Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah maskapai, khususnya yang berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) mulai minggu ini mulai menurunkan harga tiket pesawat sesuai instruksi pemerintah pada pekan lalu.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) melihat apa yang diperintahkan tersebut jelas menjadi tantangan baru bagi para maskapai.
"Harga tiket penerbangan per kilometer di Indonesia selama ini sudah murah. Bahkan lebih murah dari taksi online. Maskapai itu inveatasi yang besar," kata Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (24/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Harga tiket pesawat kembali diturunkan akan semakin memberatkan maskapai. Biaya operasional pesawat saat ini cukup tinggi dan tidak ada perbedaan perbedaan biaya dengan maksapai-maskapai asing yang pendapatannya dalam bentuk dolar serta harga tiketnya tak diatur.
Menurut Bayu, di dunia, hanya Indonesia yang harga tiket pesawat dibatasi otoritas, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Sementara negara lain murni diserahkan ke pasar.
"Seharusnya pemerintah itu hanya sebatas supply dan demand, tidak sampai mengatur soal tarif seperti ini. Memang maksudnya baik, tapi kalau ditekan terus, ya bagaimana dong," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kemenkeu Bakal Hapus Pajak Sewa Pesawat
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN atas jasa sewa pesawat dari luar negeri. Hal ini akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2015 Tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN.
"Dalam revisi tersebut diberikan pembebasan PPN atas jasa sewa pesawat yang berasal dari luar negeri, jadi kita harap ini tahap akhir penetapannya, itu kalau sudah ditetapkan kurangi struktur biaya airlines," Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.
Revisi PP 69 tahun 2015 ini dilakukan Kementerian Keuangan dengan mengacu pada praktek internasional, yakni jasa sewa pesawat memang dari luar negeri memang tidak dikenakan PPN di negara manapun.
"Itu enggak dikenakan. Jadi kalau kita kenakan, maskapai kita enggak kompetitif. Ini kebetulan timingnya pas dengan harga tiket mahal. Tapi revisi itu dilakukan memang lagi kejar daya saing kita," jelas Suahasil.
Insentif fiskal ini diberikan bagi maskapai penerbangan supaya bisa melakukan efisiensi lebih dalam. Hal ini pun sebenarnya telah diatur dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2016.
Aturan tersebut terkait dengan pembebasan PPN bea masuk barang dan berbagai bahan yang ditujukan guna perbaikan pesawat terbang yang berasal dari impor. Dengan begitu, pemerintah sebetulnya telah mendukung proses efisensi maskapai penerbangan sejak lama.
"Jadi sebetulnya sektor airline telah ada insentif pajak yang diberikan sebelumnya," tandas Suahasil.
Â
Â
Advertisement
Tekan Harga Tiket Pesawat, Operator Bandara Pangkas Biaya Layanan
Sebelumnya, Pemerintah Jokowi-JK berkomitmen mendorong penurunan harga tiket pesawat yang tercatat mahal sejak awal tahun 2019. Setelah menurunkan tarif batas atas (TBA), kini pemerintah meminta maskapai penerbangan biaya murah atau LCC untuk menyediakan jadwal penerbangan murah.
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, seluruh pemangku kepentingan baik pihak pengelola bandara hingga PT Pertamina Persero sepakat untuk secara bersama-sama menurunkan tarif jasa. Sebab, jasa layanan diberikan kedua belah pihak dinilai menambah biaya beban maskapai.
"Seluruh pihak tadi komitmen untuk sama-sama menurunkan biaya. Ini sharing pain (berbagi beban), bersama-sama sehingga tidak kemudian satu pihak saja (maskapai) yang pikul ini, karena sudah tidak bisa," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019.
Kemudian, dua operator bandara, PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) pun sepakat untuk menurunkan beban biaya jasa bandara dalam waktu seminggu ke depan. Sebab, selama ini beban biaya jasa bandara berdampak langsung terhadap harga tiket pesawat.
Biaya jasa bandara diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Dalam beleid tersebut tertuang komponen Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U) dan Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).
"Salah satunya landing fee (tarif pendaratan), karena itu komponen yang ditanggung maskapai. Ada lagi yang ditanggung oleh pelanggan itu sendiri itu PJP2U. Jadi komponen-komponen itu yang akan dievaluasi," kata Direktur Utama Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin.
Awaludin memproyeksikan, bakal terjadi penurunan 10-20 persen dari salah satu komponen biaya jasa bandara. Seperti biaya ground handling yang merupakan pelayanan jasa pengangkutan di bandara sebelum keberangkatan maupun setelah kedatangan.
Adapun pelayanan tersebut meliputi layanan pengangkutan penumpang, bagasi, kargo, sampai menggerakkan pesawat menuju area parkir atau menuju landasan pacu.
"Ini sudah kita hitung 10-20 persen ground handling untuk saja. Terus nanti yang passanger handling (juga). Garuda saja tadi sangat tertarik. Kemudian bandara harus konsisten, pertama kita perbanyak self check in dan counter chek in dibuat lebih sedikit," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Utama Angkasa Pura I, Faik Fahmi menambahkan, pihaknya sepakat untuk menurunkan biaya jasa bandara. Hanya saja, hal itu dapat dilakukan dengan menyesuaikan usulan besaran penurunan harga tiket pesawat oleh pihak maskapai.
"Kalau ditanya besarnya berapa, ya tergantung mereka mau turunin berapa terhadap harga tiket. Dalam waktu 1 minggu ini mereka akan menetapkan nih rute LCC mau ke mana, dari situ baru, (penyesuaian)" pungkas dia.
Â