Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF) mengincar pendapatan sebesar USD 1 Miliar di tahun 2021 mendatang. Hal itu guna merealisasikan ambisi perusahaan yang ingin menjadi top 10 perusahaan MRO (Maintenance, Repair and Overhaul) di dunia.
Hal tersebut diungkapkan Director of Business and Base Operation sekaligus Plt Direktur Utama GMF, Tazar Marta dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Dia menjelaskan, target tersebut juga bertepatan dengan usia perusahaan yang sudah menginjak usia dewasa yaitu 17 tahun pada 26 April lalu. Menjadi top 10 MRO dipandang sebagai sebuah keharusan sebagai wujud kemandirian dan kemapanan perusahaan.
Advertisement
Baca Juga
"Sebagai perusahaan yang berdiri sendiri, usia mulai dewasa. Sebagai layaknya orang dewasa harus lebih bisa melihat oportunity (kesempatan), lebih berani mengambil langkah-langkah inisiatif baru," ujarnya.
Untuk mewujudkannya, dia menyatakan perusahaan akan mendorong seluruh karyawan yang saat ini berjumlah sekitar 5.500 orang untuk turut serta memajukan perusahaan.
"Tahun ini kami usung tema aksi akselerasi. Kita rangsang karyawan GMF untuk berakselerasi lagi menjadi top 10 MRO. Ukurannya revenue yang mencapai USD 1 miliar. Kami targetkan lebih cepat," ujarnya.
Namun sayangnya, tahun ini perseroan mengalami kondisi yang kurang memuaskan dari sisi pendapatan. Oleh sebab itu, pendapatan tahun ini ditargetkan hanya USD 500 Juta.
Â
Kinerja Kuartal I
Di kuartal 1-2019 perseroan hanya mampu mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 3,66 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu USD 115,93 juta menjadi USD 120,18 juta per Maret 2019.
Dia mengungkapkan, kenaikan pendapatan tersebut masih belum sampai untuk menutupi pertumbuhan beban perseroan. Imbasnya, anak usaha Garuda tersebut harus mengalami penurunan laba sebesar 58,99 persen dari USD 7,36 juta di kuartal I 2019 menjadi USD 3,02 juta.
"Kami lihat di kuartal I 2019 masih belum nendang, belum cukup untuk capai target kami. Kami lihat maskapai ada peak season (puncak penjualan), di MRO kami biasanya peak season sekitar semester 2, jadi kami merangkak profit (laba) di situ," keluhnya.
Kondisi tersebut membuat perseroang termotivasi untuk melakukan beberapa peningkatan di lini bisnis. Salah satunya perawatan engine atau mesin yang selama ini menjadi penyumbang terbesar pada pendapatan.
"Kontribusi paling besar di engine, kalau kami sudah mencapai 120 engine (perawatan mesin) dikali USD 5 juta paling tidak kami bisa mengantongi pendapatan USD 600 juta," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement