikri, dengan kapasitas angkut yang lebih besar ini akan membuat biaya operasional o-bahn lebih efisien meski membutuhkan investasi yang lebih besar ketimbang TransJakarta.‎

"Secara umum, pembangunan o-bahn 20 persen lebih mahal dari busway, tetapi produkivitas penumpang per km yang bisa diangkut itu lebih Kalau pembangunan lebih mahal, tapi secara biaya operasi lebih murah. Karena kapasitas angkut yang lebih besar," tandas dia.

Video Terkini