Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Mei 2019 mengalami kenaikan sebesar 12,42 persen dibanding ekspor bulan sebelumnya. Ekspor Mei tercatat sebesar USD 14,74 miliar sedangkan pada bulan sebelumnya ekspor sebesar USD 12,60 miliar.
"Ekspor pada Mei 2019 tercatat sebesar USD 14,74 miliar," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat Badan Pusat Statistik, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Suhariyanto mengatakan, ekspor pada Mei mengalami kenaikan karena sektor migas dan nonmigas memgalami peningkatan cukup signifikan. Sektor migas naik sebesar 50,19 persen sedangkan nonmigas juga naik sebesar 10,16 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Ekspor migas pada Mei sebesar USD 1,11 miliar dan non migas sebesar USD 13,63 miliar," jelasnya.
Menurut sektor, ekspor seluruh komponen hampir mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Di mana sektor pertanian tercatat sebesar USD 0,32 miliar atau naik sebesar 25,19 persen secara month to month (mtm).
Kemudian industri pengolahan juga mengalami kenaikan sebesar 12,40 persen dengan nilai ekspor sebesar USD 11,16 miliar. Sementara itu, pada sektor pertambangan dan lainnya alami penurunan sebesar 1,76 persen dengan nilai ekspot USD 2,15 miliar
Adapun nilai total ekspor dari Januari sampai dengan Mei 2019 mencapai sebesar 68,46 persen. Angka ini turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 74,91 persen. "Secara keseluruah ekspor Mei 2019 lebih rendah dari posisi 2018," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perang Dagang Bikin Pertumbuhan Ekspor Global Anjlok
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Iskandar Simorangkir mengatakan, dampak perang dagang mengakibatkan pertumbuhan ekspor negara-negara di dunia ikut menurun.
Kendati begitu, pasca melunaknya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) terhadap dua mitra dagangnya yakni Kanada dan Meksiko diharapkan dapat menurunkan panasnya tensi perang dagang yang tinggi kedepanya terhadap China.
"Terkait global ekspor itu semua mengalami penurunan akibat (perang dagang). Untuk growthekspor sendiri tampaknya baru Vietnam dan India saja yang masih belum turun," ujar dia pada Senin 10 Juni 2019.Â
BACA JUGA
Dia melanjutkan, kelanjutan perang dagang AS-China ke depan akan ditentukan dari hasil pertumbuhan ekonomi AS kuartal II 2019.
"Kepastiannya itu setelah pertumbuhan triwulan kedua, kalau hasilnya pertumbuhan ekonomi AS menurun, itu pasti nggak akan berlangsung lama ketegangan AS-China. Tapi kalau turun, saya termasuk yakin nggak mungkin AS ngotot terus menerus perang dagang tensi tinggi seperti sekarang ini," kata dia.
Sementara itu, untuk Indonesia, pihaknya menilai pemerintah sebaiknya mengurangi impor terlebih dahulu untuk produk-produk berpengaruh langsung. Produk itu ialah barang belanja modal yang bisa diproduksi di dalam negeri.
"Karena impor kita kontraksinya lebih besar dari ekspor akibat perang dagang ini maka salah satu caranya ialah mengerem dulu impor yang tidak berpengaruh langsung dan bisa diproduksi dalam negeri," kata dia.
"Berpengaruh langsung itu misalnya barang-barang belanja modal, kalau mesin-mesin bagus tuh untuk investasi, ya jangan di rem. Bisa mengenerate lapangan pekerjaan, output baru dalam ekonomi," ia menambahkan.
Advertisement